Tragedi Ponpes Al-Khoziny, Alarm Buruknya Jaminan Fasilitas Pendidikan
Oleh : Linda Anisa
Tragedi ambruknya bangunan lantai empat Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, merupakan peristiwa yang mengguncang dunia pendidikan dan kemanusiaan. Kejadian yang menewaskan puluhan santri dan melukai ratusan lainnya ini tidak dapat semata-mata dipandang sebagai musibah teknis atau kecelakaan biasa. Tragedi ini menjadi momentum penting untuk mengkaji ulang sejauh mana negara menjalankan peran dan tanggung jawabnya dalam menjamin keselamatan peserta didik di seluruh institusi pendidikan, tanpa terkecuali.
Hingga saat ini, proses evakuasi masih dilakukan, dengan puluhan korban dilaporkan belum ditemukan di antara reruntuhan (Detik.com, 8 Oktober 2025). Tragedi ini membuka luka besar, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi siapa pun yang masih percaya bahwa pendidikan adalah hak yang harus dijamin negara.
Tanggung Jawab Negara yang Terlupakan
Pesantren sebagai institusi pendidikan Islam telah berkontribusi besar dalam mencetak generasi berakhlak. Namun sayangnya, infrastruktur banyak pesantren dibangun secara swadaya yang mengandalkan dana dari wali santri dan donatur yang menginfakkan sebagian hartanya. Akibatnya, kualitas bangunan sering kali jauh dari standar aman. Sebagaimana yang terjadi dalam kasus Ponpes Al-Khoziny, dugaan sementara menunjukkan lemahnya konstruksi bangunan serta pengawasan teknis yang minim.
Dalam Islam, tanggung jawab menyediakan pendidikan yang layak dan aman bukan dibebankan kepada individu atau komunitas semata. Ini adalah tanggung jawab negara. Allah SWT berfirman:
"Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..."
(QS. An-Nisa: 58)
Melalui ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa amanat terbesar negara adalah menjaga jiwa rakyatnya, termasuk saat mereka menuntut ilmu. Pendidikan adalah amanat, dan kelalaian dalam menjamin keamanannya adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat tersebut.
Rasulullah SAW juga menegaskan:
"Imam (pemimpin) adalah penggembala dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, seorang pemimpin (dalam hal ini negara) bertanggung jawab penuh terhadap seluruh urusan rakyat, termasuk memastikan bahwa fasilitas pendidikan memenuhi standar keamanan dan kelayakan. Negara tidak bisa cuci tangan hanya karena lembaga pendidikan itu dikelola swasta atau berbasis komunitas. Jika negara menetapkan bahwa pesantren adalah bagian dari sistem pendidikan nasional, maka tanggung jawab atas keamanannya tidak bisa dialihkan.
Negara Islam Menjamin Pendidikan Secara Sistemik
Dalam sistem Islam, pembiayaan pendidikan merupakan bagian dari struktur keuangan negara yang dikelola melalui baitul mal. Dana pendidikan tidak berasal dari pungutan masyarakat baik itu sekolah swasta apalagi sekolah milik negara. Sebaliknya, dana – dana tersebut berasal dari sumber-sumber pemasukan syar’i seperti zakat, kharaj, jizyah, dan fa’i. Negara bertugas menyediakan pendidikan yang berkualitas, gratis, dan aman bagi seluruh warganya, tanpa diskriminasi terhadap lembaga negeri atau swasta.
Kewajiban ini bersifat mutlak, karena pendidikan adalah bagian dari kebutuhan dasar yang memang harus dijamin secara penuh oleh negara. Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab pernah memecat pejabat yang lalai memberikan pelayanan publik secara adil. Artinya, dalam sistem Islam, kelalaian terhadap kebutuhan rakyat termasuk pendidikan bukanlah kesalahan yang bersifat administratif, melainkan pelanggaran amanat kepemimpinan.
Kita Tidak Butuh Simpati, Tapi Sistem
Pasca terjadinya tragedi ini, Menteri Agama menyampaikan rencana untuk mengevaluasi seluruh bangunan pesantren dan rumah ibadah (Kompas.id, 8 Oktober 2025). Tentu Ini langkah yang baik, tetapi sangat disayangkan sebab rencana ini dikatakan terlambat. Bagaimana tidak, evaluasi baru dilakukan setelah puluhan nyawa melayang. Kita tidak butuh tindakan setelah korban berjatuhan, kita butuh sistem pencegahan yang menjamin tragedi semacam ini tidak terulang.
Sudah saatnya kita berhenti menganggap tragedi seperti ini sebagai musibah semata. Ini bukan semata "takdir", tetapi hasil dari sistem yang gagal melindungi rakyatnya. Islam tidak mengajarkan untuk pasrah terhadap ketidakadilan sistemik. Justru, Islam mendorong perubahan sistem yang zolim menjadi sistem yang adil dan rahmah.
Jika negara terus abai, jika sistem terus memindahkan beban dari pundak negara ke pundak rakyat, maka tragedi demi tragedi akan terus terjadi. Santri yang seharusnya tumbuh menjadi pemimpin umat, malah dikubur hidup-hidup di tempat mereka menuntut ilmu. Ini bukan sekadar ironi. Ini adalah kejahatan struktural yang harus dihentikan.
Wallahu a’lam bi ash sawab.
Posting Komentar