Bencana Sumatra, Bukti Bahaya Perusakan Alam dalam Sistem Kapitalisme
Oleh : Siti Rohmah, S.Ak
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Pilunya hati ini ketika melihat saudara-saudara kita yang sedang menghadapi masalah akibat longsor dan banjir.
Bencana longsor hingga banjir bandang yang menerjang sebagian wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, Aceh, dan beberapa lainnya.
Adapun data korban bencana Sumatera yaitu Aceh, Sumatera Utara (Sumut), hingga Sumatera Barat (Sumbar) per pukul 17.00 WIB, Senin (1/12):
Korban Jiwa: 604 Orang
Korban Hilang: 464 orang
Korban luka: 2.600 orang
Warga terdampak: 1,5 juta orang
Jumlah pengungsi: 570 ribu orang.
Dengan rincian korban jiwa di Aceh sebanyak 156 orang, korban hilang 181 dan korban luka 1.800 orang. Sedangkan korban meninggal di Sumbar sebanyak 165 orang, korban yang hilang sebanyak 114 jiwa, dan 112 orang terluka. Sementara di Sumut, jumlah korban meninggal sebanyak 283 orang, 169 orang hilang, dan 613 terluka. Data BNPB juga menyampaikan sebanyak 3.500 rumah mengalami kerusakan berat, 4.100 rumah mengalami kerusakan sedang, 20.500 rumah mengalami kerusakan ringan. Selain itu, 271 jembatan rusak serta 282 fasilitas pendidikan juga mengalami kerusakan. www.CNNindonesia.com, (01-12-2025).
Kapitalisme Merusak Alam
Penyebab longsor hingga banjir tersebut tentu tidak hanya karena faktor curah hujan yang sampai pada puncaknya, banjir bandang terlihat sangat parah karena diiringi oleh menurunnya daya tampung wilayah. Bencana yg terjadi saat ini bukan karena faktor alam atau sekadar ujian semata, tapi dampak kejahatan lingkungan yg telah berlangsung lama dan dilegitimasi kebijakan penguasa seperti pemberian hak konsesi lahan, obral izin perusahaan sawit, izin tambang terbuka, tambang untuk ormas, undang-undang minerba, undang-undang ciptakerja.
Sikap penguasa seperti ini sangat niscaya dalam sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Penguasa & pengusaha kerap kongkalikong untuk menjarah hak milik rakyat atas nama pembangunan.
Dalam sistem yang rusak diterapkan saat ini juga melahirkan penguasa zalim. Penguasa tanpa memikirkan akibat dari legalnya penebangan hutan dan eksploitasi tambang hanya menghasilkan kerusakan lingkungan yang berakhir bencana untuk rakyat. Dan alih-alih merasa salah, malah membenarkan tindakan yang selama ini dilakukan.
Padahal musibah banjir dan longsor di Sumatra memperlihatkan bahaya nyata akibat kerusakan lingkungan, terlebih dengan pembukaan hutan besar-besaran tanpa memperhitungkan dampaknya. Inilah efek dari negara meninggalkan hukum Allah atau sistem Islam dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat yang menderita, sedangkan pengusaha dan penguasa yang menikmati hasil hutannya. Lagi-lagi rakyat lah yang menjadi korbannya.
Islam Melindungi Bumi
Islam telah mengingatkan bahwa kerusakan di bumi akibat ulah manusia. Maka, manusia tidak boleh merusak alam. Sebagaimana perintah dalam Al-Qur'an;
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَ رْضِ بَعْدَ اِصْلَا حِهَا وَا دْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-A'raf 7: Ayat 56)
Dari sinilah, seharusnya sebagai wujud keimanan, umat Islam harus menjaga kelestarian lingkungan sehingga tidak boleh menimbulkan hal yang berakibat merusak.
Negara dalam sistem Islam harus menggunakan hukum Allah dalam mengurusi semua urusannya, termasuk tanggung jawab nega dalam menjaga kelestarian alam dengan menata hutan dalam pengelolaan yang benar. Melakukan pembangunan tanpa merusak alam. Serta adanya penelitian mendalam atas penambangan sumber daya alam dengan dampak lingkungan yang akan terjadi. Negara juga siap mengeluarkan biaya untuk antisipasi pencegahan banjir dan longsor, melalui pendapat para ahli lingkungan.
Hanya dengan hukum Allah, negara dapat meminimalisir terjadinya banjir dan longsor yang menyengsarakan rakyat. Khalifah sebagai pemegang mandat dari Allah akan fokus setiap kebijakannya mengutamakan keselamatan umat manusia dan lingkungan dari dharar. Khalifah akan merancang blue print tata ruang secara menyeluruh, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, tempat tinggal dengan semua daya dukungnya, industri, tambang, dan himmah. Maka, hanya dengan menerapkan kembali sistem islam di muka bumi ini, segala urusan akan teratasi. Waalahu'aalam bisshawab.

Posting Komentar