RENUNGAN TAHUN BARU HIJRIYAH
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)
Tak terasa tahun 1446 Hijriyah kita tinggalkan, kita memasuki tahun baru 1447 Hijriyah. Marak diadakan pawai Muharam untuk menyambut tahun baru ini. Tapi alangkah bijaknya, kita tidak menyambutnya sebatas seremonial saja. Tapi harus melakukan introspeksi bersama. Sudah benarkah apa yang kita lakukan di tahun lalu? Apa yang harus kita lakukan di tahun depan?
Introspeksi juga dikenal dengan istilah muhasabah. Hukumnya fardu (wajib) bagi setiap muslim. Mengacu firman Allah SWT :
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah dia perbuat untuk Hari Esok (Akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahatahu atas apa yang kalian kerjakan” (Terjemah Al-Qur’an surat al-Hasyr [59]: 18).
Jika kita melihat ke belakang, fakta menyedihkan terpapar di depan mata. Kita menyaksikan umat Islam sangat terpuruk. Identik dengan terbelakang, tertinggal dan terjajah. Mengacu pada Laporan Bank Dunia tahun 2000, dari 57 negara Muslim, 29 termasuk negara berpendapatan rendah atau terkategori miskin. Hanya empat yang termasuk negara berpendapatan tinggi (www.blogs.worldbank.org) (1).
Fakta di atas sungguh ironis. Padahal banyak negeri Muslim kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Seperti Indonesia, kaya bahan tambang nikel dan emas. Tapi tragisnya, 60,3% penduduknya miskin. Contohnya Papua kaya emas, tapi malah dikeruk PT Freeport mencapai ribuan ton emas sejak tahun 1967. Rakyat Papua hanya bisa gigit jari karena tak kebagian sedikit pun. Akibatnya Papua menjadi provinsi termiskin secara nasional.
Fakta di luar negeri juga tak kalah mirisnya. Di Palestina, korban meninggal karena meninggal karena genosida penjajahan Israel sudah mencapai di atas 55 ribu jiwa. Ratusan ribu anak-anak cacat. Lebih dari dua juta penduduk terancam kelaparan karena diblokade. Begitu juga kondisi Muslim India, muslim Rohingya di Myanmar, muslim Uighur Cina, Yaman; tak kalah menyedihkan juga.
Hidup umat Islam yang teraniaya ini penuh intimidasi dari rezim setempat, didiskriminasi, diusir dari tempat tinggal mereka, dipisahkan dari keluarga. Mereka dianiaya, dizalimi, dibunuhi. Ironisnya, negeri-negeri muslim tak tergerak hatinya untuk melakukan pembelaan yang nyata. Mereka malah berkhianat dengan bekerjasama dengan barat dan Israel. Terbukti mereka malah memfasilitasi kebutuhan AS dan Zionis Yahudi untuk menyerang Palestina dan Iran. Umat terpecah-belah menjadi 50 negara. Tidak ada lagi persatuan.
Saat Israel diserang, Amerika Serikat (AS) memberikan bantuan dan perlindungan, dengan mengebom Iran setelah Iran menyerang Israel. Negara-negara G7 (barat) juga mengutuk Iran sebagai biang kekacauan di Timur Tengah. Berkebalikan dengan kondisi umat Muslim yang berjumlah lebih dari dua miliar, malah tidak ada yang membela. Padahal sebagian negeri Islam memiliki pasukan dan kekuatan militer yang kuat. Namun, tak ada satu butir peluru pun ditembakkan ke Israel untuk membela saudara seiman. Bahkan hanya untuk membuka pintu perbatasan, pintu Rafah, oleh negara Mesir, untuk masuknya bantuan pangan; juga tidak dilakukan. Sungguh tega para penguasa Muslim!
Fakta menyedihkan di atas, harus menjadi agenda intropeksi besar-besaran bagi umat Islam. Mengapa nasib umat Islam begitu menegenaskan, padahal Allah menjanjikan mereka sebagai umat terbaik? Ini mengacu pada firman Allah SWT :
“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik. Yang melakukan amar maruh nahi mungkar (berdakwah). Dan kalian adalah orang-orang yang beruntung” (Terjemah Al-Quran surat Ali Imran : 110).
