-->

Krisis Gaza, Pelaparan Sistemis, Pengkhianatan Penguasa, dan Momentum Kebangkitan Umat

Oleh : Ghooziyah

Gaza kembali menjadi luka terbuka bagi dunia Islam. Sejak Oktober 2023, lebih dari 60.000 jiwa terbunuh akibat agresi biadab Zionis Israel. Tragisnya, 18.000 di antaranya adalah anak-anak — generasi masa depan yang sengaja dimusnahkan. Fakta terbaru mengungkap bahwa Israel secara sengaja membiarkan serangan 7 Oktober agar memiliki alasan untuk melancarkan invasi brutal ke Gaza. Kini, pelaparan sistemis digunakan sebagai senjata genosida: memutus pasokan makanan, obat, dan air, sehingga rakyat Gaza dipaksa memilih antara mati kelaparan atau mati dibom.

Namun, di tengah tragedi kemanusiaan ini, justru negara-negara Arab seperti Arab Saudi, Qatar, dan Mesir mendesak Hamas untuk melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan Gaza kepada Otoritas Palestina. Ironisnya, Mesir bahkan menekan Imam Besar Al Azhar agar mencabut kecaman terhadap Zionis yang menjadi dalang kelaparan. Saat darah umat masih mengalir di jalanan Gaza, sebagian penguasa Muslim justru menjadi corong narasi musuh.

Pengkhianatan atas Ukhuwah Islamiyah

Sikap para pemimpin Muslim ini membuktikan bahwa ikatan ukhuwah Islamiyah telah digadaikan demi kepentingan duniawi: jabatan, kekuasaan, dan pengakuan dari Barat. Padahal, Allah telah menegaskan:
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara..." (QS Al-Hujurat: 10)

Ikatan ini bukan sekadar hubungan emosional, tetapi ikatan akidah yang seharusnya mempersatukan seluruh umat Islam melampaui batas geografis, etnis, dan kepentingan politik. Ketika Gaza diserang, seluruh umat seharusnya merasakan sakit yang sama, seperti satu tubuh yang bagian lainnya ikut merasakan perih ketika satu anggota terluka.

Sayangnya, para penguasa Muslim hari ini bersikap seolah buta dan tuli terhadap penderitaan saudara mereka di Gaza. Mereka tunduk pada tekanan politik dan ekonomi dari musuh Allah, hingga rela mengorbankan kehormatan umat.

Umat Terbaik yang Tertidur

Allah telah memuliakan umat Islam sebagai khairu ummah (umat terbaik) (QS Ali Imran: 110). Janji Allah dalam QS An-Nur: 55 adalah kabar gembira bahwa umat ini akan kembali berkuasa di bumi, memimpin dengan keadilan dan kebenaran.

Sejarah mencatat teladan pemimpin Muslim yang menjaga kemuliaan umat. Khalifah Al-Mu’tashim Billah pernah mengerahkan pasukan besar hanya karena seorang wanita Muslimah memanggilnya dari tanah Romawi. Sultan Abdul Hamid II menolak tegas permintaan Zionis meski mereka menawarkan kekayaan besar, karena ia tahu Palestina adalah amanah yang tidak boleh digadaikan.

Itulah potret kepemimpinan sejati—pemimpin yang tidak hanya memikirkan wilayahnya sendiri, tapi juga kehormatan Islam dan keselamatan umat di seluruh dunia.

Kebangkitan Butuh Kepemimpinan Ideologis

Krisis Gaza bukan hanya ujian bagi rakyat Palestina, tetapi juga cermin kebangkitan atau keterpurukan umat Islam secara global. Untuk mengembalikan kemuliaan itu, umat harus dibangkitkan kesadarannya. Mereka harus yakin pada janji Allah, memahami bahwa kehinaan hari ini adalah akibat jauhnya kita dari penerapan syariat secara kaffah.

Kebangkitan tidak akan lahir dari sekadar bantuan kemanusiaan atau pernyataan solidaritas. Dibutuhkan kepemimpinan politik yang ideologis, yang menjadikan Islam sebagai asas perjuangan dan aturan kehidupan. Kepemimpinan seperti ini tidak akan lahir dari sistem sekuler yang ada saat ini, melainkan dari sebuah jamaah dakwah ideologis yang menapaki thariqah Rasulullah ﷺ dalam menegakkan Daulah Islam.

Palestina Hanya Akan Bebas dengan Khilafah dan Jihad

Realitas pahit menunjukkan bahwa selama umat Islam tidak memiliki satu kepemimpinan global, Palestina akan terus menjadi korban. Perjuangan Hamas dan rakyat Gaza layak dihormati, tetapi mereka tidak bisa sendirian melawan mesin perang Zionis yang didukung penuh Barat.

Hanya Khilafah yang memiliki legitimasi syar’i dan kekuatan politik-militer untuk menyerukan jihad secara menyeluruh. Hanya Khilafah yang mampu mengerahkan kekuatan umat dari Maroko hingga Indonesia untuk mematahkan penjajahan Zionis.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya imam itu perisai, di belakangnya orang-orang berperang dan dengannya mereka berlindung." (HR Muslim)

Tanpa “perisai” ini, umat akan terus tercerai-berai dan lemah di hadapan musuh.

Momentum Kebangkitan Umat

Genosida di Gaza seharusnya menjadi alarm keras bagi seluruh umat Islam. Ini adalah momentum untuk membangkitkan kesadaran bahwa kita butuh perubahan sistemik, bukan sekadar perubahan kosmetik. Kita butuh meninggalkan sistem kapitalisme-sekuler yang membuat penguasa tunduk pada musuh, dan kembali pada sistem Islam kaffah yang memuliakan umat.

Umat Islam harus bersatu dalam barisan dakwah ideologis yang menyerukan tegaknya Khilafah. Kita tidak boleh lagi puas dengan kecaman diplomatik atau bantuan seadanya. Kita harus mengupayakan perubahan hakiki—sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah ﷺ, para sahabat, dan khalifah sepanjang sejarah gemilang Islam.

Penutup

Pelaparan sistemis di Gaza adalah kejahatan perang yang disengaja. Tetapi pengkhianatan sebagian penguasa Muslim jauh lebih menyakitkan, karena ia lahir dari hati yang seharusnya terikat iman. Gaza memanggil kita semua, bukan hanya untuk berempati, tetapi untuk bangkit dan menegakkan kembali kemuliaan Islam.

Janji Allah itu pasti. Dan ketika Khilafah tegak, seruan jihad akan menggema, dan Palestina akan kembali dalam pangkuan umat. Saat itu, tidak ada lagi pelaparan, tidak ada lagi genosida—hanya kemuliaan di bawah panji La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah.

Wallahu a'lam