-->

Fakta: Era Digital dan Realitas yang Dihadapi Gen Z


Oleh : Arianne Nur Rahmadhani

Era digital merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari oleh generasi saat ini, khususnya Gen Z. Perkembangan teknologi dan media sosial memberikan banyak kemudahan, seperti akses informasi yang cepat, komunikasi tanpa batas, serta ruang berekspresi yang luas. Sebagai generasi yang paling dekat dengan teknologi, Gen Z menjadikan media sosial sebagai bagian utama dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk belajar, hiburan, membangun relasi, maupun menunjukkan identitas diri. Tingginya jumlah pengguna internet di Indonesia menunjukkan bahwa dunia digital bukan lagi pelengkap, melainkan ruang utama aktivitas generasi muda.

Namun, di balik berbagai kemudahan tersebut, ruang digital juga melahirkan tekanan sosial yang besar. Standar kecantikan yang tidak realistis, tuntutan untuk selalu tampil sempurna, serta budaya membandingkan diri yang terus muncul di linimasa membuat banyak Gen Z merasa cemas dan tidak percaya diri. Media sosial yang awalnya dipandang sebagai ruang kebebasan justru berubah menjadi sumber tekanan mental. Meski sering dicap sebagai generasi lemah, Gen Z sebenarnya memiliki potensi besar sebagai generasi kritis yang peduli pada isu sosial, terlihat dari maraknya aktivisme digital yang mereka lakukan melalui tagar, unggahan, dan diskusi daring.

Analisis: Media Sosial Bukan Akar Masalah

Penting disadari bahwa media sosial bukanlah penyebab utama berbagai persoalan yang menimpa anak dan remaja saat ini. Media sosial lebih berperan sebagai sarana yang mempertebal emosi dan respons terhadap suatu isu, karena informasi menyebar sangat cepat tanpa memberi ruang untuk berpikir mendalam. Tekanan untuk terlihat sempurna, ikut arus tren, atau terlibat dalam perdebatan panas bukan semata lahir dari media sosial, melainkan dari cara pandang hidup yang sudah terbentuk sebelumnya dalam diri remaja.

Akar masalah sesungguhnya terletak pada penetrasi nilai sekuler dan kapitalistik yang membentuk pola pikir generasi muda. Nilai ini menekankan pencapaian materi, popularitas, dan validasi sosial sebagai ukuran keberhasilan hidup. Akibatnya, aktivisme Gen Z di ruang digital sering bersifat reaktif, pragmatis, dan berorientasi respons instan, bukan solusi mendalam. Dalam konteks ini, pembatasan akses media sosial hanyalah solusi teknis yang menyentuh permukaan masalah, karena tidak menyentuh sistem nilai dan paradigma berpikir yang melatarbelakanginya.

Solusi Islam: Perubahan Paradigma dan Peran Negara

Islam menawarkan solusi yang lebih mendasar dengan mengubah paradigma berpikir generasi. Dalam Islam, perilaku manusia ditentukan oleh akidah dan sistem nilai yang diyakininya, bukan oleh alat seperti media sosial. Media sosial dipandang sebagai bagian dari madaniyah, hasil perkembangan ilmu dan teknologi yang bersifat netral, tetapi arah penggunaannya sangat dipengaruhi ideologi yang melingkupinya. Ketika paradigma berpikir dibangun di atas Islam, generasi muda akan mampu bersikap kritis, mengelola emosi, dan menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan hal tersebut, negara memiliki peran strategis dalam membangun benteng keimanan generasi melalui sistem pendidikan yang tidak hanya menekankan kecerdasan akademik, tetapi juga ketakwaan dan pemahaman Islam yang menyeluruh. Lebih dari itu, penerapan nilai-nilai Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan menciptakan lingkungan sosial yang kondusif bagi lahirnya generasi yang taat, tangguh, dan berakhlak mulia. Upaya ini membutuhkan sinergi seluruh elemen—keluarga, masyarakat, dan negara—agar Gen Z mampu menjadi agen perubahan yang sahih di tengah tantangan era digital.