-->

Gaya Elite, Menikah Sulit


Oleh : Nur Endah (Aktivis Muslimah) 
                    
Penghujung tahun 2025, flexing bukanlah hal yang asing. Tampilan feed di Instagram lebih penting daripada isi tabungan. Tentu bukan hal yang mudah saat perekonomian dalam kondisi seperti ini. Pasalnya untuk memposting foto minimal harus nongki di cafe ataupun melancong ke berbagai penjuru kota demi kerapian feed semata. Alhasil kondisi dompet kacau karena di samping memenuhi gaya hidup, kebutuhan hidup pun terus berjalan. Sementara, kebutuhan pokok makin melonjak harganya. Belum lagi biaya hunian yang semakin tak terjangkau dengan pendapatan UMR saja. Inilah salah satu penyebab anak muda lebih fokus menghasilkan pundi-pundi uang daripada membangun keluarga. Tambah lagi banyak kabar perceraian artis idola di sepanjang tahun 2025 yang semakin menguatkan narasi _Marriage Is Scary_ pada kalangan muda. Pandangan mengenai pernikahan pun mengalami pergeseran, anak muda sekarang lebih takut stempel miskin dan kudet daripada stempel perawan tua.

Dalam sistem sekuler kapitalis merupakan hal yang wajar bahwa materi adalah hal yang harus diutamakan. Ketika materi tidak mencukupi otomatis mereka akan merasa ketakutan. Ketakutan ini muncul karena banyak hal salah satunya kebijakan ekonomi yang hanya menguntungkan kelompok elit tertentu, sementara untuk rakyat kecil harus tertatih-tatih dalam mencukupi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Negara yang seharusnya menjamin kesejahteraan rakyat baik dalam pendidikan maupun kesehatan gratis tidak menjalankan perannya tersebut. Akibatnya terjadi kesenjangan pendidikan yang mempengaruhi bagaimana mereka mencari pekerjaan. Pengaruh pendidikan yang sekuler dan media liberal juga membuat gaya hidup generasi muda makin materialistis dan hedon. Biaya pernikahan yang besar dan kebutuhan hidup yang makin tinggi membayangi mereka ketika memikirkan sebuah pernikahan. Pernikahan yang semula bertujuan membangun keluarga agar naluri hidup berpasangan tersalurkan dan melahirkan keturunan pun dianggap sebuah beban.

Pandangan ini sangat jauh berbeda dalam pandangan Islam. Islam merupakan agama yang lengkap. Islam mengatur seluruh kehidupan manusia termasuk sistem sosial dan ekonomi, bukan hanya urusan ibadah saja. Dalam Islam negara wajib menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis untuk seluruh rakyatnya tanpa diskriminasi. Karena negara merupakan pengurus rakyat sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ " Imam adalah pelayan rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim.)

Dengan pendidikan yang merata generasi muda bisa melamar pekerjaan di mana saja, didukung dengan sistem ekonomi yang akan membuka banyak lapangan pekerjaan dengan upah yang adil. Sistem ekonomi Islam juga mengatur tentang kepemilikan umum . Privatisasi air, energi, listrik, dan tambang oleh korporasi swasta tidak akan terjadi karena Islam melarangnya. Sumber vital bagi masyarakat ditetapkan sebagai milik umum (Al-milkiyah Al'Ammah) dan dikelola hanya oleh negara. Rasulullah ﷺ bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara : air, padang rumput dan api." (HR. Abu Dawud). Sehingga hasil dari pengelolaan tersebut mampu menekan biaya hidup masyarakat karena hasilnya akan kembali untuk masyarakat baik dalam bentuk pelayanan langsung ataupun pembangunan fasilitas publik.

Sistem pendidikan Islam yang murah bahkan gratis mampu mencetak generasi yang tangguh baik dalam akademik maupun spiritual. Pendidikan Islam berbasis aqidah Islam membentuk generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, sehingga menghasilkan generasi muslim yang cerdas dan berkarakter. Hedonisme dan materialisme tidak akan mempengaruhi mereka. Namun, mereka justru menjadi generasi yang peduli dan saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah keburukan.

Pemahaman tentang pernikahan pun tidak seperti saat ini. Mereka tak lagi khawatir dan takut ketika waktu itu tiba. Selain tsaqofah Islam yang berbasis aqidah Islam Kaffah telah mereka dapatkan dalam kurikulum pendidikan, mereka pun dibekali kemampuan kemampuan yang wajib dikuasai. Sehingga ketika kerikil-kerikil pernikahan datang mereka bisa menyikapinya tanpa drama. Maka dari itu, kita sangat membutuhkan institusi yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh agar institusi keluarga tetap utuh. Wallahu a'lam bishawab.