Kapitalisme Bebas Blokir Rekening, Islam Menjaga Harta Rakyat
Oleh : Henise
Baru-baru ini publik dikejutkan oleh kabar pemblokiran rekening bank yang disebut dormant (tidak aktif) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pemblokiran ini dilakukan bahkan tanpa bukti hukum yang jelas, sehingga menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk pertanyaan tentang landasan hukumnya. Ada yang mencoba membenarkan kebijakan ini dengan alasan “demi kebaikan nasabah” atau “mencegah tindak kriminal,” namun pada praktiknya, banyak pemilik rekening justru merasa dirugikan dan hak pribadinya dilanggar.
Fenomena ini memperlihatkan wajah asli sistem kapitalisme sekuler: negara menjadi alat penekan rakyat, bukan pelindungnya. Alih-alih mengayomi, negara mencari celah untuk mengatur, membatasi, bahkan mengambil keuntungan dari harta rakyat. Prinsip kepemilikan pribadi yang seharusnya dilindungi justru bisa dikesampingkan demi kepentingan segelintir pihak yang berkuasa.
Kapitalisme: Negara Menguasai, Rakyat Dirugikan
Dalam logika kapitalisme sekuler, semua aspek kehidupan — termasuk kepemilikan harta — tunduk pada regulasi buatan manusia yang dapat berubah-ubah sesuai kepentingan penguasa atau korporasi. Pemblokiran rekening tanpa proses hukum yang transparan menjadi bukti bahwa hak milik pribadi tidak pernah aman di bawah sistem ini.
Bahkan, kebijakan seperti ini melanggar prinsip al-bara’ah al-asliyah (praduga tak bersalah) yang juga diakui dalam hukum internasional. Dalam Islam, seseorang tidak boleh dianggap bersalah atau dibatasi haknya kecuali setelah terbukti secara sah di pengadilan yang adil. Kapitalisme justru membalik logika ini: rakyat harus membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, sementara negara bebas bertindak meski tanpa bukti kuat.
Islam: Menjaga Kepemilikan Pribadi dengan Tegas
Islam memiliki pandangan yang sangat jelas tentang kepemilikan pribadi. Dalam syariat, harta yang dimiliki secara sah oleh individu adalah amanah yang tidak boleh diganggu, apalagi dirampas, kecuali ada dalil dan bukti yang jelas bahwa harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram (misalnya hasil mencuri, menipu, atau merampok).
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.” (HR Ahmad)
Prinsip ini menegaskan bahwa negara dalam Islam tidak memiliki kewenangan untuk merampas, membekukan, atau memblokir harta warga secara sewenang-wenang. Justru, negara — dalam hal ini Khilafah — berperan sebagai ra’īn (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya, termasuk dalam urusan menjaga harta.
Negara sebagai Raa’in, Bukan Perampas
Berbeda dengan kapitalisme yang mengizinkan negara menekan rakyat demi stabilitas finansial atau politik, Khilafah menjadikan pemimpin sebagai pelayan rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem Khilafah, negara memiliki mekanisme jelas dan syar’i dalam menangani kasus yang berkaitan dengan harta. Jika ada dugaan harta diperoleh secara tidak sah, negara akan menyelidikinya melalui peradilan syariah yang terbuka dan transparan. Tidak ada ruang bagi tindakan administratif sepihak yang merugikan rakyat tanpa pembuktian.
Selain itu, Khilafah menjamin distribusi kekayaan agar tidak menumpuk di tangan segelintir orang (QS Al-Hasyr: 7). Prinsip ini tidak hanya mencegah monopoli, tetapi juga menghilangkan kebutuhan negara untuk “mengais” dari harta rakyat melalui pajak atau kebijakan represif seperti pemblokiran rekening tanpa alasan yang jelas.
Transparansi Hukum dan Rasa Aman
Salah satu keunggulan sistem Islam adalah kejelasan batas antara yang haq dan yang batil. Hukum tidak dibuat untuk menguntungkan penguasa atau kelompok tertentu, melainkan untuk menjaga hak seluruh umat. Ketika syariat diterapkan secara kaffah, rakyat akan merasakan ketenteraman karena tahu bahwa harta mereka aman selama mereka memperolehnya secara halal.
Hal ini sekaligus memenuhi kebutuhan ghorizah baqo’ (naluri mempertahankan diri) dalam bentuk perlindungan harta, hajat udhowiyah (kebutuhan jasmani) yang tercukupi tanpa gangguan, dan ghorizah tadayyun (naluri beragama) yang terwujud karena hukum Allah menjadi rujukan utama.
Solusi Tuntas: Kembali pada Sistem Islam
Kasus pemblokiran rekening tanpa dasar hukum yang jelas adalah gejala dari penyakit besar bernama kapitalisme sekuler. Selama sistem ini dibiarkan mengatur kehidupan, pelanggaran hak milik rakyat akan terus terjadi, hanya dengan alasan yang berbeda-beda.
Islam menawarkan solusi yang bukan hanya menyelesaikan masalah teknis, tetapi juga menata ulang seluruh sistem agar sesuai dengan fitrah manusia. Negara Islam tidak hanya melarang perampasan harta, tetapi juga membangun sistem ekonomi yang adil, bebas riba, dan berbasis distribusi kekayaan yang merata.
Penutup
Kapitalisme mengajarkan bahwa harta rakyat bisa diatur dan dibatasi demi “kepentingan umum” yang definisinya sering kabur. Islam mengajarkan bahwa harta rakyat adalah hak yang dijaga, dilindungi, dan hanya bisa diambil dengan alasan syar’i yang jelas.
Kita membutuhkan sistem yang menjamin keamanan harta bukan hanya di rekening bank, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan. Dan sistem itu hanya ada dalam penerapan syariat Islam secara kaffah di bawah naungan Khilafah. Saat itulah rakyat tidak hanya tenang secara finansial, tetapi juga meraih ketenteraman sejati di dunia dan keselamatan di akhirat.
Wallahu a'lam

Posting Komentar