-->

Islam Memuliakan Guru


Oleh: Hamnah B. Lin

Perwakilan guru dari Ikatan Pendidik Nusantara (IPN) keras menyuarakan nasib guru yang statusnya PPPK. Mereka meminta pemerintah agar lebih memperhatikan dan mensejahterakan guru. Salah satu perwakilan guru mengatakan PPPK tidak memiliki jenjang karier dan tidak memiliki uang pensiun serta gaji yang minim. Hal itu berbeda jauh dengan PNS ( Liputan6, 26/09/2025 ).

Sungguh miris, Indonesia yang notabene negara kaya namun nasib guru sebagai pendidik generasi memililukan. Guru adalah ujung tombak lahirnya generasi, kwalitas generasi ditentukan oleh kwalitas guru. Maka guru yang berkwalitas hakikatnya menjadi kebutuhan mendasar bagi pendidikan sebuah negara.

Kesejahteraan guru sejatinya bukan sekadar persoalan teknis anggaran, sebagaimana terus dituduhkan bahwa guru menjadi beban negara, tapi berakar dari paradigma negara terhadap pendidikan. Setidaknya ada tiga hal yang mencerminkan kondisi ini. Pertama, negara kerap berdalih anggaran tidak cukup untuk menggaji guru secara layak. Padahal, SDA yang seharusnya menjadi modal utama pembangunan semestinya juga menjadi sumber utama pendapatan negara. Sayang, pengelolaan SDA diserahkan kepada swasta dan asing. Penerapan kapitalisme membuat negara kehilangan potensi pemasukan besar karena hanya berperan sebagai regulator dan penerima pajak. Akibatnya, anggaran negara kini justru bergantung pada pajak dan utang, dua sumber pemasukan yang justru membebani rakyat.

Kedua, dalam sistem sekuler kapitalistik, guru tidak ditempatkan sebagai pendidik generasi mulia, melainkan sekadar faktor produksi pencetak tenaga kerja. Nilai jasa mereka diukur dengan untung dan rugi, bukan dengan peran strategisnya membangun peradaban. Demi efisiensi, guru bahkan diperlakukan layaknya komoditas yang bisa ditekan biayanya.

Ketiga, negara abai atas tanggung jawab pendidikan. Alih-alih menjadikannya prioritas dan menanggung penuh kebutuhan guru, negara hanya berperan sebagai fasilitator. Kualitas pendidikan pun menurun. Hal itu tampak dari rendahnya kualitas pemimpin yang lahir dari sistem ini. Hasilnya, banyak di antara pemimpin yang tidak memiliki kapasitas moral dan intelektual untuk mengurus rakyat. Pendidikan dianggap sekadar beban anggaran negara, bukan investasi peradaban jangka panjang. Kondisi ini adalah bukti nyata kezaliman negara terhadap rakyatnya. Baik guru honorer maupun ASN sama-sama diperas tenaganya tanpa jaminan kesejahteraan yang sepadan.

Hal ini sungguh jauh tatkala Islam menjadi sebuah sistem yang diterapkan dalam sebuah institusi negara. Islam menjunjung tinggi ilmu dan orang yang berilmu. Hal ini  ditunjukkan dalam banyak nas, baik Al Qur’an maupun hadis-hadis Nabi ﷺ.

Allah ﷻ berfirman dalam QS Al-Mujadalah [58] ayat 11,

يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ ​ؕ وَاللّٰهُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِيۡرٌ‏ ١١ …

“Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Islam juga mendorong umatnya untuk belajar dan mengajarkan ilmu kepada orang lain. Bahkan, hal ini dianggap sebagai sedekah terbaik dan mendapatkan pahala besar di sisi Allah. Sabda Nabi ﷺ, “Sebaik-baik sedekah adalah seseorang muslim belajar ilmu, kemudian mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.”

Para ulama pun sepakat bahwasanya posisi guru adalah posisi mulia. Ibnu Mubarak dalam kitab Tahzibil al-Kamal Jilid XVI hlm. 20 menyebutkan bahwa setelah derajat kenabian, tidak ada derajat yang lebih tinggi daripada menyebarkan ilmu. Ini karena ilmu adalah sumber kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ilmu juga sarana untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, serta untuk membimbing umat manusia menuju jalan yang Allah ﷻ ridai. Sabda Nabi ﷺ, “Aku tidak mengetahui setelah kenabian ada derajat yang lebih utama dari menyebarkan ilmu.”

Sistem Islam juga menjamin tunjangan guru dan tidak menunggu guru untuk menuntut haknya. Tidak hanya terkait upah mengajarkan Al-Qur’an (Kitabullah), tetapi juga bagi guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan lainnya. Ini karena jika penyebaran ilmu terhambat dengan adanya prasyarat upah, bisa dibayangkan bagaimana nasib umat ke depannya.

Dalam kitab Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam (Sistem Ekonomi Islam), Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa besaran gaji dalam Islam ditentukan berdasarkan nilai jasa yang diberikan. Upah atau gaji bisa berbeda-beda karena perbedaan nilai jasa, bukan karena status pekerjaan (ASN atau non-ASN, guru tetap atau guru kontrak). Untuk itu, negara akan menunjuk ahli (hubara) guna mengukur nilai jasa seorang guru secara objektif dan memastikan guru mendapatkan kompensasi yang sesuai.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah Kitabullah.” (HR Al-Bukhari no. 5737).

Dalam sebuah riwayat, Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al-Wadl-iah bin Atha, bahwasanya ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khaththab ra. memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas; jika saat ini harga 1 gram emas = Rp 1 juta saja, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp63.000.000).

Begitu pula pada masa Shalahuddin al-Ayyubi. Syekh Najmuddin al-Khabusyani, misalnya, yang menjadi guru di Madrasah ash-Shalāhiyyah, setiap bulannya digaji 40 dinar dan 10 dinar untuk mengawasi wakaf madrasah (jika 1 dinar= 4,25 gram emas; 40 dinar= 170 gram emas; bila 1 gram emas harganya Rp 1 juta, gaji guru pada saat itu tiap bulannya sebesar Rp170 juta).

Syekh Az-Zarnuji, penulis kitab Ta’limul Muta’allim, menyampaikan bahwa memuliakan guru adalah dengan memberikan haknya. Beliau juga mengumpamakan bahwa satu huruf yang diajarkan guru setara dengan 1.000 dirham (yang saat ini setara Rp4 juta).

Demikian Islam memuliakan guru dengan memenuhi haknya, menjaga kwalitasnya. Semua bisa tercapai tatkala keuangan negara diatur dengan sistem ekonomi Islam, sumber kekayaan dikelola dengan benar untuk kepentingan rakyat. Dan yang mendasar adalah ketika sistem pemerintahan Islam yakni khilafah Islamiyah telah tegak.
Allahu a'lam.