Penipuan Lowongan Kerja Terus Berulang, Saatnya Negara Hadir dengan Solusi Hakiki
Oleh : Vita Novita
Aktivis Dakwah
Kasus penipuan berkedok lowongan kerja kembali menyita perhatian publik. Baru-baru ini, Polsek Cikarang Pusat berhasil menangkap seorang pria berinisial WH karena diduga melakukan penipuan terhadap sejumlah pencari kerja. Salah satu korbannya, Alviona, mengalami kerugian hingga Rp19 juta. Lebih tragis lagi, data pribadinya disalahgunakan untuk mengajukan pinjaman online senilai Rp3,5 juta. (TribunBekasi.com, 15/7/2025)
Kasus semacam ini bukanlah yang pertama kali. Hampir setiap tahun, penipuan serupa kembali muncul dengan pola dan modus yang berulang. Pelaku memanfaatkan harapan para pencari kerja yang ingin mendapatkan penghasilan layak. Dengan iming-iming gaji besar, posisi strategis, atau kerja di perusahaan asing, para scammer merancang skenario penipuan yang meyakinkan. Mereka menggunakan media sosial, WhatsApp, bahkan situs lowongan kerja palsu untuk menjaring korban.
Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari akar persoalan struktural, yakni sempitnya lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja yang terus meningkat. Krisis ekonomi yang bersifat sistemik menjadikan jutaan orang rela membayar demi peluang kerja, tanpa sempat memverifikasi legalitasnya. Dalam kondisi ini, pelaku kejahatan semakin leluasa beroperasi.
Lebih jauh lagi, lemahnya literasi digital masyarakat juga menjadi celah empuk bagi para penipu. Banyak korban yang tidak terbiasa memverifikasi informasi, atau bahkan tidak tahu bagaimana cara mengenali ciri-ciri penipuan online. Padahal, sebagian besar pesan yang dikirim para pelaku mengandung kejanggalan, seperti alamat email yang tidak profesional, bahasa yang tidak baku, atau permintaan transfer uang di awal proses rekrutmen.
Namun, penyebab mendasar dari maraknya kejahatan semacam ini sebenarnya terletak pada sistem yang mengatur kehidupan masyarakat hari ini. Sistem sekular kapitalistik yang memisahkan nilai agama dari hukum dan kebijakan ekonomi telah menciptakan lingkungan sosial yang rapuh secara moral, tidak adil secara struktural, dan lemah dalam penegakan hukum. Akibatnya, kejahatan seperti penipuan lowongan kerja terus berulang, karena pelaku merasa hukuman yang dijatuhkan tidak menimbulkan efek jera.
Solusi tambal sulam seperti kampanye digital, peningkatan literasi, atau patroli siber tidak cukup untuk mengakhiri persoalan ini. Negara perlu hadir dengan kebijakan menyeluruh yang menuntaskan masalah dari akarnya. Dalam hal ini, Islam menawarkan pendekatan yang holistik dan aplikatif. Islam tidak hanya mengatur soal ibadah, tetapi juga memiliki sistem ekonomi, hukum, dan sosial yang mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan.
Islam memandang bahwa penyediaan lapangan kerja adalah tanggung jawab Negara. Negara harus memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam (SDA) secara mandiri, membangun industri strategis, dan mendorong pertumbuhan sektor riil. Negara juga wajib menyediakan pelatihan keterampilan bagi masyarakat secara gratis, serta memberi modal usaha melalui kas Negara (Baitul Mal) dan zakat. Dengan begitu, masyarakat tidak akan bergantung pada jalur rekrutmen ilegal yang rawan penipuan.
Dalam aspek hukum, Islam menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi pelaku penipuan, sekaligus memberi efek preventif bagi masyarakat luas. Tidak hanya itu, Islam menanamkan kesadaran moral melalui pembinaan akidah dan pendidikan karakter sejak dini, agar masyarakat menjauhi jalan-jalan batil.
Allah Swt. dengan tegas melarang segala bentuk kezaliman dan penipuan dalam QS Al-Baqarah ayat 188:
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil..."
Ayat ini menegaskan bahwa mengambil harta orang lain secara tidak sah, termasuk lewat tipu daya adalah dosa besar yang harus dihentikan.
Penipuan lowongan kerja adalah cermin dari bobroknya sistem yang saat ini diterapkan. Selama hukum tidak ditegakkan secara adil dan ekonomi masih berpihak pada kepentingan segelintir elite, maka rakyat kecil akan terus menjadi korban. Maka, solusi bukan sekadar menindak pelaku, tetapi membenahi sistem secara menyeluruh.
Sudah saatnya Negara tidak hanya bertindak reaktif, tetapi berani mengambil kebijakan visioner. Dengan menerapkan politik ekonomi Islam secara menyeluruh, kita bisa menghadirkan keadilan sosial, membuka lapangan kerja yang luas, dan melindungi masyarakat dari jebakan para penipu. Sebab keadilan sejati hanya bisa terwujud ketika hukum dan sistem yang berlaku berpijak pada nilai-nilai ilahiah yang sahih.
Wallahu a'lam bish shawab
Posting Komentar