-->

Sekolah Rakyat, Solusi Jangka Panjang atau Sementara?


Oleh : Khoeriyah Apendi, Aktivis Muslimah

Sekolah Rakyat atau disebut juga sebagai grand strategy Presiden Prabowo Subianto. dirancang untuk menyediakan pendidikan bagi warga miskin. Tapi, di balik tujuan baik tersebut tak sedikit masyarakat menanyakan apakah solusi ini untuk jangka panjang atau hanya sementara /instan?

Sebagaimana yang disampaikan Guru Besar Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga (Unair), Prof Tuti Budirahayu Dra Msi, ia melihat pendirian Sekolah Rakyat terkesan proyek pemerintah yang perlu dana besar namun bisa berpotensi tidak berjalan baik. Pasalnya, proyek besar tersebut harus dirancang dengan matang, konsepnya harus benar-benar sesuai dengan kondisi permasalahan pendidikan tanah air (Laman Unair, 10/4/2025).

Begitu juga, Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Dr. Subarsono, mengatakan program Sekolah Rakyat belum terlalu mendesak dilaksanakan, karena masih banyak sekolah konvensional yang membutuhkan perhatian pemerintah. Mulai dari bangunan sekolah yang rusak hingga gaji para guru terutama guru honorer yang masih memprihatinkan (Laman UGM, 14/1/2025).

Jika dilihat, membangun sekolah rakyat dengan tujuan menghapus kemiskinan sepintas tampak bagus. Namun, rencana sekolah rakyat untuk keluarga miskin justru condong menjadikan sekolah berkasta, yakni ada sekolah yang khusus keluarga kaya dan rakyat miskin. Padahal, pendidikan hak setiap anak didik, tidak memandang kaya atau miskin. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negaranya secara cuma-cuma. Bahkan, mereka diberi kesempatan seluas-luasnya melanjutkan ke pendidikan tinggi juga secara gratis. 

Seharusnya untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan, semua rakyat harus diperlakukan sama baik perlakuan, pelayanan, dan fasilitas tanpa memandang kaya atau miskin. Sekolah rakyat seharusnya memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat. Kata ‘rakyat’ janganlah tersemat hanya pada kelompok masyarakat yang kurang mampu dan miskin. 

Sebagaimana yang diberitakan Tintasiyasi.id, (5/5/2025), Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana bahkan menilai Sekolah Rakyat justru berpotensi memperparah kesenjangan sosial dan pendidikan. 

Bila sekolah rakyat hanya menjadi ‘tempat darurat’ dengan fasilitas dan kualitas rendah, sebenarnya akan mengokohkan kelas-kelas sosial dalam dunia pendidikan. Padahal, pendidikan hak dasar setiap individu rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam mengurusi urusan rakyatnya. Karena itu, negara harus memastikan seluruh rakyat mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa sekat-sekat.

Dalam pandangan Islam, pemerataan tidak cukup dengan memberi akses minimal kepada kelompok miskin, tapi harus memastikan seluruh rakyat mendapatkan pendidikan terbaik tanpa perbedaan layanan.

Wacana sekolah rakyat menunjukkan, sistem pendidikan di sistem kapitalisme belum bisa memenuhi prinsip keadilan dan pemerataan. Sementara dalam sistem Islam, pendidikan disediakan secara gratis, berkualitas, dan merata, tanpa diskriminasi dan tidak boleh ada dikotomi antara ‘sekolah rakyat’ dan ‘sekolah elite’.

Jadi, program sekolah rakyat ini merupakan indikasi gagalnya sistem kapitalisme memenuhi kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan. Padahal dalam Islam, negara itu pihak utama yang wajib menyediakan pendidikan secara penuh. Wacana sekolah rakyat ini hanyalah tambalan atas sistem pendidikan yang tidak berakar pada prinsip keadilan dan tanggung jawab negara menurut syariah.[]