KRISIS PENDIDIKAN AKHLAK DI NEGERI INI
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)
Memperihatinkan. Saat ini negara kita krisis pendidikan akhlak. Seperti kasus yang tengah viral, yang menorehkan luka cukup dalam dalam dunia pendidikan kita, yaitu seorang kepala sekolah yang dilaporkan ke Polisi hanya karena menegur dan menampar siswa yang merokok di sekolah. Ironisnya, ratusan siswa malah berpihak pada temannya yang melanggar hukum. Mereka mogok massal dan menuntut pemecatan kepala sekolahnya. Anti klimaks, akhirnya kasus ini berujung damai (www.news.detik.com, Kamis 16 Oktober 2025) (1).
Kasus yang lain, seorang mahasiswa Universitas Udayana bunuh diri diduga akibat alami perundungan. ironisnya, sudah meninggal, masih saja di-bully di grup WhatsApp kampusnya (www.detik.com, Jumat 17 Oktober 2025) (2). Di sisi lain, ada media yang melecehkan dunia pendidikan pesantren. Trans7 melecehkan adab santri, dengan penggambaran adab santri yang menghormati gurunya sebagai budaya feodal dan tak pantas (www.indonesia.jatimtimes.com, Selasa 14 Oktober 2025) (3).
Krisis pendidikan akhlak ini bermuara pada sistem sekuler kapitalistik. Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan ini, sehingga dunia Pendidikan hanya berfokus pada pencapaian prestasi akademis minim orientasi spiritual dan moral. Dampaknya murid menjadi kehilangan tujuan hidup dalam menjalani proses Pendidikan, yaitu sekadar demi bekal mencari pekerjaan, bukan membentuk kepribadian mulia.
Para guru pun tak beda dengan para muridnya, ikut arus dalam krisis akhlak; yang akhirnya terlibat kasus pelecehan dan korupsi. Masih banyak guru yang gagal menjadi teladan bagi murid-muridnya, karena silau dengan kehidupan duniawi. Inilah buah dari sistem pendidikan sekuler yang sejak awal memang berpaling dari al-Quran. Sistem sekuler telah menjadikan dunia pendidikan memisahkan ilmu dari iman, lahirlah generasi yang boleh jadi pandai, tetapi tidak berakhlak; boleh jadi pintar, tetapi tidak bermoral.
Dalam Islam, tujuan pendidikan bukan sekadar mencetak manusia cerdas, tetapi mencetak insan yang berkepribadian Islam (syakhshiyyah islâmiyyah), yakni membentuk pola pikir (‘aqliyyah) dan pola sikap (nafsiyyah) yang didasarkan pada akidah Islam. Tujuan pendidikan ini terangkum, antara lain, dalam firman Allah SWT saat menjelaskan tujuan pengutusan Rasulullah saw.:
“Dialah (Allah) yang mengutus di tengah-tengah kaum yang ummi seorang rasul dari kalangan mereka. Dia (bertugas) membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa/diri) mereka, serta mengajari mereka al-Quran dan hikmah; sementara mereka sebelumnya benar-benar ada dalam kesesatan yang nyata” (TQS al-Jum’ah [62]: 2).
Rasulullah ﷺ pun menegaskan bahwa beliau diutus untuk membentuk akhlak mulia umat manusia. Demikian sebagaimana sabda beliau:
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR al-Bazzaar dan al-Baihaqi).
Rasulullah saw. pun menjelaskan pentingnya akhlak mulia dan keutamaannya. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling bagus akhlaknya” (HR al-Bukhari).
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya” (HR al-Bukhari).
Dalam Islam, penghormatan murid kepada guru adalah adab yang penting dan mulia. Dalam Islam, pendidikan sejati bukan sekadar transfer ilmu, tetapi terutama pembentukan karakter dan akhlak, alias penguatan kepribadian Islam (keserasian antara pola pikir dan pola sikap yang sama-sama Islami), yang bersumber dari akidah Islam. Allah SWT telah menegaskan:
“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), maka sesungguhnya bagi dia kehidupan yang sempit” (QS Thaha [20]: 124).
Karena itulah para ulama dulu sangat menekankan pentingnya mendahulukan pembinaan adab/akhlak terlebih dulu sebelum penyampaian ilmu. Sehingga populer pernyataan “adab sebelum ilmu”. Adab (akhlak) adalah fondasi ilmu. Maka tak heran, sistem pendidikan Islam mampu melahirkan generasi para ulama dan ilmuwan yang cerdas, sekaligus dipenuhi dengan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia.
