-->

Pergaulan Bebas Berujung Mutilasi, Bukti Liberalisme Hancurkan Moral Bangsa


Oleh : Dinda Kusuma W T

Tragis, nasib yang dialami Tiara Angelina Saraswati yang dibunuh secara kejam oleh kekasihnya, Alvi Maulana. Pelaku memotong tubuh korban menjadi 554 bagian, bukan sekadar kejahatan individual, melainkan potret gelap masyarakat hari ini. Betapa rapuhnya nilai kemanusiaan dalam kehidupan yang kian jauh dari tuntunan Islam.

Ironisnya, kasus mutilasi yang terjadi pada Minggu dini hari (31/08/2025) di Surabaya ini, bukanlah yang pertama di Jawa Timur. Pada Januari 2025, Rochmat Tri Hartanto diketahui membunuh dan memutilasi teman perempuannya di Kediri. Sebulan setelahnya, Februari 2025, Agus Sholeh ditemukan mengenaskan, dimutilasi oleh rekan kerjanya di Jombang (kompas.id, 10/092025). Rangkaian peristiwa sadis ini menunjukkan adanya tren kejahatan ekstrem yang kian sering terjadi. Nyawa manusia seolah tak lagi memiliki harga.

Saat ini, bangsa Indonesia bisa dikatakan sedang mengalami degradasi moral. Bukan hal yang asing jika mendengar berita seorang remaja yang hamil di luar nikah, kemudian melakukan aborsi atau membuang bayinya. Berbagai macam kasus seks bebas, LGBT, dan pelecehan seksual seakan sudah makanan sehari-hari. Gongnya adalah marak kasus pembunuhan dengan mutilasi berlatar asmara diluar pernikahan. Mirisnya, upaya pemerintah dalam menangani persoalan ini terlihat setengah hati. Bahkan tampaknya pemerintah justru mengarahkan rakyat Indonesia menjadi bangsa yang liberal.

Padahal, kemerosotan moral bangsa adalah sumber kehancuran. Maraknya seks bebas, perilaku liberal dan hedonis bisa merendahkan martabat bangsa Indonesia. Lebih jauh, akan muncul berbagai persoalan sosial yang meresahkan. Tidak bisa kita bayangkan bagaimana kondisi anak-anak generasi penerus bangsa ini jika liberalisasi seksual sepenuhnya telah menguasai negeri ini.

Pandangan bahwa negara-negara Barat maju karena menganut sistem sekuler liberal merupakan pandangan yang salah. Kemajuan perekonomian serta ilmu pengetahuan dan teknologi logikanya harus diimbangi dengan ketinggian moral dan martabat bangsa. Seharusnya, pemerintah adalah pihak yang pertama tanggap dalam mencegah dan mengatasi masalah inj jika ingin Indonesia menjadi negara yang lebih maju. Bukan sebaliknya, menjerumuskan bangsa ke dalam jurang nista liberalisme. 

Inilah kenyataan pahit sistem demokrasi dan sekulerisme yang harus kita hadapi. Sepenuhnya, kita tidak bisa mengharapkan kebaikan dari aturan-aturan yang dibuat dengan sistem demokrasi. Sebab aturan tersebut dibuat oleh manusia yang akal dan logikanya terbatas. Manusia tidak akan mampu memandang secara objektif dan menyeluruh terhadap seluruh persoalan umat manusia. Satu-satunya yang mampu melakukan hal ini hanyalah Allah SWT. Satu-satunya aturan yang tidak akan menimbulkan penafsiran ganda, tidak akan diboncengi kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan adalah aturan yang berasal dari sang Pencipta. Sebab Dialah yang menciptakan dan mengatur manusia, maka Dialah yang mengerti bagaimana fitrah dan persoalan yang akan dihadapi oleh setiap manusia.

Sistem islam, adalah sistem yang mampu mengatur kehidupan manusia sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Islam bukan hanya agama ritual belaka. Melainkan sebuah ideologi yang melahirkan berbagai peraturan lengkap dan menyeluruh bagi manusia. Mampu memberikan perlindungan dan pengaturan yang adil bukan hanya bagi umat Islam, tapi juga bagi seluruh umat manusia apapun agamanya. Apabila hanya sistem islam yang kita terapkan, niscaya keberkahan akan senantiasa dilimpahkan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya dalam surat Al A'raf ayat 96,
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan" 
(TQS. Al A'raf : 96).