-->

HUT Kemerdekaan yang Merenggut Kemerdekaan


Oleh : Mommy Hulya

HUT Kemerdekaan RI sudah dekat Bendera Merah Putih berkibar, lagu kebangsaan berkumandang, dan semangat nasionalisme kembali digelorakan. Namun tahun ini 17 Agustus bukan lagi perayaan di balik euforia kemerdekaan, diam-diam ada yang dirampas: kemerdekaan itu sendiri.

Jeratan pajak dalam sistem 

Rencana uji coba sistem Payment ID—oleh BI merupakan sebuah identitas tunggal berbasis NIK yang akan mengintegrasikan seluruh transaksi digital masyarakat. Segala bentuk aktivitas keuangan, dari rekening bank, e-wallet, hingga pinjaman digital, akan terikat dalam satu sistem pengawasan terpusat.

Dengan dalih menertibkan bansos, pemerintah membuka celah baru bagi pengawasan menyeluruh terhadap aktivitas finansial warga. Di era serba digital, kebijakan ini ibarat jaring raksasa yang bisa menjerat siapa saja—terutama mereka yang menggantungkan hidupnya pada bisnis kecil, dagangan daring, dan aktivitas ekonomi mikro lainnya.

Rakyat mulai resah. Sistem ini dapat memetakan alur keuangan warga, hingga akhirnya membebani mereka dengan pajak tambahan. Ini bukan lagi upaya menertibkan, tapi menciptakan ketakutan terselubung dikarenakan masuk ke ranah privasi.
Hak privasi yang terampas
Padahal Islam telah menegaskan pentingnya menghormati hak individu dan menjunjung tinggi keadilan dalam kepemimpinan. Seperti yang di perintahkan oleh Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang mengintip rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka halal bagi mereka untuk mencungkil matanya."
(HR. Bukhari)

Dalam ayat lain mengingatkan:

“Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain…”
(QS. Al-Hujurat: 12)

Bukan hanya melanggar hak privasi warga hal ini membuat ketakutan di mata-matai pemerintah layaknya orang yang terjajah padahal dalam Islam tidak ada sistem memata-matai ,tidak membebani umat dengan pajak yang berlebihan. Dalam sejarah Khulafaur Rasyidin, pajak hanya dikenakan kepada yang mampu, dan pemimpin lebih dulu menunaikan amanah sebelum menuntut rakyat.

Hari ini, rakyat dituntut transparan. Tapi di mana transparansi negara kepada rakyatnya?
Rakyat dibebani beragam pungutan, namun para korporasi besar kerap tak tersentuh.
Rakyat diminta taat, tapi suara mereka diabaikan.

Jika kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka pengawasan berlebih atas nama teknologi adalah bentuk penjajahan baru. Kemerdekaan bukan hanya bebas dari penjajah fisik, tapi juga dari tekanan sistemik yang mencabut hak privasi dan membebani ekonomi rakyat kecil.
Pemimpin tak lagi amanah
Pemerintah seharusnya hadir sebagai pelindung, bukan pengintai. Pemimpin seharusnya menjaga amanah, bukan menciptakan ketakutan.
Dan rakyat, punya hak untuk hidup merdeka—dari tekanan, dari pajak berlebihan, dan dari sistem yang menyempitkan ruang geraknya.

Semoga Allah bukakan mata dan hati para pemimpin negeri.
Karena tidak ada kemajuan yang berkah jika dibangun di atas keresahan umat.
Dan tidak ada kemerdekaan sejati tanpa keadilan dan perlindungan terhadap yang lemah.
Wallāhu a‘lam bish-shawāb.