Lima Tingkatan Memaknai Kemerdekaan Suatu Negara
Mubalighah Kota Depok, Ustadzah Santi Fawrita menjelaskan ada lima tingkatan dalam memaknai kemerdekaan suatu negara.
“Menurut para pakar hukum dan para intelektual bahwasanya kemerdekaan itu ada lima tingkatannya, ungkapnya dalam Forum Kajian Komunitas Keluarga Sakinah, Kemerdekaan Hakiki, dengan syari'at Allah, Ahad (24/08/2025) di Depok.
Adapun kelima tingkatan tersebut yakni: Pertama, kemerdekaan secara fisik. Kemerdekaan secara fisik yakni bebas dari penjajahan militer asing, menguasai wilayah sendiri.
“Mungkin di level ini kita sudah terlepas, penjajahannya sudah tidak ada, kemerdekaan fisik sudah terjadi, Ternyata itu belum berakhir, belum selesai, penjajahan masih ada. Maka dari itu harus kita perjuangkan, harus kita merdekakan,” terangnya.
Kedua, kemerdekaan politik, yakni negeri itu berdaulat, mengambil keputusan tanpa dikendalikan oleh pihak luar.
“Kita ingat ketika wabah covid melanda, sebenarnya para ilmuwan kita telah mampu menemukan vaksin. Akan tetapi kita tidak tahu karena tidak boleh disebarkan dan tidak boleh untuk dipakai oleh lembaga kesehatan dunia. Jadi yang melakukan upaya kesehatan pihak luar saja. Artinya kita belum merdeka secara politik. Itu pun harus diperjuangkan,” ujarnya.
Ketiga, kemerdekaan secara ekonomi, yakni mandiri mengelola sumber daya tanpa ketergantungan utang asing.
“Saat ini kita belum merdeka secara ekonomi, karena negeri ini punya utangnya banyak, berarti belum bisa ngurus untuk kebutuhan sehari-hari, karena sebagian besar kebutuhan dalam negeri itu harus beli dari luar. Maka dari itu harus ada utang untuk bisa memenuhinya. Dengan demikian kalau secara ekonomi belum merdeka maka harus pula diperjuangkan,” bebernya.
Keempat, kemerdekaan secara pemikiran. Mandiri menentukan arah ideologi dan pendidikan sesuai nilai sendiri.
“Ada pepatah yang mengatakan, kalau suatu negeri ingin maju dan modern maka pelajarilah teknologi, tetapi kalau kita memperdalam agama, maka akan membuat kita semakin mundur dan terbelakang. Inilah yang dikatakan penjajahan secara pemikiran, padahal dalam Islam yang nantinya akan diterima di sisi Allah hanya umat Islam, yang dikatakan sebagai umat terbaik hanya umat Islam semata,” bebernya.
Makanya, lanjutnya, di sekolah-sekolah pendidikan agama jam pelajarannya hanya sedikit, kebanyakan mempelajari ilmu-ilmu terapan (teknologi). “Karena tadi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam pendidikan harus banyak diberikan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teknologi, untuk agama sebatas untuk bisa melakukan ibadahnya saja,” ungkapnya.
Kelima, kemerdekaan hakiki. Jadi dikatakan kemerdekaan hakiki jika suatu negeri bisa memimpin dengan hukum Allah, menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat.
“Sudahkah saat ini kita meraihnya, ternyata belum. Jadi berdasarkan para pakar yang menyatakan, hal itu harus dilakukan step by step. Kalau kita mau mencapai kemerdekaan hakiki dengan syari'at Allah ternyata perjuangannya banyak. Untuk itu ia mengajak seluruh jamaah yang hadir untuk bersama-sama berjuang mewujudkannya,” pungkasnya.[]Sari Liswantini
Posting Komentar