-->

Judi Online Menggila, Bukti Gagalnya Sistem Sekular Kapitalistik Membangun Moral Bangsa


Oleh : Linda Anisa

Maraknya judi online (judol) di Indonesia menjadi salah satu persoalan serius yang berdampak luas pada masyarakat, terutama generasi muda. Fenomena judi online yang makin merajalela di tengah masyarakat menjerat pelajar, mahasiswa, orang tua, bahkan aparat bukanlah sekadar persoalan pelanggaran hukum atau kurangnya edukasi digital. 
Menurut data dari PPATK, pada kuartal I 2025 menunjukkan terdapat 1.066.000 pemain judi online, di mana 71 % atau sekitar 760.000 orang berasal dari golongan berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan (https://keuangan.kontan.co.id). Ini menandakan bahwa judol bukan hanya masalah segelintir golongan, tetapi telah merasuk kuat ke kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Dari segi usia, PPATK mencatat bahwa dua persen dari semua pemain judi online adalah anak-anak di bawah 10 tahun, sementara 11 % adalah remaja usia 10–20 tahun (sekitar 80.000 dan 440.000 individu) (www.ppatk.go.id). Ini mengindikasikan bahwa judol juga menjangkau generasi muda yang seharusnya menjadi prioritas perlindungan masa depan negara.

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto juga menyampaikan bahwa dari total 2,37 juta pelaku judi online, sebanyak 40 % atau 1,64 juta orang berada dalam rentang usia produktif 30–50 tahun, dan 80 % berada di kalangan menengah ke bawah (Kompas.com). Hal ini menegaskan bahwa judol tidak hanya terbatas pada anak muda, tetapi sudah menjalar ke setiap lapisan usia produktif, bahkan kalangan ekonomi lemah.

Lebih mengkhawatirkan, data dari Kemdiktisaintek via Pusiknas Bareskrim Polri menunjukkan bahwa sejak awal 2025, 16 pelajar dan mahasiswa telah ditindak sebagai terlapor dalam 103 kasus judi, yang secara proporsional mencapai 10,45 % dari total tersangka (pusiknas polri.go.id). Keterlibatan pelajar dan mahasiswa dalam kasus ini menunjukkan bahwa judol tidak pandang bulu, menjangkau institusi pendidikan formal.
Upaya Pemerintah Memberantas Judol
Berbagai upaya strategis telah dan terus dilakukan untuk memberantas judi online yang kian menggila. Salah satu langkah utama pemerintah adalah penguatan regulasi dan penegakan hukum.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara rutin memblokir ribuan situs judi online yang ilegal. Selain itu, pihak kepolisian terus melakukan operasi penindakan terhadap bandar judi online dan jaringan kriminal yang memfasilitasi aktivitas ini. Dalam beberapa kasus, aparat juga menggandeng pihak internasional untuk menindak penyedia layanan judi dari luar negeri yang merugikan masyarakat Indonesia. Sejak Juni 2024 hingga November 2024, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil mengungkap 300 kasus judi online, dengan 370 tersangka yang telah ditangkap. (Tribrata News Polda Sulawesi Utara+3Berita Satu+3)

Selain tindakan represif, pemerintah juga melakukan upaya preventif melalui edukasi dan sosialisasi. Program-program kampanye anti-judi gencar dilakukan, terutama menyasar pelajar dan mahasiswa, agar mereka sadar akan dampak buruk judi terhadap mental, ekonomi, dan sosial. Pemerintah juga mendorong keterlibatan keluarga dan sekolah untuk memperkuat nilai-nilai moral dan agama yang menjadi benteng utama anak-anak dari godaan judi.
 Sebagai upaya pencegahan, Polri telah mengajukan pemblokiran sebanyak 76.722 konten atau situs judi online kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). (Berita Satu)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah membekukan lebih dari 5.000 rekening yang terafiliasi dengan aktivitas judi online, dengan total nilai transaksi mencapai lebih dari Rp600 miliar.(hukumonline.com).

Upaya pemerintah melalui Bareskrim Polri dan PPATK menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik judi online yang meresahkan masyarakat. Namun, tantangan masih besar mengingat modus operandi pelaku yang terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi digital. Kolaborasi antara aparat penegak hukum, kementerian terkait, dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari praktik judi online.

Sekularisme Tantangan Nyata Judi Online

Fenomena judi online yang makin merajalela di tengah masyarakat bukanlah sekadar persoalan pelanggaran hukum atau kurangnya edukasi digital. Ini adalah gejala dari penyakit sistemik yang lebih dalam yakni kegagalan total sistem sekular kapitalistik dalam membangun manusia yang bermoral, bertanggung jawab, dan takut kepada Allah SWT.

Sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan, telah mencabut ruh nilai dari ruang publik. Agama dibatasi hanya pada ranah ibadah ritual, sementara ekonomi, hukum, dan kebijakan publik dibiarkan berjalan sesuai hawa nafsu manusia. Dalam logika sekular, aktivitas manusia dinilai bukan berdasarkan halal-haram atau manfaat spiritual, tetapi dari sudut pandang manfaat materi semata.
Akibatnya, judi tidak lagi dianggap kejahatan moral, melainkan hanya sebatas pelanggaran administratif atau kriminal biasa. Bahkan dalam praktiknya, sistem kapitalisme justru menciptakan ruang subur yang terus menjamur tanpa henti. Judi online tidak hanya dibiarkan tumbuh diam-diam, tetapi dilanggengkan oleh sistem yang menjadikan keuntungan finansial sebagai standar nilai utama. Ketika negara bergantung pada industri digital, dan platform-platform penyedia layanan tidak diawasi secara syar’i, maka tak heran jika akses judol semudah membuka aplikasi e-commerce.

Di sisi lain, kapitalisme memupuk ketimpangan, membuat masyarakat gelisah secara ekonomi, terhimpit kebutuhan hidup, tetapi terus dibombardir oleh gaya hidup konsumtif. Judi online pun tampil sebagai “jalan pintas cepat kaya”. Inilah buah dari sistem yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang hanya mengejar kepuasan duniawi tanpa tujuan hakiki.

Hanya Islam Pemberantas Hakiki

Dalam Islam, judi (maisir) bukan hanya haram, tapi juga dilabeli sebagai perbuatan keji dan merusak. Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dari perbuatan syaitan. Maka jauhilah itu agar kamu beruntung."
(QS. Al-Ma’idah: 90)

Islam tidak hanya melarang judi sebagai individu, tetapi juga melarang negara membiarkan sistem atau sarana yang mengarah pada judi. Dalam sistem Islam (Khilafah), negara akan menutup semua celah yang mengarah pada maksiat termasuk menutup akses terhadap platform judi online, serta memberikan sanksi tegas bagi pelaku dan penyebarnya.
Lebih dari itu, Islam membangun manusia dengan pendidikan ruhiyah dan akhlak yang kokoh, sehingga ia takut pada dosa meskipun tak terlihat oleh manusia lain.

Di sinilah bedanya Islam dengan kapitalisme Islam mencetak manusia yang terikat pada halal-haram, bukan hanya takut pada aturan buatan manusia.
Judi online yang menggurita hari ini adalah alarm keras bahwa sistem sekular kapitalisme bukan hanya gagal menyejahterakan rakyat, tapi juga gagal menjaga akhlaknya. Sudah saatnya kita meninggalkan sistem rusak ini, dan kembali kepada Islam sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh yang menjaga iman, akal, harta, dan akhlak manusia secara utuh.
Wallahu a’lam bi ash sawab.