Ternyata hal ini erat kaitannya dengan momen tahun baru Hijriyah ini.
Khalifah Umar bin al-Khaththab ra mempunyai landasan kuat untuk menetapkan mulainya tahun Hijriyah. Menetapkan awal Kalender Hijrah dimulai dari peristiwa Hijrah Nabi saw. Beliau menyatakan :
“Akan tetapi, kita akan menghitung penanggalan berdasarkan Hijrah Rasulullah. Ini karena sesungguhnya hijrah beliau telah memisahkan antara kebenaran dan kebatilan” (Ibn Al-Atsir, Al-Kâmil fî at-Târîkh, 1/3).
Hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah adalah momen penting. Sejak peristiwa itu terjadi, berubahlah wajah umat Islam. Umat Islam yang awalnya teraniaya di Makkah selama 13 tahun, setelah hijrah ke Madinah dan menegakkan Daulah Islam, mereka berubah 180 derajat; menjadi umat yang mulia. Umat yang terbaik (khairu Ummah), sesuai ayat Ali Imran 110.
Ada yang berpendapat, karena kondisi dakwah di Mekah sudah tidak kondusif, Rasul memilih untuk melarikan diri ke Madinah yang situasi dakwahnya lebih kondusif. Tapi ini tidak benar. Hijrah Rasul bukan melarikan diri dari persoalan, tapi untuk menemukan solusi jitu bagi perkembangan dakwah Islam. Dengan hijrah ke Madinah, mulailah upaya membangun kekuatan dan kekuasaan yang melindungi agama ini dengan pendirian Daulah Islam. Ini sebagaimana permintaan Rasulullah pada Allah SWT dengan doanya:
“Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar, serta berilah aku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong” (Terjemah Al-Qur’an surat al-Isra’ [17]: 80).
Dengan terbentuknya negara Daulah Islam, yang berdaulat dan disegani, serta mampu memberikan perlindungan bagi umat; adalah makna “Sulthân[an] Nashîra” (kekuasaan yang menolong). Kekuasaan ini telah diberikan oleh Allah kepada Nabi dalam bentuk negara, negara Daulah Islam. Negara Islam terbukti menolong dan memenangkan Islam dan kaum Muslim. Setelah Nabi wafat, Daulah Islam disebut Khilafah Islam, menjadi adidaya dunia selama empat belas abad dan wilayahnya mencapai dua pertiga peta dunia lama. Para pemimpinnya disebut Khalifah. Mereka hanya menerapkan syariah Islam dan terus meluaskan penyebaran Islam.
Umat Muslim kini waktunya menyadari, bahwa banyak musibah menimpa umat karena tidak adanya kekuasaan Islam yang menolong umat. Ini akibat paham nasionalisme dan ideologi sekularisme-kapitalisme yang melingkupi kehidupan kita. Padahal Allah telah mengingatkan akibat berpaling dari ajaran Islam :
“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), sungguh bagi dia penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta” (Terjemah Al-Quran surath Thaha [20]: 124).
Karenanya, sudah saatnya kita berhijrah meneladani Rasulullah dan para sahabat. Mereka, demi berIslam kafah (menyeluruh) sebagai konsekuensi beriman pada Allah, rela meninggalkan kenikmatan duniawi untuk berhijrah ke Madinah. Demi agar bisa menerapkan syariah Islam dalam institusi kekuasaan Islam, di bawah naungan Daulah Islam. Sehingga Allah memberi mereka kemuliaan dan pertolongan atas sikap mereka. Sebagaimana janji-Nya:
“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang mereka perbuat itu” (Terjemah Al-Quran surat Al-A’raf [7]: 96).
Wallahualam Bisawab
Catatan Kaki :
(1) https://blogs.worldbank.org/en/opendata/world-bank-country-classifications-by-income-level-for-2024-2025?cid=SHR_BlogSiteShare_EN_EXT
Posting Komentar