-->

Kelaparan Gaza dan Pentingnya Persatuan Muslim Dunia


Oleh : Ummu Fathan

Dunia sebenarnya menyaksikan bagaimana kelaparan sistematis diderita oleh penduduk Gaza. Dunia juga menyaksikan bagaimana sulitnya bantuan pangan sampai ke tangan penerima. Pun dunia menyaksikan bagaimana nyawa manusia Gaza hari demi hari dilaporkan semakin banyak yang menghilang karena dipicu kelaparan dan penjajahan bersenjata.

Namun di saat yang sama sepertinya dunia juga tidak berdaya mengehentikan penjajah yang terus melangsungkan aksi jahatnya. Pun di kalangan penguasa terdekat, yang notabenenya juga muslim, seakan pupus ukhuwah islamiyah nya, sehingga upaya menolong saudara sesama muslimnya tidak diwujudkan berupa aksi nyata. Kecaman diberikan, namun perbatasan tidak kunjung dibuka. Doa dilantunkan, namun kekuatan militer tidak dipinjamkan untuk menguatkan pertahanan Gaza supaya penjajah mendapatkan balasan serupa.

Dalam keterbatasan yang sangat menghimpit dan sulit, Gaza bertahan seorang diri secara fisik. Padahal Gaza memiliki milyaran saudara sesama muslim di seluruh dunia. Saudara muslim ini sebenarnya bergerak, bahkan yang non-muslim pun terlibat dalam berbagai aksi kemanusiaan untuk Gaza, namun nyatanya belum cukup untuk menembus angkuhnya kekuatan penjajah. Aksi solidaritas hingga aksi mengirim bantuan melalui jalur laut pun dicoba, namun belum juga berhasil.

Maka kesadaran dunia atas peristiwa kelaparan di Gaza ini selayaknya dibawa menuju kesadaran akan pentingnya persatuan Islam sedunia. Persatuan dalam satu wadah, satu komando, yang berdigdaya menghimpun kekuatan milyaran muslim dunia dalam satu kepemimpinan. Kepemimpinan yang akan merealisasikan kecintaan kepada saudara sesama muslimnya dengan pertolongan nyata, bukan tersebab kemanusiaan belaka, tetapi karena dorongan keimanan. Rasulullah bersabda yang artinya: "Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dorongan persatuan ini selayaknya menyadarkan bahwa faktor utama penyebab krisis kelaparan di Gaza bukan soal kemanusiaan biasa, melainkan berupa pencaplokan atas tanah kaum muslimin yang kemudian diperparah melalui penjajahan bersenjata. Saat ini, umat tidak memiliki pelindung nyata sebagaimana Sultan Abdul Hamid II yang pernah menolak dengan tegas permintaan Theodore Herzl yang menginginkan tanah Palestina. Saat kekhalifahan masih ada, ambisi zionis waktu itu masih dapat dicegah, sebab kekuatan kekuasaan kaum muslim masih mampu menjaga Palestina.

Namun, pasca 1924, saat kekhalifahan Utsmaniyah dihancurkan, zionis perlahan menemukan celah menduduki Palestina hingga saat ini. Mereka mungkin tahu bahwa penjaga nyata Palestina sudah tidak ada, sehingga tidak ada lagi kekuatan yang bisa menghalangi ambisi mereka. Dan itulah yang sekarang terasa. Milyaran umat Islam dan umat lain di dunia yang bersuara atas Gaza dan Palestina seakan-akan tak dipedulikan oleh penjajah. Tak berdaya menghentikan kedzaliman atas saudara sesama muslimnya.

Itulah mengapa, ramai kembali opini yang menyatakan bahwa untuk menolong saudara sesama muslim di Gaza, diperlukan kembali hadirnya kekuatan penjaga yang serupa di masa Sultan Abdul Hamid II. Penguasa yang memiliki kekuatan dan kesanggupan memobilisasi militer untuk mengusir penjajah berkekuatan militer. Penguasa yang memiliki institusi politik penerap hukum Islam, yang berdigdaya menghimpun milyaran umat Islam sedunia untuk benar-benar memberikan pertolongan nyata bagi saudara seimannya di Gaza.

Dengan alasan inilah, semestinya kesadaran kaum muslimin dikembalikan. Bahwa iman kita mengakui sesama muslim bersaudara (QS Al Hujurat ayat 10). Iman pula yang mengharuskan kita taat pada syariat Allah, yang didalamnya juga terdapat perintah untuk menolong saudara seiman yang meminta pertolongan dalam hal agama (QS Al Anfal ayat 72). Dan persaudaraan ini akan benar-benar utuh jika disatukan dalam satu kepemimpinan Islam tunggal. Yang dengan akan memberikan penyelamatan nyata bagi kelaparan dan persoalan di Gaza. []