-->

POLEMIK UPAH MINIMUM SELALU MUNCUL DALAM KAPITALISME


Oleh : Titin Mamah Eka

Kaum buruh di Indonesia sedang berharap-harap cemas, pasalnya setiap tanggal 21 November biasanya diumumkan kenaikan upah minimum untuk tahun depan. Sayangnya, Menteri Tenaga Kerja, Yassierli mengumumkan bahwa tidak ada lagi kewajiban negara mengumumkan hal itu pada tanggal 21 November. Ia juga menegaskan bahwa penyusunan regulasi masih dalam tahap finalisasi dan pihaknya sedang merampungkan draf Peraturan Pemerintah yang belum selesai disusun. 

Tentu saja apa yang disampaikan Menteri Tenaga Kerja ini membuat kecewa para buruh. Padahal sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pada tanggal 9 Oktober 2025 bahwa 
penetapan kenaikan upah minimum 2026 akan disahkan oleh Presiden Prabowo sebesar naik 6,5 persen. 
Padahal Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, menuntut kenaikan upah minimum 2026 pada angka 8,5-10,5 persen (kompas.com, 22/11/2025). 

Sengkarut beda pendapat antara buruh, pemerintah dan pengusaha selalu terjadi tiap tahunnya di Indonesia. Buruh menuntut upah naik karena mereka merasa terjebak dengan kenaikan harga kebutuhan pokok dan pajak-pajak dari negara yang juga akan naik berbarengan dengan kenaikan upah buruh. Sedangkan negara, ingin menjadi penengah bagi buruh dan pengusaha, sehingga iklim usaha tetap bisa berjalan baik di tengah lesunya iklim usaha saat ini. Kelesuan iklim usaha, dipicu dengan kondisi resesi yang melanda sebagian besar negara di dunia, sehingga banyak perusahaan yang gulung tikar atau mengurangi jumlah produksi. Resesi atau penurunan aktifitas ekonomi ini disebabkan oleh inflasi, pengangguran, defisit anggaran dan permintaan menurun. 

Inilah akibat dari diterapkannya Kapitalisme, sebuah sistem yang memakai tolok ukur asas manfaat sehingga semua hal harus diukur berdasarkan keuntungan materi. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, sehingga urusan-urusan dunia dianggap bukanlah urusan Tuhan. Menurutnya, Tuhan hanya ada saat manusia membutuhkan hal spiritual saja. Urusan-urusan dunia, mereka anggap urusan manusia, sehingga mereka mengaturnya sendiri tanpa memakai hukum-hukum yang diturunkan Tuhan. Pengabaian Tuhan dalam urusan manusia inilah yang akhirnya menjadi bumerang bagi manusia-manusia beridiologi kapitalis, banyak hal akhirnya tidak bisa mereka selesaikan dengan baik, termasuk sengkarut pengupahan antara buruh dan pengusaha.

Dalam Islam, jelas diatur bagaimana sistem pengupahan kepada buruh. Seperti yang disampaikan Rasulullah Saw. sebagai berikut:
"Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering" (HR Ibnu Majah). 

Dalam sebuah hadis qudsi Allah Taala berfirman:
 "Ada tiga golongan pada Hari Kiamat nanti yang akan menjadi musuh-Ku. Siapa yang menjadi musuh-Ku, Aku akan memusuhi dia. Pertama, seseorang yang berjanji setia kepada-Ku, tetapi mengkhianatinya. Kedua, seseorang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya. Ketiga, seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja, lalu setelah pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang tersebut tidak memberi dia upahnya" (HR Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah).

Kedua hadis di atas adalah beberapa hukum yang mendasari Khilafah Islam di masa keemasan Islam mengatur hubungan antara buruh dan majikan (pengusaha). Khilafah mengatur bahwa buruh dan majikan terikat hukum kerjasama kerja yang akadnya sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Apabila ada salah satu pihak yang mangkir dari akad yang sudah disepakati, maka pihak yang dirugikan akan bisa menuntut hak-nya dan melaporkannya kepada Lembaga Peradilan Khilafah Islam, sehingga Qadhi (hakim) akan mengadili kasus ini dengan bijaksana. 

Pengusaha tidak berhak menanggung seluruh kehidupan buruh, tapi ia wajib untuk memenuhi akad pembayaran buruh tersebut sesuai dengan apa yang disepakati. Apabila si buruh adalah kepala keluarga dan ternyata (meski sudah bekerja keras) belum mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, maka negaralah yang turun tangan. 
Seperti sabda Rasulullah Saw dalam sebuah hadis:
"Imam atau khalifah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya (HR Muslim).

Jelas pandangan Islam di atas menunjukkan bahwa permasalahan buruh dan majikan (pengusaha) dapat diselesaikan dengan baik, apabila sistem Islam dilaksanakan secara kaffah (menyeluruh). 

Wallahu'alam bishshowwab