Meraih Kemerdekaan Hakiki dengan Islam
Oleh : Ida Nurchayati
Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2025 tampak semarak, dari upacara kenegaraan, pesta rakyat hingga aneka perlombaan. Tema yang diangkat pada tahun ini adalah "Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera Indonesia Maju". Namun, ironi di usia yang ke-80 tahun, usia yang tidak lagi muda, Indonesia masih bergulat dengan berbagai masalah.
Kemiskinan masih menjadi masalah utama, bahkan jumlahnya rentan bertambah. Dikutip dari tirto.id (7/8/2025), saat ini kondisi ekonomi kelas menengah masih pontang-panting, daya beli masih lesu dan cenderung habis untuk sandang dan operasional harian. Bahkan ada fenomena warga makan tabungan (www.cnbcindonesia.com,8/8/2025).
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) mencatatkan penurunan simpanan nasabah perorangan di perbankan pada triwulan I-2025 sebesar 1,09% secara tahunan. Indikasi makin banyak masyarakat mulai menggunakan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari (www.cnbcindonesia.com, 8/8/2025)
Selain itu, pengangguran semakin meningkat. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, mengungkapkan bahwa selama periode Agustus 2024 hingga Februari 2025 terjadi pengurangan tenaga kerja secara signifikan. Hasil survei Angkatan Kerja Nasional Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 939.038 pekerja yang terkena PHK di 14 sektor usaha (www.metrotvnews.com,8/8/2025).
Persoalan lain yang terjadi adalah pembajakan potensi generasi muda sehingga makin mengokohkan sistem sekuler kapitalisme, dengan menanamkan ide-ide yang menjauhkan umat dari ajaran agamanya yang shahih seperti isu deradikalisasi, Islam moderat hingga dialog lintas agama. Isu radikalisme senantiasa dihembuskan, seolah radikalisme mengancam bangsa ini. Padahal ancaman nyata bangsa ini adalah penerapan sistem sekuler kapitalisme, bukan radikalisme. Deradikalisasi sejatinya proyek kafir penjajah barat untuk membendung kebangkitan Islam. Sungguh sayang, ketika penguasa di negeri muslim justru menjadi agen-agen yang menjaga kepentingan barat penjajah. Mereka membuat kebijakan yang melayani kepentingan penjajah dan memusuhi saudaranya seakidah serta ajaran agamanya sendiri.
Miris ketika kemenag justru membuat kebijakan yang merugikan Islam dan umatnya. Disadari atau tidak, mereka telah menjalankan agenda barat seperti dikutip dari kemenag.go.id. (6/8/2025),
Majelis agama lintas iman membacakan deklarasi damai, menyerukan komitmen kebangsaan menjelang HUT RI ke-80 di Serpong sebagai wujud komitmen bersama dalam merawat kebinekaan dan memperkuat persatuan nasional. Padahal nasionalisme adalah racun dari barat untuk memecah belah umat Islam. Selain itu, Kemenag juga mengembangkan kurikulum berbasis cinta yang mengarah pada pluralisme yang bertentangan dengan akidah Islam.
Penjajahan Gaya Baru
Meskipun penjajah sudah diusir dari bumi pertiwi, namun mereka masih menancapkan ideologi sekuler serta sistem kehidupan yang terpancar darinya berupa sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan dan budaya. Dahulu mereka menjajah bangsa kita dengan militer dan senjata. Namun, dengan sistem kehidupan yang penjajah wariskan, mereka bisa membawa kekayaan alam negara kita dengan undang-undang.
Sistem sekuler merupakan sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam ekonomi muncul kebebasan kepemilikan, dimana individu atau swasta bisa menguasai sumber daya alam yang melimpah serta sektor-sektor strategis lainnya. Sistem ekonomi diserahkan pada mekanisme pasar, maka pemilik modal yang akan memenangkan persaingan. Bahkan pemilik modal bisa mengintervensi kebijakan jalannya pemerintahan. Penguasa hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator yang melayani kepentingan pemilik modal.
Sistem ekonomi kapitalis acapkali mengejar pertumbuhan ekonomi serta mengabaikan distribusi. Sehingga, yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Maka, dalam sistem kapitalisme akan melahirkan kesenjangan ekonomi.
Sungguh memprihatinkan ketika potensi pemuda sebagai generasi penerus dan penjaga peradaban Islam justru potensinya dibajak dan dilibatkan dalam proyek deradikalisasi dan moderasi beragama. Proyek yang digagas kafir barat penjajah untuk membendung kebangkitan Islam. Seharusnya potensi pemuda yang sangat strategis dibina dan dikembangkan untuk mempelajari ajaran agamanya dengan pemahaman yang benar. Sehingga lahir generasi muda sebagai agen perubahan dari gelapnya peradaban kapitalisme menuju peradaban cahaya Islam.
