-->

Digitalisasi Kapitalistik Merusak Generasi


Oleh : Syifa Islamiati 

Dunia hari ini sedang mengalami perkembangan era digital yang begitu pesat. Aktivitas manusia secara umum kini tidak lepas dari internet dan aneka perangkat digital. Kini, apapun bisa diakses melalui digital dengan sangat cepat dan mudah. Hanya modal ketik-ketik lalu klik maka semua terealisasi.

Menurut data, pada tahun 2025, diperkirakan ada lebih dari 143 juta pengguna media sosial aktif di Indonesia, yang mewakili 50,2% dari total populasi. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia mengalami peningkatan sekitar 4 juta pengguna dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Mereka rata-rata menghabiskan waktu sekitar 7 jam 22 menit per hari untuk bermain media sosial. 
Sebagian besar penggunanya adalah dari kalangan anak muda, khususnya Gen Z. Media sosial juga menjadi sarana komunikasi dan hiburan utama bagi masyarakat Indonesia. (datareportal.com, 25/2/2025)

Era digital ini seharusnya menjadikan generasi semakin kreatif, cerdas, unggul dan berwawasan tinggi. Bukan sebaliknya, menjadi generasi mager yang hanya menikmati digital untuk hiburan semata. Jika tidak dapat memanfaatkan kecanggihan digital dengan sebaik mungkin, maka semua menjadi sia-sia. Ilmu tak didapat, yang ada hanya buang-buang waktu.

Sesungguhnya memang digitalisasi dalam paradigma kapitalisme ini sengaja menyibukkan generasi dalam mengejar kepentingan materi sampai melupakan potensi intelektual mereka. Dengan begitu, secara tidak sadar kapitalisme telah berhasil membajak potensi hakiki yang ada pada diri generasi.

Digitalisasi yang dikendalikan oleh kepentingan kapitalisme ini jelas tidak diperuntukkan untuk kemaslahatan umat tetapi untuk akumulasi modal yang menjadikan generasi sebagai target iklan. Hingga mereka terjebak dalam standar palsu yang menurunkan kemampuan berpikir kritis.

Pun digitalisasi kapitalistik bukan hanya sekedar kemajuan teknologi semata tetapi juga merupakan bentuk baru dari eksploitasi generasi. Harus disadari bahwa di balik layar digitalisasi, ada sistem kapitalisme yang sengaja menggiring generasi untuk menjadi komoditas. Masa depan mereka akan tumbuh sebagai budak digitalisasi kapitalistik.

Tentu saja hal tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena khawatir masa depan generasi akan hancur tak tentu arah. Maka dibutuhkan peran serta keluarga yang dapat membimbing dan mengarahkan, masyarakat yang saling mengingatkan dan pastinya negara yang sepenuhnya hadir dalam mengatur perkembangan digital hari ini. Butuh sinergi yang kuat antara ketiga unsur tersebut dalam rangka membentuk generasi yang unggul dan melek digitalisasi dengan perspektif yang benar.

Maka sungguh hanya sistem Islam yang mampu mengarahkan teknologi untuk kemaslahatan umat. Negara dalam sistem Islam mampu mengawasi konten-konten yang masuk agar tidak menyebarkan pemikiran kufur. Mampu menyediakan media digital yang dapat mendidik generasi sesuai syariat. Dengan begitu, mereka tidak akan kehilangan jati diri karena tidak terlalu larut dalam konten-konten yang tidak disaring oleh pemikiran Islam.

Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam sistem Islam segala sesuatu termasuk arus digitalisasi harus dipergunakan dengan menghadirkan kesadaran penuh akan hubungan manusia dengan Rabbnya. Maka digitalisasi akan dipandang sebagai karunia yang telah Allah Swt. berikan demi mengumpulkan pundi-pundi amal dan meraih rida-Nya. Pemanfaatannya pun akan senantiasa terikat dengan syariat. 

Maka sudah saatnya generasi melepaskan diri dari cengkeraman digitalisasi kapitalistik yang membajak potensi dan merusak identitas diri mereka. Dan beralih kepada digitalisasi yang sesuai tuntunan syariat karena masa depan peradaban ini ada pada tangan-tangan mereka. 
Wallahu a'lam bishowab.