Perundungan Anak, Fenomena Gunung Es yang Mesti Dipecahkan
Oleh : Asha Tridayana
Maraknya perundungan pada anak semakin mengkhawatirkan. Tidak banyak korban yang akhirnya berani melaporkan pelaku karena sering kali diancam dengan berbagai hal. Korban benar-benar menderita fisik maupun mental hingga trauma berkepanjangan. Sehingga kasus perundungan memang seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Terlebih pelaku juga masih anak-anak atau dibawah umur. Tidak ada hukuman hanya penyuluhan sebatas formalitas.
Miris, begitu banyak korban perundungan pada anak tetapi tidak ada tindakan tegas hingga kasus pun terus bermunculan. Seperti beberapa waktu lalu, tepatnya di Kampung Sadang Sukaasih, Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, seorang anak berusia 13 tahun di tendang hingga kepala terbentur batu dan berlumuran darah. Kemudian diceburkan ke dalam sumur berkedalaman kurang lebih tiga meter. Sebelumnya korban dipaksa menenggak tuak dan menghisap rokok oleh tiga orang pelaku, salah satunya orang dewasa dan dua lainnya anak-anak. Video kejadian pun viral di media sosial. Hal ini diungkapkan oleh Kapolsek Ciparay, Iptu Ilmansyah (www.cnnindonesia.com 26/06/25).
Sebelumnya terjadi di Cicendo, Kota Bandung, anak SMP menjadi korban perundungan oleh teman sebayanya. Korban dipukuli dan ditendang secara bergantian bahkan ada yang mengancam dengan obeng akan membunuh korban. Kapolrestabes Bandung, Kombes Budi Santoso berupaya melakukan mediasi diantara korban dan pelaku namun pelaku tidak terima dan kembali melakukan perundungan. Kuasa Hukum keluarga korban, Boyke Luthfiana Syahrir menuturkan akibat dari perundungan korban mengalami luka-luka dan trauma khususnya melihat kumpulan anak sebayanya (bandung.kompas.com 10/06/23).
Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani angkat bicara melihat banyaknya kasus perundungan anak. Ia berharap setiap kasus segera ditangani dengan tegas dan perlu adanya kerja sama antara Kementerian PPPA, KPAI dan aparat penegak hukum. Selain itu, dibentuk tim pencegahan perundungan yang melibatkan pihak orang tua dan guru. Serta adanya pengawasan dari Kementerian dan dinas pendidikan setempat terkait protokol dalam menangani perundungan anak baik aturan yang tegas, pendampingan korban, pembinaan pelaku, dan pencegahan berbasis pendidikan karakter dan pengawasan komunitas sekolah (www.rri.co.id 27/06/25).
Kasus perundungan terus bermunculan baik dilaporkan maupun yang tidak. Setiap tahunnya terus bertambah layaknya fenomena gunung es. Dibalik kasus yang viral, masih banyak perundungan yang tidak dipublikasikan. Bahkan sudah mengarah ke tindak kriminalitas. Pelaku tidak segan menggunakan senjata. Mirisnya lagi, pelaku masih anak SMP yang juga teman korban dan menurut hukum negeri ini tergolong masih dibawah umur sehingga tidak mendapat hukuman.
Hal ini semakin menggambarkan kegagalan regulasi dan lemahnya sistem sanksi yang diterapkan negara. Termasuk dalam mendefiniskan anak secara usia yang ternyata tidak sejalan dengan fakta sehingga muncul kerancuan dan masalah baru. Ditambah lagi, sistem pendidikan yang juga gagal mencetak generasi berkepribadian unggul. Terlihat pada kebebasan dalam berperilaku yang sering kali tidak sesuai dengan aturan. Seperti dalam kasus perundungan terdapat paksaan meminum tuak yang jelas haram dan dengan mudah melakukan kekerasan. Bentuk perundungan pun semakin beragam dan semakin mengkhawatirkan.
Baik kasus perundungan dan bermacam kegagalan pemerintah dalam mengatasinya merupakan hasil dari penerapan sistem rusak. Sistem sekuler kapitalis yang terus menggerogoti dan merusak seluruh aspek kehidupan. Menimbulkan beragam masalah, mengacaukan tata kehidupan manusia termasuk menghancurkan generasi. Sistem yang mengagungkan kebebasan hingga aturan yang dibuat pun dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga tidak ada kepastian hukum yang jelas dan tegas. Berujung pada ketidakadilan menjadikan banyak orang terdzolimi.
Dengan demikian, sangat dibutuhkan perubahan mendasar dan menyeluruh karena kerusakan bersumber dari sistem yang telah lama mengakar. Tidak cukup hanya menyusun regulasi atau adanya sanksi yang memberatkan. Namun, harus ada paradigma kehidupan yang diemban oleh negara sebagai standar dan dasar dalam membuat kebijakan, memutuskan perkara hingga memberikan sanksi tanpa mendzolimi pihak manapun.
Tidak lain, sistem Islam sebagai satu-satunya yang dapat menggantikan sistem rusak. Islam merupakan sistem komprehensif yang mengatur segala aspek kehidupan tanpa memunculkan masalah baru. Seperti kasus perundungan, Islam mengharamkannya baik verbal maupun fisik apalagi menggunakan barang haram. Islam mengatur seluruh perbuatan manusia secara jelas dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Karena setiap manusia terikat dengan hukum syara' sebagai bentuk konsekuensi keimanannya.
Sementara dalam Islam, batasnya usia baligh yang merupakan titik awal pertanggungjawaban seorang manusia, yang ditunjukkan dalam beberapa hadits Rasulullah saw. Sehingga tidak ada kerancuan dalam menghukumi setiap perbuatan sekalipun dikatakan masih anak-anak jika bertindak melanggar aturan maka tidak disegan dihukumi sesuai syariat Islam. Tidak seperti negara yang menerapkan kapitalisme, jelas telah berbuat kriminal tetapi tidak dihukum hanya berdalih belum cukup umur.
Disamping itu, sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam akan membekali anak untuk mempersiapkan diri saat tiba masa baligh dan menjadi mukallah. Menjadi tanggungjawab bersama baik keluarga, masyarakat dan negara sebagai level tertinggi yang berwenang menyusun kurikulum pendidikan. Termasuk dalam keluarga pun, negara memiliki kurikulum pendidikannya dalam rangka mewujudkan generasi berkepribadian Islam. Sehingga dalam kehidupan, anak senantiasa tersuasanakan penerapan aturan Islam dan terbiasa menjalankannya.
Tidak hanya itu, Islam juga memiliki sistem informasi yang mengatur setiap sumber berita atau hal agar terjaga dari pemahaman asing atau yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Tidak sembarang informasi dapat diakses oleh rakyat apalagi anak-anak. Sebagai bentuk penjagaan negara untuk memperkokoh akidah Islam. Kemudian adanya sistem sanksi yang tegas dan jelas sehingga memiliki efek jera bagi pelaku agar tidak mengulangi dan mencegah pelaku lain bermunculan.
Wallahu'alam bishowab.
Posting Komentar