Makna Kemerdekaan
Kemerdekaan hakiki dijelaskan Ibnu Katsir di dalam Kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah menjelang Perang Qadisiyah pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. Sa’ad bin Abi Waqqash panglima pasukan muslim saat itu menerima undangan Rustum panglima Persia untuk melakukan perundingan. Sa’ad mengutus Ruba’i bin ‘Amir ats-Tsaqafi ra.
Ruba’i datang dengan kesederhanaannya sementara Rustum menampakkan kemewahannya. Rustum bertanya pada Ruba'i, “Hai orang Arab, kalian dulu tinggal di padang pasir, penggembala, dan tidak memiliki apapun. Apa yang mendorong kalian datang ke negeri kami? Jika kalian butuh harta, sebut saja berapa yang kalian inginkan, ambil, dan pulanglah. Jika butuh hewan gembalaan, kami akan berikan berapa pun unta dan kambing yang kalian minta. Jika kalian meminta jabatan, pilihlah yang terbaik di antara kalian lalu aku jadikan pemimpin di antara kalian dan kami akan beri upah.”
Ruba’i menjawab dengan tegas, “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasan-Nya, dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam. Dia mengutus kami dengan agama-Nya untuk kami seru mereka kepada-Nya. Barang siapa yang menerima hal tersebut, kami akan menerimanya dan pulang meninggalkannya. Akan tetapi, barang siapa yang enggan, kami akan memeranginya selama-lamanya hingga kami berhasil memperoleh apa yang dijanjikan Allah.”
Itulah makna kemersekaan yang hakiki sebagaimana firman Allah di dalam Surat Adz Dzariat ayat 56 yang artinya,
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.”
Dorongan ekspansi Islam (futuhat) adalah tauhid. Berbeda dengan imperialis kolonialis Barat yang menjajah wilayah-wilayah di Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, atau Asia Tenggara demi “Gold, Glory, and Gospel” (emas, kekuasaan, dan agama).
Kemerdekaan hakiki dalam pandangan Islam ketika seseorang atau bangsa tunduk sepenuhnya pada seluruh perintah dan larangan Allah, serta melepaskan diri dari belenggu sistem yang bertentangan dengan tauhid, seraya menegakkan sistem Islam.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa misi Islam adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Allah berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 257 yang artinya,
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Islam Mampu Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki
Sistem Politik Ekonomi Islam mampu mewujudkan kesejahteraan. Seorang khalifah adalah pelayan umat sebagaimana sabda Nabi saw, yang artinya,
"Seorang imam adalah penggembala. Dan dia bertanggungjawab atas gembalaannya" (HR Bukhari).
Seorang khalifah bertanggungjawab mengurusi urusan umat. Dia wajib menjamin secara tidak langsung bahwa setiap individu terpenuhi kebutuhan pokoknya yaitu sandang, pangan dan papan. Khalifah juga menjamin kebutuhan pokok komunal secara gratis yakni kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Negara wajib mengelola kepemilikan umum untuk kepentingan rakyat, dan haram untuk diprivatisasi atau diserahkan pada swasta atau asing. Negara juga menjamin setiap laki-laki yang baligh bisa mengakses pekerjaan sehingga mampu memberi nafkah orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Negara akan menciptakan lapangan pekerjaan melalui pengelolaan kepemilikan umum atau membuka lapangan pekerjaan pada sektor riil seperti industri, pertanian, perdagangan, dokter, atau sektor riil lainnya. Pekerjaan juga bisa diperoleh dengan menghidupkan tanah mati atau pemberian dari negara berupa tanah, bibit, pupuk atau pemberian modal. Bagi fakir miskin akan mendapatkan santunan dari baitul mal.
Negara wajib melindungi rakyat dari pemikiran yang sesat dan rusak yang menjauhkan individu dari ajaran agamanya yang shahih seperti pluralisme, sekulerisme, moderasi beragama, dan lain sebagainya. Negara akan menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam yang akan membentuk individu-individu berkepribadian Islam serta menguasai tsaqafah Islam dan ilmu kehidupan. Negara akan memblokir ide-ide atau pemahaman yang merusak individu atau masyarakat. Dengan mekanisme tersebut akan lahir generasi penjaga peradaban Islam.
Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki
Meskipun negara kita sudah merdeka secara fisik namun belum mencapai kemerdekaan hakiki, yakni hanya menghamba pada Allah semata, serta lepas dari belenggu dunia dan belenggu kegelapan selain agama Islam. Untuk meraih kemerdekaan hakiki harus ada perubahan yang mendasar atas dorongan ideologi Islam sebagai satu-satunya ideologi atau mabda yang shahih.
Oleh karena itu, tugas kita bersama mewujudkan perubahan tersebut dengan melakukan dakwah berjamaah yang dipimpin oleh kutlah dakwah shahih yang berideologi Islam. Berdakwah secara politis mengemban pemikiran Islam tanpa kekerasan dengan mengikuti metode dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW untuk mengembalikan kehidupan Islam. Kehidupan yang akan mengantarkan umat Islam meraih kemerdekaan hakiki.
Wallahu a' lam

Posting Komentar