Derita Gaza Makin Meningkat, Jihad Fii Sabillah Solusi Hakiki
Oleh : Endang Setyowati
Kekejaman zionis semakin hari semakin brutal, lebih dari 61.400 nyawa melayang. Sebanyak 153.000 lainnya luka-luka. Anak-anak menjadi korban paling tragis. Terdapat 217 jiwa, termasuk 100 anak, mati kelaparan.
Akses bantuan sangat berisiko. Ratusan tewas dan ribuan terluka hanya demi mendapatkan makanan.
Infrastruktur kesehatan nyaris runtuh. Sekitar 94% rumah sakit rusak. Banyak yang tutup. Rumah ibadah pun luluh lantak. Sekitar 79% masjid hancur dan 3 gereja hilang. Hampir 70% bangunan di Gaza rusak atau hancur berat. Ribuan keluarga kehilangan rumah. Krisis pangan kian mencekik. Hanya sedikit bantuan yang masuk. Kelaparan mencapai fase akut.
Ini bukan sekedar angka. Ini adalah wajah-wajah manusia, tangisan anak-anak dan harapan yang direnggut.
Doctors Without Borders(MSF) melaporkan telah merawat lebih dari 1.300 pasien Palestina yang mengalami luka tembak. MFS menyatakan kondisi tersebut sebagai "pembantaian terencana" (Al-Waie).
Sebegitu parahnya kondisi saat ini di Gaza, sejak 2 Maret 2025 wilayahnya telah di blokade total, pintu Rafah dan Kerem Shalom ditutup, sehingga lebih dari dua juta warga Gaza bertahan hidup dengan sumber daya yang semakin menipis. Dan Ketika negara lain mengirimkan bantuan, Nyatanya tidak sampai kepada warga Gaza.
Sehingga muncullah solidaritas dari beberapa negara yang bergabung dan ingin membantu langsung warga Palestina. Mereka makin tidak bisa menoleransi kejahatan Zionis dan melakukan upaya yang "mereka bisa" untuk memasukkan bantuan ke Gaza.
Mereka mengumpulkan uang dan bantuan untuk misi Gaza Sumud Flotilla.
Seperti yang dilansir dari (rri.co.id, 02/09/2025). Sebuah armada sipil internasional tengah berlayar di Laut Mediterania, membawa misi kemanusiaan sekaligus pesan politik. Armada tersebut berlayar untuk menantang blokade Israel atas Jalur Gaza.
Inisiatif ini dinamakan Global Sumud Flotilla (GSF), “sumud” berarti keteguhan dalam bahasa Arab. Bagi para pesertanya, istilah itu mencerminkan perlawanan damai menghadapi ketidakadilan.
Flotilla ini disebut sebagai yang terbesar dalam sejarah gerakan serupa.
Lebih dari 50 kapal dan ratusan relawan dari 44 negara bergabung, dengan latar belakang beragam.
Mereka terdiri dari aktivis, jurnalis, tenaga medis, hingga politisi dan figur publik. Mereka berangkat dengan satu tujuan: menembus blokade Gaza yang selama hampir dua dekade mengekang arus barang dan manusia.
Menurut penyelenggara, Global Sumud bukan sekadar konvoi bantuan, melainkan manifesto moral masyarakat sipil internasional. Global Sumud menilai pemerintah dunia terlalu lambat menyelamatkan rakyat Gaza dari kelaparan, penyakit, dan krisis kemanusiaan.
Di dalam rombongan, terdapat tokoh-tokoh publik internasional seperti aktivis iklim Greta Thunberg yang ikut memberi perhatian pada misi ini. Dari Asia Tenggara, jaringan Sumud Nusantara terlibat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa solidaritas bagi Gaza tidak hanya datang dari Eropa atau Timur Tengah, tetapi juga dari Global South. Bagi sebagian peserta, perjalanan ini bukan sekadar aksi politik, melainkan panggilan hati untuk menghadirkan bantuan langsung, meski tahu risikonya besar.
Namun peristiwa Gaza ini tidak menggerakkan sedikitpun negeri-negeri Islam. Mereka dengan alasan tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri negara lain, menutup mata dan telinganya terhadap penderitaan saudaranya di Gaza. Mereka tidak berani mengambil tindakan untuk membantu saudaranya. Malah justru Mesir menjaga pintu Rafah agar tetap tertutup. Yordania dan Emirat hanya menebar sandiwara bantuan lewat udara, justru memakan korban.
Bukankan sesama Muslim itu bersaudara, mereka ibaratnya satu tubuh, jadi ketika satu bagian tubuh merasakan sakit, hendaknya bagian tubuh yang lain pun akan merasakan sakit yang sama pula. Kita kaum Muslim diikat dalam satu akidah, dalam keimanan. Bukankah Rasulullah saw bersabda:
"Tidak beriman seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri"
(HR: Bukhari dan Muslim).
Walaupun dengan berbagai upaya masih banyak negara yang ingin membantu Gaza seperti Global Sumud Flotilla(GSF) namun tidak cukup hanya itu, karena akar masalahnya bukan disitu, akar masalahnya ketika Zionis pergi dari tanah Palestina maka warga Gaza pun akan terasa aman dan tidak akan kelaparan lagi juga tidak akan ada korban yang berjatuhan.
Jadi jelas, warga Gaza tidak hanya membutuhkan simpati ataupun doa dari saudaranya, namun butuh aksi nyata dari negeri-negeri kaum Muslim.
Aksi nyata untuk mau bersama-sama mengusir penjajah Zionis dari bumi Palestina.
Mengusir penjajah Zionis tidak akan bisa tanpa adanya militer, jadi dibutuhkan adanya perlawanan secara militer. Sudah seharusnya kaum Muslim meningkatkan tuntutannya dengan menuntut agar mendapatkan bantuan militer guna menghentikan Genosida di Gaza.
Memerangi penjajah untuk membebaskan Palestina adalah kewajiban dan tanggung jawab kaum Muslim. Kewajiban ini hanya bisa terlaksana jika umat bersatu dan dalam satu komando dan satu kepemimpinan yakni jihad fii sabilillah yang di komando oleh seorang pemimpin yaitu Khalifah.
Inilah pentingnya untuk persatuan umat, agar mempunyai misi dan visi yang sama umat harus bersatu, sehingga mempunyai pemahaman yang sama tentang Islam kaffah sebagai ideologi kaum Muslim. Umat Islam harus bersatu dalam naungan Daulah Khilafah agar tidak ada lagi yang berani menyakiti kaum Muslim.
Inilah solusi hakiki akan tragedi di Palestina yang tiada henti.
Posting Komentar