PEMIMPIN YANG HEBAT, MENERIMA ASPIRASI RAKYAT
Oleh : Orintan Sembiring S.Pd
Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan kantor DPRD Sumatera Utara (Sumut), Jalan Imam Bonjol, Medan, Selasa (26/8) berakhir ricuh setelah terjadi bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian yang berjaga di lokasi. Ketegangan memuncak ketika aparat menangkap sejumlah mahasiswa yang dituding sebagai dalang pelemparan batu ke arah barisan polisi. Dalam proses penangkapan itu, diduga terjadi tindakan represif aparat. Polisi disebut melakukan pemukulan dan menendang mahasiswa.(waspada.co.id 26/08/2025).
Peristiwa ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam penanganan aspirasi rakyat, khususnya mahasiswa. Di satu sisi, mahasiswa turun ke jalan karena ingin menyuarakan keresahan rakyat. Di sisi lain, aparat yang seharusnya melindungi justru bertindak represif.
Masalah seperti ini kerap terjadi karena Negara menganut sistem Kapitalisme buatan manusia, yang menempatkan kepentingan penguasa dan pemodal di atas kepentingan rakyat. Maka dalam sistem ini, jika rakyat melakukan kritik kepada penguasa sering dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai suara kebenaran. Sehingga Aparat lebih cenderung melindungi kepentingan elit politik daripada menjaga keamanan rakyat. Akhirnya aspirasi rakyat tidak sungguh-sungguh dihiraukan, melainkan dibungkam dengan kekerasan.
Dengan kata lain, akar masalahnya bukan hanya bentrokan teknis di lapangan, melainkan sistem rusak yang melahirkan pemimpin tidak amanah dan aparat yang represif.
Islam memiliki pandangan berbeda dalam mengatur urusannya rakyat dan pemimpin. Pemimpin sebagai pelayan, yang menjamin urusan rakyat agar sejahtera dibawah kepemimpinannya. Karena kepemimpinan adalah sebuah amanah yang akan diminta pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang pemimpin adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari Muslim).
Artinya, pemimpin wajib mendengar aspirasi rakyat, bukan malah membungkam. Aparat menjaga, bukan menindas.
Dalam kepemimpinan Islam, aparat bertugas melindungi rakyat, bahkan ketika rakyat menyampaikan kritik kepada Khalifah. Sejarah mencatat, rakyat bebas menegur Umar bin Khaththab r.a., dan Umar menerimanya dengan lapang dada, bukan dengan kekerasan.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam membangun Negara atas dasar syariat Allah. Hukum Allah tidak berpihak pada elit atau pemodal, melainkan untuk menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat. Kritik, masukan, bahkan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar yang dihargai.
Kericuhan unjuk rasa di Medan bukan sekadar masalah mahasiswa versus aparat, tetapi cerminan kegagalan sistem kapitalisme buatan manusia dalam mengelola negara. Selama sistem ini bertahan, kekerasan terhadap rakyat akan terus berulang.
Islam membawa solusi, kepemimpinan yang amanah, aparat yang melindungi, serta aturan yang berpihak pada rakyat, sebagaimana dicontohkan Rasulullah ﷺ dan para Khalifah setelah beliau. Hanya dengan menerapkan hukum Allah secara menyeluruh, keadilan dan ketenteraman benar-benar dapat terwujud.
Wallahu a'lam bishowab.
Posting Komentar