Bebas Blokir Rekening Pribadi, Bolehkah Dalam Islam?
Oleh : Mela
Belum lama ini, rakyat kembali dibuat geram dengan kebijakan baru dari pemerintah. Setelah ramai kebijakan mengenai tanah yang terlantar selama 2 tahun akan diambil oleh negara, muncul kebijakan lain dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) yang memblokir rekening pasif (dormant) dalam upaya pencegahan kejahatan. Hal ini tidak disetujui oleh anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Marcus Mekeng dengan langkah PPATK yang dinilai terlalu jauh memasuki ranah pribadi. Ia mengatakan bahwa PPATK harus memiliki landasan hukum yang kuat untuk menerapkan aturan tersebut, sebab sebagian orang mempunyai alasan tertentu mengapa mereka menaruh uang di rekening pribadi dan memilih tidak menggunakannya dalam waktu yang lama. (republika.com, 31/7/25)
Kebijakan ini tentu memicu sentimen publik terutama warga internet (netizen) di sosial media. Sebab, imbasnya banyak masyarakat yang mengeluhkan kesulitan untuk menarik uang mereka sendiri karena rekening yang diblokir oleh pihak bank tidak dapat dibuka begitu saja dan harus melalui tahapan panjang untuk dapat mengaktifkannya kembali. Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap kepemilikan pribadi seseorang, apalagi tidak dilandasi dengan dasar hukum yang kuat. Semua ini dapat terjadi secara tiba-tiba pada negara yang menerapkan sistem kapitalisme, di mana negara berperan secara maksimal dalam menekan, memeras dan merampas harta rakyat melalui berbagai lini tanpa hak apapun. Sementara para elit politik oligarki sibuk memanfaatkan celah anggaran mana pun yang dapat dikorupsi dengan mudah.
Sementara dalam Islam, praktik semacam ini melanggar prinsip al-bara'ah al-asliyah (praduga tak bersalah). Seseorang dianggap bebas dari tanggung jawab hukum selama tidak ditemukan adanya bukti-bukti jelas yang memberatkannya. Inilah cara Islam dalam melindungi hak kepemilikan secara mutlak sesuai porsinya. Jadi, tidak ada kewenangan negara untuk membekukan harta rakyatnya secara semena-mena. Sebaliknya, negara yang menerapkan Islam sebagai dasar konstitusi akan menjamin berjalannya distribusi kekayaan dan keadilan melalui berbagai mekanisme sesuai ketentuan hukum syara'. Islam juga menekankan prinsip jujur dan amanah bagi setiap pemegang kekuasaan agar menetapkan sistem hukum yang transparan dan sesuai dengan syariat Allah.
Dengan demikian, bukan hal yang mustahil akan terciptanya ketenangan ketentraman hidup, serta jauh dari rasa cemas dan khawatir akan harta yang kita miliki. Sistem hukum semacam ini hanya dapat dilakukan oleh Khilafah, yakni sebuah institusi yang menerapkan hukum Islam secara kaffah mulai dari individu, masyarakat hingga tataran negara. Wallahu 'alam bi showab
Posting Komentar