Generasi Hebat Tak Akan Lahir dari Sistem Rusak
Oleh : Anindya Vierdiana
Hari Anak Nasional (HAN) kembali diperingati pada 23 Juli 2025, memasuki usia ke-41 sejak pertama kali ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1984. Tema tahun ini, “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045,” diusung pemerintah sebagai refleksi komitmen terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak. Subtema yang diangkat pun beragam, mulai dari pencegahan stunting, pendidikan inklusif, perlindungan dari kekerasan, pencegahan perkawinan usia anak, hingga literasi digital positif. (16-07-2025, idntimes.com)
Prevalensi stunting tahun 2024 masih di angka 19,8%, menempatkan Indonesia pada peringkat ke-27 tertinggi secara global. Program makan bergizi gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi, malah menghadapi masalah dari sisi anggaran hingga kasus keracunan.
Masalah pendidikan pun pelik. Sistem penerimaan berbasis zonasi membuat banyak anak tak bisa bersekolah di tempat terdekat. Kebijakan 50 siswa per kelas malah menurunkan kualitas belajar. Sementara itu, kekerasan terhadap anak terus meningkat. Data Simfoni PPA mencatat lebih dari 14 ribu kasus hingga akhir 2024, mayoritas dilakukan oleh orang terdekat.
Di dunia digital, anak-anak makin tak terlindungi. Judi online, pornografi, hingga kekerasan seksual makin marak. Regulasi seperti PP TUNAS yang dikeluarkan pemerintah belum mampu memberikan perlindungan nyata.
Semua ini menunjukkan bahwa solusi yang diberikan selama ini bersifat tambal sulam. Permasalahan anak tidak berdiri sendiri. Ia berkelindan dengan kondisi ekonomi, sistem pendidikan, peran keluarga, dan kebijakan negara. Sayangnya, sistem kapitalisme-liberal yang kita anut justru menjadi sumber kerusakan. Sistem ini menjadikan negara abai dan menyerahkan urusan rakyat, termasuk anak-anak, pada mekanisme pasar dan swasta.
Berbeda dengan Islam. Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan rakyat, termasuk anak-anak. Islam mewajibkan para ayah sebagai pencari nafkah, sedangkan ibu diberikan peran utama dalam mendidik anak di rumah. Negara menjamin akses pendidikan dan kesehatan secara gratis, serta menjaga media dan dunia digital dari konten merusak.
Negara dalam sistem Islam juga menegakkan hukum yang tegas, memberi efek jera bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Pemerkosa, pelaku sodomi, atau pembunuh anak dihukum keras sesuai syariat. Hukum ini tidak hanya adil, tapi juga mencegah kejahatan sebelum terjadi.
Sudah saatnya Indonesia berani mengevaluasi akar masalah dan berpindah dari sistem kapitalis menuju sistem Islam yang terbukti mampu melindungi dan memuliakan generasi. Generasi hebat hanya akan lahir dari sistem yang sehat, bukan dari utopia kapitalisme.
Posting Komentar