-->

HAN BERULANG KALI, KOK JUAL BELI BAYI MASIH TERJADI? UTOPISNYA PERLINDUNGAN ANAK DALAM KAPITALISME


Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)

Memprihatinkan. Baru saja kita memperingati HAN (Hari Anak Nasional), sekali lagi rakyat dikecewakan dsngan sebatas seremonilanya tanpa tindakan nyata. Karena kembali anak terabaikan tanpa perlindungan. Kali ini korbannya oara bayi yang tak berdaya.

Perdagangan bayi lintas negara kembali terjadi, yang melibatkan oknum Dispendukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) (www.kompas.com, Jumat 18 Juli 2025) (1). Terungkap adanya sindikat jual oleh Ditreskrimum Polda Jawa Barat. Mereka telah membeli bayi dan menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura, dengan variasi harga Rp 11 juta hingga Rp 16 juta bergantung permintaan (www.beritasatu.com, Selasa 15 Juli 2025) (2).

Para bayi kebanyakan dijual saat berusia dua hingga tiga bulan, berasal dari berbagai wilayah di Jawa Barat. Modus operandinya direncanakan dengan baik, bahkan ada yang sudah dipesan sejak dalam kandungan. Biaya persalinan ditanggung pembeli dan setelah lahir bayi diambil.

Netty Prasetiyani (Anggota Komisi IX DPR) menyampaikan bahwa hal ini menunjukkan adanya ketidakseriusan dalam memberikan perlindungan pada ibu dan anak, hingga penting bagi pemerintah untuk memberantas adopsi ilegal (www kompas com, Jumat 18 Juli 2025) (3).
Arifah Fauzi (KemenPPPA, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) menyatakan bahwa perdagangan bayi adalah tindak pidana. Maka perlu adanya pengawalan kasus ini secara ketat oleh KemenPPPA, karena sudah memasuki ranah TPPO internasional (www .kemenpppa.go.id, Siaran Pers Nomor: B-216/SETMEN/HM.02.04/07/2025) (4).
Praktik perdagangan bayi ini melanggar UU Perlindungan Anak, yaitu pada UU 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 76F. Bunyinya : “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak.” Pelaku perdagangan anak dapat dikenakan pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 82 ayat (1) dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”
Perdagangan bayi ini pengulangan kasus lama. Dulu terjadi di Bali dan Depok pada tahun 2024. Sebelas ibu hamil dan empat bayi ditemukan di sebuah rumah penadah bayi, dengan fasilitas tempat tinggal dan persalinan gratis. Setelah melahirkan, bayi mereka ditawarkan ke pihak pembeli dengan dalih adopsi. Tarifnya Rp 45 juta per anak. Ini terjadi sejak 2023.

Pada 2022 juga terjadi kasus penjualan anak dengan modus lain. Ada kisah Suhendra, pria yang menamakan dirinya “Ayah Sejuta Anak” yang menuai simpati publik, dengan konten viralnya yang memperlihatkan ia mengasuh puluhan bayi. Ternyata hanya modus. Suhendra menjual satu bayi dengan harga Rp15 juta. Pada 2023 (sumber : Pusat Data Teknologi dan Informasi (Pusdatin) KPAI) telah ada 59 kasus perdagangan bayi dengan modus yang sama, yaitu iming-iming uang dan biaya persalinan gratis.

KemenPPPA sejak 2023 telah memperkuat sistem pencegahan perdagangan anak melalui PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) tapi belum memberikan hasil signifikan. Faktanya kasus perdagangan bayi masih terus terjadi. Faktor kemiskinan menjadi penyebab utamanya.
Perdagangan bayi ini termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini bukti betapa suramnya ekonomi kapitalisme, yang melahirkan kemiskinan struktural. Kemiskinan mengikis fitrah ibu dan rasa kemanusiaannya, dengan tega menjual bayinya demi mendapatkan materi. Para ibu akhirnya tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk mendidik anaknya, karena jeratan kemiskinan.

Rakyat telah dimiskinkan secara sistem oleh kapitalisme demokrasi. Kemiskinan saat ini, bukan karena rakyat malas bekerja, tapi hasil dari keputusan politik dan arah pembangunan ekonomi Indonesia yang menerapkan kebijakan kapitalistik. Terjadilah kesenjangan ekonomi yang makin meluas karena distribusi kekayaan dan pendapatan yang tidak merata. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.

Kebijakan negara pun semakin menyusahkan rakyat. Tarif layanan publik dan harga pangan pun kian mahal. Akhirnya semakin membebani rakyat. Padahal pendapatan rakyat tidak bertambah. Negaralah yang menciptakan kemiskinan sistemis, akibat menerapkan kebijakan ekonomi kapitalisme. Akhirnya kejahatan kerap muncul, dampak dari kemiskinan. Termasuk tindak kriminalitas perdagangan bayi ini. Akibatnya anak, termasuk bayi, tidak terlindungi. Bahkan sejak dalam kandungan. Sekuler kapitalistik telah meminggirkan peran negara, akhirnya akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, termasuk menjual bayi sekalipun.

