DPR Bersuka Ria, Rakyat Berduka Cita
Oleh : Asha Tridayana
Sudah menjadi rahasia umum jika kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sering kali tidak memuaskan rakyat. Banyak kebijakan justru memberatkan dan mempersulit hidup rakyat. Padahal setiap kali mencalonkan diri, mereka mengumbar bermacam janji. Namun saat menjabat dan duduk di kursi, seolah lupa dan dengan mudah melalaikan tanggung jawab. Ironisnya, rakyat masih saja percaya dan kembali tertipu hanya dengan iming-iming amplop yang jumlahnya tak seberapa. Mereka masih menaruh harapan sekalipun sangat mustahil diwujudkan.
Apalagi tersebar berita jika gaji dan tunjangan DPR mengalami kenaikan yang signifikan. Wakil Ketua DPR Adies Kadir menjelaskan bahwa periode 2024-2029, anggota DPR mulai mendapatkan tunjangan rumah senilai Rp 50 juta setiap bulan. Ditambah adanya tunjangan beras, bensin, makan dan masih banyak lagi yang masing-masing juga mengalami kenaikan. Total setiap anggota parlemen menerima lebih dari Rp 100 juta per bulan. Dia pun berterima kasih kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang telah merasa iba melihat kondisi anggota DPR (www.tempo.co 19/08/25).
Di sisi lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha menilai tidak layak kenaikan gaji dan tunjangan DPR disaat rakyat tengah mengalami berbagai kesulitan hidup apalagi melihat kinerja DPR yang minimalis. Terlebih adanya surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 yang mulai memberlakukan tunjangan rumah bagi anggota DPR. Berdalih memudahkan dalam memiliki tempat tinggal yang dekat dengan gedung DPR. Namun, faktanya masih banyak anggota DPR yang mangkir dari tugasnya. Sehingga tidak relevan dengan klaim pemerintah yang sedang melakukan efisiensi anggaran, justru terjadi pemborosan besar-besaran (www.bbc.com 19/08/25).
Hal senada juga disampaikan oleh Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat bahwa kenaikan pendapatan DPR sangat menyakiti masyarakat yang dilanda kesulitan hidup. Dari maraknya PHK, tingginya harga kebutuhan pokok, kenaikan pajak dan masih banyak lagi. Ini semua merupakan imbas dari kebijakan pemerintah yang melakukan efisiensi anggaran. Rakyat dengan mudah dikorbankan demi menunjang kebutuhan mewah elit pejabat (www.beritasatu.com 20/08/25).
Begitulah realita kondisi negara ini, terjadi ketimpangan yang sangat tajam. Para pejabat semakin melenggang menikmati limpahan materi yang bersumber dari keringat rakyat. Sementara rakyat dipaksa mengorbankan nasibnya sendiri. DPR hanyalah simbol tanpa pertanggungjawaban. Tidak berperan sebagai perwakilan rakyat justru menikam rakyat berulang kali.
Hal ini telah menjadi keniscayaan dalam penerapan sistem demokrasi kapitalis. Yakni sistem yang berasakan manfaat maka di dalamnya berlaku politik transaksional seolah jabatan pemerintah dapat diperjualbelikan. Para elit berlomba mendapatkan materi untuk menyokong kekuasaanya. Mereka pun menghalalkan segala cara termasuk memeras rakyat demi tercapainya tujuan. Seolah mengatasnamakan rakyat setiap kali membuat kebijakan. Padahal dibaliknya, terdapat keuntungan untuk mereka. Bahkan besaran anggaran yang diajukan dapat ditentukan oleh mereka sendiri sesuai kepentingan kelompoknya. Sehingga yang kaya semakin berkuasa, yang miskin semakin nelangsa.
Jabatan seharusnya menjadi amanah yang ditunaikan dengan sebaik-baiknya karena mereka telah berjanji sebagai wakil rakyat yang senantiasa mendengar dan memperjuangkan suara rakyat. Namun, justru dijadikan alat untuk memperkaya diri hingga abai dan hilang empati terhadap keadaan rakyat. Padahal sebelum menjabat, mereka berlomba menarik dukungan rakyat. Sementara saat berkuasa, rakyat dilupakan begitu saja.
Tidak akan berhenti kesulitan yang dihadapi masyarakat akibat kebijakan yang tidak memihak, selama sistem demokrasi kapitalis masih bercokol. Maka, dibutuhkan sistem tandingan yang mampu memberikan perubahan hakiki. Sistem Islam yang berasaskan akidah Islam dan menjadikan syariat Allah swt sebagai pedoman di segala aspek kehidupan. Perbedaan mendasar inilah yang menyebabkan tugas dan tanggung jawab wakil rakyat dalam Islam senantiasa memperhatikan nasib rakyat bukan kepentingan pribadi ataupun golongan seperti pada sistem demokrasi kapitalis.
Sistem Islam mewajibkan para pemangku jabatan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kepada Allah swt. Sehingga tidak ada celah bagi mereka untuk memanfaatkan amanah kekuasaan untuk menghimpun kekayaan bahkan melakukan praktik ilegal yang dapat mendzolimi hak rakyat. Disamping itu, Islam memiliki sistem peradilan dan sanksi yang jelas dan tegas untuk mencegah kemaksiatan termasuk bagi para penguasa dan wakil rakyat yang dzolim.
Penerapan sistem Islam menjadikan negara senatiasa menjaga akidah dan keimanan yang menjadi kunci keterikatan dengan hukum syara'. Terbentuk kepribadian Islam dan semangat fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan) termasuk dalam mengemban amanah sebagai wakil rakyat. Sehingga setiap individu termasuk wakil rakyat akan terjaga dari perbuatan yang dilarang oleh Allah swt.
Demikianlah penjagaan negara dengan sistem Islam, bukan hal mustahil mewujudkan masyarakat sejahtera terbebas dari kedzoliman penguasa ataupun wakil rakyat. Rasulullah saw bersabda, "Tiada seorang yang diamanati oleh Allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan baginya surga." (HR. Bukhari, Muslim)
Wallahu'alam bishowab.
Posting Komentar