-->

Perayaan Kemerdekaan Indonesia Tengah Mencapai Tahun ke-80


Oleh : Lutfi Nurul Umamah

Perayaan kemerdekaan Indonesia tengah mencapai tahun ke-80, namun ironisnya masih banyak persoalan di berbagai bidang kehidupan. Merdeka sering kali diartikan sebagai suatu kondisi bebas, dapat berdiri sendiri tanpa tuntutan, dan tidak bergantung pada pihak lain. Namun faktanya, meskipun secara fisik negara Indonesia terlepas dari penjajahan, dalam konteks menjalani kehidupan bermasyarakat nampaknya masih jauh dari kata merdeka. Hal ini terbukti dari semakin berkurangnya kelompok menengah dan meningkatnya angka kemiskinan, dilema permasalahan pelajar yang terus terjadi, hingga permasalahan dalam hubungan sosial masyarakat beragama, dan lain sebagainya.

Ekonomi Sulit, Kelas Menengah Semakin Terjepit

PHK yang banyak terjadi di tengah gempuran inflasi yang menyebabkan naiknya biaya hidup bahkan untuk kebutuhan pokok membuat masyarakat sulit sejahtera bahkan bertahan secara ekonomi. Di samping pengeluaran yang semakin besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masih ada pula banyak pungutan dari negara. Akibatnya, kondisi ini rawan menjatuhkan warga kelas menengah ke jurang kemiskinan.

Kondisi kelas menengah menjadi polemik tersendiri, baik bagi negara maupun masyarakat itu sendiri. Bagi masyarakat kelas menengah, menghadapi keadaan saat ini tentu menjadi tekanan yang cukup tinggi karena meningkatnya biaya hidup yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan riil. Di sisi lain, potret keadaan mereka dinilai terlalu “mampu” untuk menerima bantuan sosial, tetapi belum cukup kuat untuk naik kelas secara ekonomi. Sedangkan bagi negara, kelompok masyarakat kelas menengah sering kali digambarkan sebagai tokoh protagonis utama perekonomian Indonesia. Merekalah mesin penggerak konsumsi, penyumbang pajak yang taat, sekaligus simbol impian kemajuan bangsa. Sehingga melemahnya daya beli kelas menengah berdampak pula terhadap arus perekonomian negara.

Penjajahan Pemikiran Generasi Kapitalis

Pemuda masa kini adalah agen perubahan masa depan. Apa jadinya jika generasi penerus kehilangan jati dirinya? Di saat gempuran pesatnya perubahan zaman, dinamisnya kemajuan IPTEK, dan semakin tingginya tuntutan kehidupan, generasi saat ini terus dikepung oleh banjir informasi yang tidak terkendali sehingga mereka kehilangan kontrol dalam memilah prioritas dan kepentingan dalam menentukan pilihan serta nilai di dalamnya. Banyak yang akhirnya tergerus FOMO sehingga kehilangan arah dalam menentukan tujuan hidup. Padahal semestinya segala potensi mereka dicurahkan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi umat, bukan justru tenggelam dalam tren tanpa makna.

Generasi yang sehat secara pemikiran dan perasaan tentu perlu dibina dan dikokohkan dengan baik, disemai dengan kelembutan akidah Islam, disirami dengan keimanan, dan dibentuk dengan suasana yang islami sehingga mereka tumbuh menjadi insan yang tangguh. Mereka memahami tujuan hidup dan penciptaannya di muka bumi ini, yaitu sebagai khalifah fil ardh, sehingga memiliki rasa tanggung jawab untuk mengelola kehidupan di bumi. Bukan hanya sekadar bertahan hidup dan menikmati kesenangan belaka.

Merdeka Hakiki adalah Kebebasan dan Rasa Aman

Indonesia sejatinya adalah negara yang sudah merdeka secara kedaulatan, namun secara hakiki masih terjajah sampai saat ini. Kemerdekaan erat kaitannya dengan kebebasan, tetapi kebebasan juga perlu batasan dan aturan. Bukan berarti bebas sepenuhnya tanpa arah sehingga masyarakat berjalan tanpa tujuan yang benar dan tanpa rasa aman.

Kebebasan hakiki perlu dievaluasi, karena sejatinya kemerdekaan itu semestinya membebaskan dari penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh. Kemerdekaan hakiki seharusnya tampak pada kesejahteraan rakyat, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar setiap warga. Ketika rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, esensinya Indonesia belum merdeka secara hakiki. Sebagai negara mayoritas muslim, kemerdekaan juga akan tampak ketika umat Islam dapat berpikir sesuai dengan Islam.

Runtuhnya Peradaban karena Pudarnya Cahaya Islam

Kondisi umat yang semakin mundur tidak terlepas dari kualitas individunya yang melemah dalam memahami kehidupan, tujuan penciptaannya, dan harapan yang memenuhi hatinya. Hal ini membuat mereka justru terpenjara dengan kefanaan dunia yang sementara. Gempuran pemikiran dan tuntutan kehidupan kapitalisme memudarkan keislaman dalam diri mereka, sehingga memengaruhi cara mereka menentukan sikap saat merespons persoalan hidup. Secara tidak langsung, mereka tergiring pada gaya hidup sekuler kapitalis.

Keriuhan persoalan dalam berbagai lini kehidupan ini tentu tidak terjadi begitu saja. Cara merespons dan menentukan solusi yang tidak tepat justru menimbulkan masalah baru yang terus berulang. Kondisi ini merupakan akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme, yang tidak menjadikan Sang Pemilik Kehidupan (Allah) sebagai standar dalam menentukan solusi atas permasalahan. Padahal Allah Yang Maha Mengetahui atas segala yang terjadi dalam ciptaan-Nya sudah memiliki solusi tersendiri, yaitu Islam.

Upaya yang seharusnya dilakukan adalah kembali kepada penerapan Islam, bukan pada sistem buatan manusia seperti sekuler kapitalisme yang pada akhirnya tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat, tetapi justru melayani kepentingan kapitalis. Akibatnya, kapitalis makin kaya, sedangkan rakyat makin miskin.

Penerapan sistem Islam kaffah adalah kebutuhan sekaligus solusi hakiki atas kondisi ini. Sistem Islam mampu menyejahterakan rakyat dengan mengelola kepemilikan umum dan mengalokasikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Negara menjamin kebutuhan pokok rakyat (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan). Negara melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan pekerjaan. Negara juga memberikan tanah bagi yang mau menghidupkannya. Bagi fakir miskin, negara memberikan santunan dari baitulmal.

Sistem Islam kaffah juga akan menjaga pemikiran umat Islam agar tetap selaras dengan aturan syariat dan hidup dalam ketaatan kepada Allah.

Untuk meraih kemerdekaan hakiki, dibutuhkan aktivitas perubahan yang hakiki. Saat ini sudah ada geliat perubahan di tengah masyarakat, seperti fenomena One Piece dan lain-lain. Namun, hal itu belum menyentuh akar permasalahan, yaitu keberadaan sistem kapitalisme. Oleh karena itu, perlu perubahan hakiki melalui penerapan Islam secara kaffah.