KPK bukan Solusi Tuntaskan Korupsi
Oleh : Yaurinda
Korupsi di Indonesia selalu mengalami peningkatan, berdasarkan indeks persepsi korupsi (IPK) yang di rilis oleh transparansi internasional, Indonesia mendapat skor 37 dari skala 100, dan menempatkannya pada peringkat 115 dari 180 negara yang disurvei pada tahun 2024. Solusi yang ditawarkan negeri ini untuk menyelesaikan tugas memberantas korupsi diserahkan pada KPK. Dan baru-baru ini KPK kembali mendapati tindak korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah 13 orang ke luar negeri dalam rangka penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di salah satu bank pelat merah dengan nilai mencapai Rp 2,1 triliun dan berlangsung pada periode 2020-2024.
“Dalam perkara ini, 13 orang telah dilakukan pencegahan ke luar negeri. Hal ini untuk memastikan agar penyidikannya dapat berjalan efektif,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (30/6/2025).
Selain kasus tersebut juga ada sejumlah kasus yang proses hukumnya masih belum tuntas dan penuh drama.
Segala macam hukum yang di terapkan untuk menuntaskan korupsi nyatanya tidak atau belum mampu menuntaskan tindak korupsi. Mirisnya lagi ini dilakukan saat negara melakukan efisiensi anggaran yang jelas-jelas telah berdampak pada berkurangnya kualitas dan kuantitas layanan negara atas hak dasar rakyat dan pendanaan untuk sektor strategis, semisal penonaktifan PBI, pengurangan tukin guru, dana bansos, dana riset, militer dan lain-lain.
Ini adalah salah satu bukti bahwa sistem sekuler kapitalis belum mampu mengurusi urusan rakyat dan memberikan solusi tuntas atas suatu permasalahan.
Selain itu sistem ini tidak bisa diandalkan untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan Sejahtera. Sistem ini malah menyuburkan politik transaksional yang menjadikan amanah kekuasaan hanya menjadi alat transaksi antara para pejabat dengan para pemilik modal.
Dengan demikian akan mewujudkan Dampak lanjutan seperti suburnya praktek korupsi yang menjadi budaya di semua level dan ranah kehidupan masyarakat. Ini sangat berbeda dengan solusi yang ditawarkan oleh sistem Islam. Dalam sistem Islam kepemimpinan berasas akidah akan menjadikan kehidupan berjalan sesuai tuntunan syariat, sarat dengan moral kebaikan, dan praktek amar makruf nahi munkar, dan terwujud masyarakat yang adil Sejahtera.
Islam punya seperangkat aturan yang jika diterapkan secara kafah akan mampu meminimalisir munculnya kasus pelanggaran seperti korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Selain itu pada saat yang sama negara tetap mampu menjamin kesejahteraan masyarakat sehingga tidak membuka celah kerusakan, termasuk pelanggaran hukum. Semua itu bisa dilihat dari fakta sejarah keemasan Islam, saat itu masyarakat ideal tanpa korupsi dan penyimpangan bisa dicegah dan masyarakat hidup sejahtera ketika Islam diterapkan dalam naungan Khilafah.
Dalam sistem ini mengatur seorang pemimpin dipilih berdasarkan akidah Islam dan dianggap mampu melaksanakan tugas utama seorang pemimpin yaitu mengurusi urusan umat dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Jadi kemungkinan untuk melewati batas hukum sangat kecil karena mereka diawasi sang pencipta.
Hukum dalam sistem Islam bersifat tegas dan memiliki efek jera bagi pelaku dan menimbulkan ketakutan pada masyarakat yang menyaksikan, karena hukuman dilakukan terbuka yang dapat langsung disaksikan masyarakat. Tidak seperti hari ini yang cukup membayar denda yang tidak seberapa. Selain itu edukasi terhadap masyarakat senantiasa dilakukan disetiap lini kehidupan mulai dari pendidikan sekolah serta pelatihan dimasyarakat.
Dengan pendidikan yang baik masyarakat yang baik pun akan terwujud. Tidak sampai disitu seluruh fasilitas umum juga akan diperbaiki sesuai dengan standar kenyamanan. Lapangan pekerjaan melimpah serta diberikan gaji yang sesuai dengan pekerjaannya. Dengan pemikiran yang sesuai syariat, lapangan pekerjaan yang banyak, akses pendidikan mudah, sarana-prasarana lengkap dapat mewujudkan rendah nya tingkat korupsi atau bahkan bisa menghilangkannya.
Posting Komentar