-->

Mengakhiri Perundungan, Bukan Sekadar Menangani Dampaknya


Oleh : Siti Asri Mardiyati

Kasus perundungan kembali mencuat ke publik. Baru-baru ini, berita duka mengejutkan publik—seorang siswa SD di Riau meninggal dunia akibat perundungan yang dialaminya dari teman sekelas. Anak tersebut dilaporkan dipukul oleh kakak kelas hingga mengalami kejang dan pendarahan internal sebelum akhirnya meninggal pada 26 Mei 2025 (www.thejakartapost.com). Tidak hanya itu, kasus tragis serupa juga terjadi di Sulawesi Selatan, menunjukkan pola kekerasan sistemik yang mematikan. 

Data menunjukkan alarm serius: Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia mencatat 293 kasus kekerasan sepanjang Januari–September 2024, sedangkan 34% siswa potensi mengalami kekerasan seksual dan 27% potensi perundungan kompas.com. Tahun 2024 bahkan mencatat lebih dari 500 peristiwa bullying di sekolah dan pesantren (www.thejakartapost.com).
Begitu pula sebagaimana terjadi pada seorang anak di Bandung menjadi korban dari tindakan kejam teman sebayanya, yang bahkan terekam dan tersebar luas di media sosial. Orangtua korban pun melapor ke pihak kepolisian dengan harapan agar para pelaku jera dan mendapat hukuman setimpal.

Perundungan (bullying) di kalangan pelajar bukan hanya tindakan kekerasan fisik atau verbal biasa. Ia adalah perilaku sistematis yang dilakukan berulang, dengan tujuan menyakiti mereka yang dianggap lemah. Bentuknya bisa sangat beragam, mulai dari pukulan hingga pengucilan sosial, bahkan penyebaran rumor yang merusak mental dan harga diri korban.

Fenomena ini bukan sekadar urusan sekolah atau individu, melainkan cerminan kegagalan kolektif mulai dari rumah, masyarakat, hingga sistem pendidikan dan negara. Ketika anak menjadi pelaku dan korban sekaligus, maka sesungguhnya kita sedang menghadapi krisis yang lebih dalam yakni krisis pengasuhan, moralitas, dan sistem kehidupan.

Perundungan bukan sekadar soal lelucon atau ritual senior ke junior; ia telah berubah menjadi ancaman nyawa. Data dan kejadian terkini menegaskan bahwa sistem respons negara belum cukup untuk melindungi anak-anak kita. Pemerintah telah melakukan upaya untuk melindungi anak dari kekerasan dan perundungan. Di antara regulasi yang mengatur hal ini ialah UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 82/2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan. Juga terdapat beberapa pasal dalam KUHP yang mengatur sanksi bagi pelaku bullying atau diskriminasi.

Pemerintah juga menetapkan program yang bertujuan melindungi anak dari kekerasan, seperti Sekolah Ramah Anak, Kota Layak Anak, Pendidikan Karakter, Revolusi Mental, hingga Kurikulum Merdeka. Namun, semua itu seakan-akan tidak bertaji sehingga kasus perundungan masih marak terjadi. Ini menunjukkan kegagalan regulasi yang ada dalam melindungi anak dari perundungan serta lemahnya sistem sanksi.
         
Fenomena maraknya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan mencetak anak didik yang berkepribadian mulia. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak, justru dipenuhi aksi kekerasan. Hal ini disebabkan asas pendidikan saat ini adalah sekularisme yang menjauhkan agama dari kehidupan. Akibatnya, anak hanya menerima informasi/maklumat tentang materi pelajaran, tetapi tidak mendapatkan pendidikan terkait baik dan buruk dalam tingkah laku mereka. Anak-anak dijejali aneka materi pelajaran, tetapi mirisnya, mereka tidak dibentuk menjadi orang yang bertakwa. Akibatnya, anak berbuat sesukanya, termasuk melakukan perundungan. Toh, sanksi yang ada tidak menjerakan. Sedangkan akar masalah utama semua ini disebabkan penerapan sistem sekuler yang menuhankan kebebasan. Anak merasa bebas untuk berbuat sesukanya, tanpa ada rasa takut terhadap

Islam Sebaik - baik Solusi 

Islam memiliki seperangkat sistem yang efektif mencegah bullying. Dari sisi pengasuhan, Islam mewajibkan orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang saleh dan dijauhkan dari azab neraka. Allah Swt. berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)

Selain itu, sistem ekonomi Islam akan mewujudkan kesejahteraan sehingga meringankan beban orang tua. Tidak ada istilah “kerja keras bagai kuda” hingga melalaikan pendidikan anak. Dengan demikian para orang tua akan bisa menjalankan fungsi pengasuhan dengan optimal. Tidak akan ada anak yang terabaikan karena orang tua terlalu sibuk bekerja. Setiap orang tua paham bahwa anak adalah amanah yang harus dijaga dengan baik.

Khilafah juga akan menerapkan sistem Islam kafah, termasuk sistem sanksi. Pelaku kekerasan akan dihukum dengan sanksi yang menjerakan, sesuai dengan kejahatan yang dia lakukan. Terkait dengan penganiayaan, berlaku hukum kisas, yaitu balasan yang setimpal.
Allah berfirman,

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَآ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ

“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisas-nya (balasan yang sama).”(QS Al-Maidah: 45).

Setiap pelaku kekerasan yang sudah balig harus dihukum dengan saksi yang tegas, meski usianya masih di bawah 18 tahun.
Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam dengan kurikulum sesuai syariat Islam sehingga akan menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam. Hal ini tampak dalam perilaku mereka yang saleh. Penerapan sistem Islam dalam kehidupan ini adalah kunci untuk mencegah perundungan oleh anak. Sistem Islam justru menghasilkan anak-anak saleh yang taat pada Rabb-nya dan bersikap penuh kasih sayang pada sesama. 

Wallahualam bissawab