Kecaman Dunia Menggema, Tapi Zionis Terus Membantai
Oleh : Mommy Hulya
Suara kecaman terhadap kekejaman Zionis Israel menggema dari berbagai penjuru dunia. Pemerintah, aktivis, lembaga, dan tokoh lintas negara menyuarakan protes atas genosida terang-terangan yang berlangsung di Gaza. Namun sayang, semua itu hanya gema tanpa daya. Zionis tetap membantai. Dunia hanya mencela. Gaza tetap berdarah.
Setelah hujan bom dan rudal, datang pula siasat yang lebih licik: penyusupan narkoba dalam bantuan kemanusiaan. Lalu tanpa rasa malu, Menteri Warisan Israel, Amihai Eliyahu, menyatakan bahwa seluruh Gaza seharusnya menjadi milik Yahudi. “Saya tidak peduli jika mereka mati kelaparan,” katanya dingin, meremehkan penderitaan rakyat Gaza yang telah dikepung dan dibombardir selama 21 bulan sejak serangan "Badai Al-Aqsa" dimulai pada 7 Oktober 2023.
Ini bukan lagi konflik biasa. Ini adalah genosida.
Zionis tak sedang mempertahankan wilayah—mereka ingin menghapus eksistensi rakyat Palestina dari tanah suci itu. Dan mereka melakukannya di depan mata dunia, tanpa takut dihukum. Karena mereka tahu: dunia hanya berani bicara, tapi tak pernah bertindak.
Tubuh Terbunuh, Namun Jiwa Merdeka
Namun di balik penderitaan dan kehancuran itu, penduduk Gaza tetap teguh.
Mereka tidak hanya membela tanah air mereka, tapi juga berdiri sebagai benteng terakhir Al-Aqsa, kiblat pertama umat Islam. Mereka bukan hanya korban; mereka adalah penjaga kehormatan umat, yang berjuang dengan iman, meski melawan senjata tercanggih.
Sesungguhnya, Zionis telah kalah secara moral.
Karena mereka tidak mampu menundukkan keyakinan rakyat Gaza.
Mereka bisa meruntuhkan bangunan, tapi tak bisa memadamkan semangat perjuangan.
Mereka bisa membunuh tubuh, tapi takkan pernah membunuh jiwa yang merdeka karena Allah.
Umat Islam Adalah Satu Tubuh
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang, kecintaan, dan kepeduliannya satu sama lain adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Luka Gaza adalah luka kita.
Tangisan anak-anak Palestina seharusnya menggetarkan nurani kita.
Jika hati kita tak tergerak, maka kita perlu bertanya: “Masihkah aku bagian dari tubuh umat ini?”
Munafiknya Para Pemimpin Negeri Muslim
Lalu, di mana para pemimpin negeri-negeri Muslim?
Gaza bersimbah darah, namun mereka masih sibuk berebut tahta dan pengaruh.
Mereka menyampaikan pernyataan simpati di depan kamera, lalu kembali duduk di meja diplomasi bersama penjajah. Padahal Rasulullah ﷺ telah bersabda:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Jika tidak mampu juga, maka dengan hati—dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Suara Kita, Harapan Terakhir Gaza
Umat Islam tak boleh lagi hanya menonton.
Kita mungkin tak punya kekuasaan, tapi kita punya suara, pena, dan doa.
Kita bisa mendidik generasi yang peka terhadap penjajahan.
Kita bisa melawan narasi dusta dengan dakwah yang menyadarkan umat.
Kita bisa membantu Gaza bukan hanya dengan uang, tapi dengan kesadaran, solidaritas, dan keberanian untuk bersuara.
Karena selama Zionis masih membantai, dan dunia hanya diam,
kitalah harapan terakhir Gaza.
Posting Komentar