Berbeda dengan Islam. Perempuan tidak diwajibkan mencari nafkah. Perempuan dimuliakan dengan tugasnya mendidik generasi masa depan. Maka negara dalam Islam harus menghilangkan hambatan-hambatan yang menghalangi kaum ibu menjalankan peran dan tugas utamanya sebagai madrasatul ula bagi anak-anaknya. Di antara hambatan tersebut adalah dengan menghilangkab kemiskinan, agar para ibu bisa melaksanakan kewajiban dan perannya dengan baik.
Negara Khilafah sebagai penerap aturan Islam, akan memberikan jaminan perlindungan dan kesejahteraan bagi ibu dan anak dengan memudahkan akses bagi rakyat untuk mencari nafkah.

Khilafah juga mendidik para ibu dan ayah agar bertakwa, dengan menerapkan sistem sosial sesuai syariat. Maka setiap orang tua memahami bahwa anak bukanlah beban, tetapi amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Mereka akan berupaya maksimal untuk memenuhi hak anak adalah mengasuh dan mendidiknya dengan akidah Islam, memberikan tempat tinggal yang baik, memperhatikan kesehatan dan gizinya, serta memberi pendidikan terbaik. Tentu ini membutuhkan dukungan negara, sehingga Khilafah akan mewujudkan sistem pendidikan, dengan kurikulum berdasarkan akidah Islam.

Pendidikan akan diarahkan sesuai Islam agar mengisi kehidupannya dengan beribadah (QS 51: 56). Sehingga menjadi generasi khairu ummah yang selalu mengajak manusia kepada cahaya Islam, dan melakukan amar makruf nahi munkar (QS 3: 110); dan menjadi pemimpin orang-orang bertakwa (QS 25: 74).
Maka hal-hal yang akan dilakukan Khilafah untuk mewujudkan generasi mulia ini adalah :

Pertama. Khilafah akan memenuhi kebutuhan dasar yang layak, yaitu sandang, pangan, dan papan. Khilafah menciptakan lapangan kerja bagi para ayah agar mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga para ibu tidak akan ada beban ekonomi karena punya kewajiban berat sebagai sekolah pertama bagi anak-anak.

Kedua. Khilafah akan melaksanakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Ini bertujuan untuk mencetak generasi berkepribadian mulia. Penanaman akidah Islam dari usia dini akan membentuk akidah yang kuat, anak tidak akan melakukan tindakan yang dilarang oleh Allah Taala. Syekh Abu Yasin dalam kitab Usus at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah hlm. 8 menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam.

Ketiga. Khilafah memberikan akses kesehatan yang murah, bahkan bisa gratis; tapi tetap berkualitas. Dengan demikian rakyat tidak akan kesulitan mendapat layanan kesehatan terbaik bagi anak-anak mereka.

Keempat. Khilafah akan melakukan pengaturan dan pengawasan media massa seperti koran, majalah, buku, tabloid, televisi, situs internet. Juga termasuk juga sarana-sarana hiburan seperti film dan pertunjukan, berbagai media jaringan sosial seperti Facebook, Twitter, dan sebagainya. Tujuan pengawasan ini agar semua sarana itu tidak merusak pola pikir dan pola sikap generasi muda Islam (Syekh Ziyad Ghazal dalam kitab Masyru’ Qanun Wasa’il al-I’lam fi ad-Daulah al-Islamiyah hlm. 6—7).

Kelima. Kontrol masyarakat berjalan dengan pembiasaan dakwah, yaitu beramar makruf nahi mungkar. Ini akan mampu mengawasi secara melekat kemaksiatan yang terjadi, termasuk aksi perdagangan bayi; sehingga bisa mencegahnya secara dini.

Keenam. Khilafah menetapkan pendidikan keluarga wajib berbasis akidah Islam. Ini penting, karena keluarga adalah bangunan pertama pembentukan karakter anak.
Ketujuh. Khilafah menetapkan sistem sanksi tegas. Tujuannya agar para pelaku kekerasan jera dan tidak akan mengulangi kemaksiatannya lagi.
Inilah detil pengaturan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan anak dan bayi dalam Islam, yang hanya akan mampu diwujudkan oleh dengan penerapannIslam kafah oleh Khilafah.

Catatan Kaki :
(1) https://www.kompas.id/artikel/usut-tuntas-sindikat-penjualan-bayi-perbaiki-administrasi-kependudukannya?utm_
(2) https://www.beritasatu.com/jabar/2904580/bayi-dijual-ke-singapura-rp-16-juta-sindikat-beraksi-sejak-2023
(3) https://nasional.kompas.com/read/2025/07/18/11354141/sindikat-jual-bayi-terungkap-pemerintah-didesak-benahi-sistem-perlindungan?lgn_method=google&google_btn=onetap.
(4) https://www.kemenpppa.go.id/siaran-pers/kemen-pppa-kawal-kasus-perdagangan-bayi-lintas-negara