Penghinaan Terhadap Nabi Pantaskah Menjadi Bagian Kebebasan Berekspresi
Oleh : Heni Satika (Praktisi Pendidikan)
Berita penangkapan kartunis majalah LeMan, Dogan Pehlevan menuai kontroversi masyarakat. Disatu sisi masyarakat marah karena kartun yang menggambarkan dua orang yang bernama Muhammad dan Musa berjabat tangan di langit dengan latar peperangan. Kartun tersebut dibuat beberapa hari setelah perang Iran Israel terjadi. Mengakibatkan masyarakat turun ke jalan dan menggeruduk kantor majalah LeMan.
Di sisi lain, sejumlah organisasi masyarakat mengkritisi sikap pemerintahan Turki sebagai tindakan represif, terlalu berlebihan. Penangkapan tersebut melanggar hak kebebasan berekspresi untuk pers dan media massa. Bahkan dalam laporan Reporter Without Borders menempatkan Turki pada posisi ke-158 dari 180 negara yang minim kebebasan berpendapatnya.
Ketika kita berbicara tentang kebebasan berpendapat, faktanya di dunia ini hanya digunakan untuk menyerang Islam dan seluruh pemikirannya. Kasus serupa pernah terjadi di Perancis terhadap majalah Charlie Hebdo. Sejarah menjadi bukti bahwa penyerangan terhadap Islam dan kaum muslim selalu tersematkan kata radikal, ektrimis dan terorisme.
Hal yang sama tidak berlaku bagi peristiwa Holocaust, orang yang menyangkal terjadinya peristiwa tersebut dianggap criminal bukan bagian dari kebebasan berpendapat. Beberapa negara Barat bahkan melakukan penangkapan dan membawanya ke pengadilan. Ujaran kebencian sering dilakukan oleh organisasi anti Islam, dan negara membiarkan seolah-olah itu sebuah kewajaran.
Begitulah Demokrasi, sebuah system yang menjamin kebebasan berpendapat untuk mereka yang punya kekuasaan. System yang menjamin kebebasan kepemilikan bagi mereka yang punya uang. Sistem yang menjamin kebebasan berakidah bagi mereka yang tidak mau diatur agama dan kebebasan bertingkah laku bagi mereka yang tidak punya akal.
Kalau masyarakat menyadari system demokrasi ibarat senjata yang diarahkan kepada siapa saja yang berseberangan ide dengan pemilik kekuasaan. Bisa seenaknya mengatur dan mengubah perundang-undangan. Bermodalkan koneksi dan keuangan maka mereka bisa mengubah dunia. System seperti inikah yang masih diperjuangkan? Indonesia “terpuruk karena Demokrasi, bukan terpuruk karena kurang Demokrasi”
Patutnya hal ini menjadi renungan bagi para pemuja Demokrasi, kasus penghinaan terhadap nabi Muhammad hanya akan berulang terus jika kita tidak menunjukkan marwah kita sebagai umat terbaik. Umat terbaik hanya terjadi kalau kita memiliki kekuatan terkuat dan itu bisa dilakukan jika terwujud kesatuan kaum muslim.
Hal ini bukan suatu utopi tapi sebuah keniscayaan, selain karena janji Allah SWT sejarah mencatat selama 13 abad Islam pernah menjadi pemimpin dunia. Trend hari ini dunia makin mengecil dan bisa menyatu dengan kesamaan opini. Maka penyatuan opini akan kegagalan Demokrasi dan sudah saatnya berpindah ke system Islam merupakan kewajiban. Kelak akan mendorong dunia untuk meminta Islam diterapkan sebagai sebuah institusi yang berdiri kokoh dan membungkam semua mulut yang berani menghina rasulullah SAW.
Posting Komentar