Tepuk Sakinah, Edukasi Mengurangi Angka Perceraian?
Oleh : Dewi Ummu Azkia
Berpasangan, berpasangan berpasangan (tepuk tangan 3 kali);
Janji kokoh, janji kokoh, janji kokoh (tepuk tangan 3 kali);
Saling cinta, saling hormat, saling jaga, saling ridho;
Musyawarah untuk sakinah.
Demikianlah bait-bait Tepuk Sakinah yang viral di platform media sosial TikTok bulan lalu. Bait demi bait memang benar isinya sarat makna dan mengandung pesan mendalam.
Sebenarnya Tepuk Sakinah sudah diciptakan sejak tahun 2018. Pencetusnya adalah Prof. Alimatul Qibtiyah, seorang Guru Besar Kajian Gender UIN Sunan Kalijaga sekaligus Instruktur Nasional Bina Keluarga Sakinah Kementerian Agama RI.
Yel-yel Tepuk Sakinah biasanya dibawakan dalam sesi Bimwin Pranikah, program resmi Kemenag di KUA yang memberi pembekalan kepada calon pengantin agar memahami hak dan kewajibannya. Dengan begitu, pasangan diharapkan mampu membangun rumah tangga yang harmonis dan bahagia.
Selain itu juga menjadi metode edukasi, Tepuk Sakinah diharapkan mampu memahamkan tentang lima pilar perkawinan dalam konsep sakinah mawaddah wa rahmah, melalui lirik yang mudah diingat.
Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesiapan calon pengantin lahir batin untuk membangun rumah tangga yang kokoh dan mampu berkontribusi dalam menciptakan keluarga yang lebih kuat dan pada akhirnya membantu menurunkan angka perceraian.
Fenomena jumlah pernikahan dari tahun ke tahun terus menurun, sedangkan angka perceraian terus naik.
Data BPS mencatat 399.921 terjadi kasus perceraian di Indonesia sepanjang tahun 2024. Yang menduduki urutan teratas penyebab perceraian adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus. Hal tersebutlah yang menjadi alasan utama di lebih dari 60% kasus perceraian selama periode 2020-2024.
Fakta ini menunjukkan bahwa pemicu perceraian terbesar adalah karena persepsi (mafhum) ke 2 belah pihak (suami istri) yang tidak utuh dalam pemahaman pernikahan yang harmonis, sehingga awalnya pertengkaran tidak tahu solusi masalah yang membelitnya, tidak tahan dengan tekanan dan berujung perceraian.
Sakinah mawaddah wa rahmah hanyalah tinggal ucapan para sahabat dan kerabat, tanpa tahu cara bagaimana mewujudkannya.
Kondisi seperti ini tentu membuat keprihatinan banyak pihak, perlu penganalisaan lebih mendalam apa yang menjadi akar masalahnya, dan bagaimana solusi yang cemerlang menyelesaikannya.
Kehidupan kapitalis yang mengungkung masyarakat saat ini yang menjadi biang kerok akar masalahnya. Solusi penyelesaian masalah dan standar kebahagiaan ala kapitalis tidak akan membawa kepada kebahagiaan yang hakiki.
Persiapan ilmu pernikahan tidak cukup dengan seminar pranikah yang hanya berlangsung 2 atau 3 jam, akan tetapi butuh kajian ilmu yang memadai tentang fiqih munakahat, psikologi, parenting dan tsaqofah terkait lainnya, dan tentunya diawali dengan pengokohan aqidah.
Perlu dakwah berkesinambungan dengan dakwah yang efektif yakni dakwah fikriyah sebagaimana yang tercantum dalam kitab Nidzamul Islam karya Syech Taqiyyudin Annabhani di bab Thariqul Iman, beliau menyampaikan bahwasanya, "jika ingin merubah tingkah laku seseorang harus dirubah pemikirannya, jika ingin merubah manusia berperilaku rendah menjadi manusia berperilaku mulia maka harus dirubah pemikiran (mafahim) rendah manusia tersebut kepada pemikiran (mafahim) mulia, karena perilaku seseorang tergantung kepada pemikirannya".
Dalam Islam pernikahan adalah ibadah yang sangat mulia, didalamnya aturan aturan begitu apik tersusun dari mulai persiapan bagaimana mencari pasangan, cara pelaksanaan ta'aruf, khitbah, hingga bagaimana melangsungkan akad nikah dan walimah yang Islami.
Jadi bait-bait Tepuk Sakinah yang penuh makna itu harus ditanamkan kepada para calon pengantin dengan penyampaian yang mengakar melalui dakwah yang berkesinambungan dengan dakwah fikriyah.
In syaa Allah dengan begitu akan efektif menekan angka perceraian. Akan banyak keluarga sakinah yang melahirkan generasi Islam yang tangguh.
Wallahu'alam bishowab

Posting Komentar