-->

MENGUAK KRISIS KETELADANAN TOKOH RELIGIUS, GURU NGAJI MENJADI-JADI?


Oleh : Patima Rahadi

Beberapa waktu lalu, kasus kiai cabuli anak angkat dan keponakan sendiri menggegerkan warga Bekasi.

Miris, sosok tersangka pencabulan tersebut merupakan seorang yang disebut-sebut mempunyai pengaruh di wilayah Bekasi, sehingga pengaduan korban kerap tidak dipercaya.

Kasus ini terungkap setelah korban yang merupakan anak angkat pelaku sendiri melapor ke polisi pada 7 Juli 2025 lalu.

Sudah tak tahan mendapat perlakuan tak pantas itu membuat korban akhirnya memberanikan diri melapor.

Ia mengaku mendapat pencabulan tersebut sejak duduk di bangku SMP hingga kuliah. Tak hanya anak angkatnya, kiai itu juga tega mencabuli keponakannya sendiri sejak masih di bawah umur.

Diketahui korban adalah anak angkatnya berinisial ZA (22) dan keponakannya berinisial SA (21).

Kini, pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Bekasi. (TribunJabar.id,24/09/25)

Penyalahgunaan otoritas agama tersebut membuat pelaku memanfaatkan status kiai untuk melakukan perbuatan diluar norma agama seperti kekerasan seksual sistematis, hal ini menunjukan lemahnya pengawasan dan akuntabilitas lembaga keagamaan.

Budaya _victim-blaming_ menjadikan sikap keluarga yang membela pelaku sebagai cerminan masih kuatnya budaya membungkam korban dan melindungi pelaku atas nama menjaga kehormatan serta tidak ingin kehilangan pengaruhnya diwilayah tersebut.

Krisis moral ini adalah masalah sistematik yang dengan adanya kasus ini menegaskan bahwa nilai keteladanan dalam masyarakat sudah runtuh, serta perlunya sistem hukum dan sosial yang tegas, transparan dan berpihak pada korban.

Sejatinya, Islam menawarkan Negara (Khilafah) dengan wajibnya penegakan hukum syariah yang memiliki sanksi tegas bagi pelaku kejahatan seksual, tanpa memandang status sosial atau agama, demi menjaga kehormatan dan keamanan masyarakat.

Pendidikan yang ditawarkan Islam berbasis aqidah Islam guna membentuk syaksiyah atau kepribadian islam yang kuat sejak dini, agar setiap masyarakat memiliki kesadaran moral, saling menjaga kehormatan dan takut akan dosa.

Sistem sosial dalam Islam menciptakan lingkungan yang melindungi individu melalui pengawasan masyarakat (hisbah), memisahkan aktivitas laki-laki dan perempuan sesuai dengan syariat, serta dukungan negara bagi korban agar pulih secara lahir dan batin.

Islam mengatur berbagai lini kehidupan bukanlah hisapan jempol semata, karena Allah senantiasa memberikan aturan agar manusia tetap berada pada koridor kemuliaan dan kemaslahatan seluruh manusia.

Waallahualam bishowab.8i