Karena itu pula, dalam konteks pendidikan, Islam menanamkan akidah Islam pada anak didik sebagai hal pertama dan utama sebagai asas seluruh ilmu. Akidah akan membentuk perilaku mereka yang diatur oleh syariah, dan mengarahkan potensi mereka untuk beramal demi ridha Allah SWT.
Sistem pendidikan Islam telah mencapai puncak keemasan selama ratusan tahun di bawah naungan Khilafah, terutama pada era ‘Abbasiyah. Dunia Pendidikan di bawah naungan Khilafah sangatlah gemilang. Khilafah membangun ribuan madrasah, perpustakaan dan pusat riset. Pendidikan bersifat gratis, terbuka untuk semua kalangan dan diselenggarakan oleh negara dengan kualitas tinggi. Tentu dengan bertumpu pada pondasi akidah Islam yang kokoh.
Para Khalifah pun berlomba memberikan kontribusi terbaik di dunia pendidiikan. Salah satunya Khalifah al-Ma’mun, yang mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad, yang merupakan Pusat ilmu pengetahuan dunia pada abad ke-9 M. Dari sinilah lahir para ilmuwan besar di berbagai bidang; seperti matematika, kimia, astronomi, kedokteran, dan lain-lain. Mereka bukan sekadar ilmuwan, tetapi juga ulama; yang memadukan iman dan ilmu. Bahkan karya mereka dikaji selama ratusan tahun hingga generasi saat ini. Ibnu Katsir mencatat bahwa saat era Khilafah, dunia dipenuhi oleh para ulama dan pelajar (Ibn Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 10/279).
Ini karena dalam Islam, negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat. Mengacu sabda Nabi :
“Imam (Khalifah) adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia pimpin” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Di antara tanggung jawab pemimpin atas rakyatnya adalah menyelenggarakan pendidikan berkualitas dan gratis untuk mereka. Tanggung jawab ini, oleh para pemimpin, kelak akan dipertanggungjawabkan di hari akhir. Karena beratnya amanah ini, maka para pemimpin di era Khilafah sangat serius dalam memberikan pelayanan Pendidikan untuk rakyatnya. Ini didukung oleh pendanaan negara dengan sumber tak terbatas dari Baitul Mal, yang salah satunya yang terbesar adalah dari kepemilikan umum berupa asset rakyat, yaitu SDA (Sumber Daya Alam) yang melimpah; seperti tambang emas, tambang minyak, tambang batubara, tambang nikel, tambang gas alam, dan lain-lain. Tujuan Pendidikan dalam Islam adalah untuk mencetak generasi beriman, berilmu dan berakhlak mulia.
Krisis akhlak di dunia pendidikan, tidak bisa diselesaikan hanya dengan revisi kurikulum atau pelatihan para guru. Bukan juga sekadar krisis perilaku oknum individu. Karenanya, solusinya tidaklah sebatas menambah jam pelajaran agama. Semua itu hanyalah solusi tambal-sulam, karena kerusakan ada pada sistem sekuler kapitalistik yang mewadahi dunia pendidikan tersebut. System sekuler kapitalistik itu rusak sejak akar dan telah gagal membentuk manusia bertakwa. Solusinya adalah sistem pendidikan sekuler harus diganti dengan sistem pendidikan Islam, dengan penerapan Islam kafahnya (penerapan Islam secara menyeluruh). Dan yang bisa mewujudkan ini hanyalah Khilafah, sistem pemerintahan yang pernah menjadikan umat Islam berjaya selama berabad-abad lamanya.
Wallahualam Bisawab
Catatan Kaki :
(1) https://news.detik.com/berita/d-8164386/akhir-damai-kepsek-dan-siswa-yang-ditampar-usai-kedapatan-merokok
(2) https://www.detik.com/bali/berita/d-8164539/5-fakta-baru-kasus-bunuh-diri-mahasiswa-unud?utm_source=copy_url&utm_campaign=detikcomsocmed&utm_medium=btn&utm_content=bali
(3) https://indonesia.jatimtimes.com/baca/347600/20251014/060900/kronologi-kasus-tayangan-trans7-yang-dianggap-hina-kiai-dan-pesantren
(4) https://www.suara.com/news/2025/10/18/231020/guru-takut-tegur-murid-merokok-dilema-ham-vs-disiplin-hancurkan-wibawa-pendidik?utm_source=telegram&utm_medium=share

Posting Komentar