-->

Hijrah Rasulullah, Pemisah yang Benar dan yang Bathil


Oleh : Sari Liswantini

Menurut Mubalighah Kota Depok, Lis Kareema, peristiwa hijrahnya Rasulullah itu adalah pemisah antara yang benar dan yang bathil.

“Hijrah adalah pemisah antara kebenaran dan kebathilan,” ungkapnya dalam Forum Kajian Komunitas Keluarga Sakinah, Spirit Hijrah Bangkit dan berubah! Ahad (20/7/2025) di Depok. 

Ia pun mencontohkan kehidupan dulu di Makkah merupakan kehidupan yang rusak. “Jadi kehidupan di Makkah itu kehidupan yang rusak. Karena wanita dihinakan, wanita boleh diperjualbelikan, wanita boleh diwariskan, anak perempuan dikubur hidup-hidup, Umar termasuk salah satunya, sampai ia menyesal dan merasa berdosa kenapa seperti itu,” terangnya di hadapan puluhan peserta.

Inilah momen penting kenapa Umar memilih hijrah Rasul sebagai tonggak yang sangat bersejarah, karena dulu menurutnya, umat Islam tidak punya kekuatan, umat Islam tidak punya pasukan, umat Islam tidak memiliki kekuatan ketika di Makkah. Namun saat di Madinah jadi pembeda, karena ada orang-orang yang mau menerima dakwah.

Oleh karena itu lanjutnya, secara bahasa hijrah berasal dari kata 'hajara' yang berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Kalau secara syar'i, hijrah adalah berpindah dari Darul Kufur ke Darul Islam. Seperti tadi dari Darul Kufur di Makkah ke Darul Islam di Madinah. Atau menurut Ibnu Hazm, hijrah adalah taubat meninggalkan segala dosa-dosa. Lalu Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan hijrah adalah meninggalkan, menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan. 

"Ada juga hijrah secara bathin, adalah lari menyelamatkan agama dari fitnah. Maka dari itu hijrahnya Rasulullah ke Madinah itu wajib, karena waktu itu ada yang ketinggalan, yang tidak hijrah akhirnya ia ikut berperang satu kubu dengan orang kafir. Artinya, ketika ada tempat yang kita selamat agamanya kita pilih tempat itu yang kita dapat menjelaskan agama secara sempurna, jangan di tempat orang kafir sudah pasti akan dianiaya,” bebernya. 

Hal tersebut, tambahnya, senada dengan penjelasan al-Jurjani dalam at-Ta'rifat, hijrah adalah meninggalkan negeri yang berada di tengah kaum kafir dan berpindah ke Darul Islam. Jadi darul kufur itu ada maknanya, yaitu wilayah atau negara yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslim sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Sedangkan darul Islam itu apa, suatu negara yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim.

“Dengan demikian, pemimpin Islam itu mengurusi rakyatnya, ia tidak mau rakyatnya itu ada yang kesusahan dan kesulitan sebagaimana dulu Rasul mengurusi rakyat begitu pula para sahabat,” pungkasnya.[]Sari Liswantini