Sekolah Rakyat Gratis, Pendidikan Berkasta Ala Kapitalis
Oleh: Hamnah B. Lin
Sebanyak 19 Sekolah Rakyat di Jawa Timur (Jatim) dipastikan siap beroperasi pada awal tahun ajaran baru 2025/2026. Kepala Dinas Sosial Jatim, Restu Novi Widiani, mengungkapkan bahwa fasilitas sarana dan prasarana sudah lengkap dan peserta didik juga telah siap untuk memulai proses belajar mengajar ( kompas.com, 23/07/2025 ).
Pemerintah mengeklaim bahwa program sekolah rakyat gratis adalah upaya konkret dalam memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan. Program ini rencananya bakal berjenjang dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah Rakyat direncanakan berbentuk asrama atau boarding school.
Kurikulum yang diterapkan juga akan mengadopsi kurikulum nasional dengan penambahan materi khusus yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan mereka.
Sedangkan menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya pengotak-kotakan sekolah ini akan menimbulkan segregasi sosial yang makin kental di tengah masyarakat. Segregasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pemisahan kelompok atau individu berdasarkan karakteristik tertentu seperti ras, agama, suku, atau status sosial.
Segregasi sosial akan makin tampak di tengah masyarakat. Seakan-akan orang miskin dilarang bergaul dengan orang kaya. Orang yang tidak berprestasi tidak bisa satu circle (lingkaran pertemanan) dengan orang yang berprestasi. Ini justru sama saja dengan bagian dari melanggengkan kebodohan.
Apalagi dibuatnya Sekolah Rakyat dengan konsep boarding agar mereka bisa makan makanan bergizi. Seolah-olah anak miskin tidak butuh pendidikan yang berkualitas. Orang miskin juga seperti dianggap tidak butuh literasi yang tinggi untuk meningkatkan wawasan. Sekadar makan makanan yang bergizi dan bisa membaca/menulis dinilai sudah cukup bagi mereka. Ini jelas mencederai konsep pendidikan yang sejatinya hak tiap warga negara. Seharusnya, siapa pun berhak mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama.
Kehadiran Sekolah Rakyat tetap tidak bisa dilepaskan dari kelalaian negara. Program Sekolah Rakyat menjadi bukti kegagalan politik pendidikan kapitalisme selama ini, khususnya yang mengakibatkan banyak anak dari keluarga miskin ekstrem dan miskin tidak mampu mengakses pendidikan.
Sekolah Rakyat juga menghadapi problem terkait kebutuhan tenaga pendidik dan penunjang, juga program pendidikan yang diterima disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi mereka sehingga kurikulum berfokus pada penyiapan bekerja, yakni dengan pembekalan beberapa keterampilan agar dapat mengangkat ekonomi keluarga atau memutus rantai sosial yang tidak produktif. Sungguh program tersebut bukanlah solusi hakiki dari kebutuhan akses pendidikan negeri ini.
Sejatinya, seluruh rakyat membutuhkan pendidikan gratis sekaligus berkualitas, yakni yang mampu mengantarkan pada misi penciptaan manusia oleh Sang Pencipta. Hal itu tidak bisa diharapkan dari program seperti Sekolah Rakyat ini. Pada titik inilah, kita layak untuk menatap hanya pada apa yang sudah digariskan oleh Islam dengan segenap aturannya.
Sungguh jauh ketika Islam diterapkan, tujuan pendidikan di dalam Islam bukan semata untuk materi melainkan yang utama adalah membangun kepribadian Islam dan menyiapkan para peserta didik bisa berkontribusi untuk kemaslahatan umat. Semua diajarkan dengan berlandaskan akidah Islam. Seluruh jenjang, mulai dari dasar hingga perguruan tinggi, kurikulumnya berbasis akidah Islam.
Akidah Islam akan menjadikan peserta didik memahami hakikat dari penciptaan, yakni beribadah kepada Allah Swt.. Manusia adalah makhluk yang lemah yang membutuhkan aturan Sang Pencipta dalam mengatur kehidupannya. Dengan kemampuan akalnya, manusia akan mencari ilmu untuk menyempurnakan ibadahnya. Inilah hakikat ilmu yang Islam ajarkan, semata untuk menjadikan mereka makin bertakwa.
Ketakwaan yang tinggi akan melahirkan individu-individu yang cemerlang dan memahami bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk sesamanya. Inilah yang semestinya menjadi motivasi tertinggi mereka dalam menuntut ilmu. Ilmu tidak semata ditujukan untuk mencari pekerjaan, seperti makna ilmu hari ini.
Negara Khilafah sebagai sistem pemerintahan dalam Islam memberikan layanan pendidikan dengan fasilitas terbaik berlandaskan pada prinsip-prinsip berikut:
Pertama, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Metode pendidikan dirancang untuk·merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut dilarang (Syekh Abu Yasin, Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah, hlm. 8).
Kedua, seluruh pembiayaan pendidikan di Negara Khilafah diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum). Seluruh pemasukan Negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai dan kharaj maupun milkiyyah ‘amah boleh diambil untuk membiayai sektor pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, negara tidak akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Jika harta di baitulmal habis atau tidak cukup untuk menutupi pembiayaan pendidikan, Negara Khilafah meminta sumbangan sukarela dari kaum muslim.
Ketiga, akses pendidikan gratis dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi bagi seluruh rakyat Negara Khilafah. Islam tidak akan membiarkan peluang kebodohan berkembang di kalangan umat Islam hanya karena terhalang biaya pendidikan. Oleh karena itu, Negara Khilafah memberikan pendidikan bebas biaya untuk membuka pintu seluas-luasnya bagi seluruh rakyat agar dapat mengenyam pendidikan sesuai bidang yang mereka minati.
Keempat, negara menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya di samping gedung-gedung sekolah dan universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fikih, usul fikih, hadis, dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, dan penemuan-penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahid dan para penemu (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam dalam Bab “Strategi Pendidikan”, hlm 176)
Langkah - langkah nyata diatas akan bisa dilaksanakan ketika daulah khilafah tegak sebagai sebuah negara yang amanah, bertanggungjawab dan memiliki sandaran shohih yakni Alquran dan al-hadits. Maka menjadi tugas kita bersama untuk turut berjuang mewujudkannya sebagai amal menunaikan kewajiban.
Wallahu a'lam biasshowab.
Posting Komentar