Ramai “Fantasi Sedarah”, Bukti Rusaknya Sistem yang Semakin Parah
Oleh : Mela
28 Dzulqoidah 1446/26 Mei 2025
Belum lama ini publik dikejutkan dalam berbagai platform media sosial mengenai grup Facebook “Fantasi Sedarah” yang berisi konten-konten tidak senonoh. Grup yang beranggotakan lebih dari 32.000 akun tersebut kerap menampilkan postingan yang memamerkan perilaku tidak pantas berupa hubungan sedarah, di mana kebanyakan korbannya adalah anak-anak. Mereka tidak segan-segan membagi pengalaman dan fantasi seputar hubungan sedarah. Perilaku ini kemudian mendapat kecaman keras dan amarah dari masyarakat. Salah satunya yakni Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Titi Eko Rahayu yang menyatakan bahwa apabila ada pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat. Sebab, keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. (news.republika.co.id, 17/5/25)
Tak lama berselang, polisi berhasil meringkus enam pelaku grup inses tersebut usai dilakukan penyelidikan intensif. Penangkapannya pun dilakukan secara maraton dari berbagai daerah baik di Pulau Jawa maupun Sumatra. Keenam pelaku yang ditangkap di antaranya merupakan admin grup, kontributor, dan kreator dari ratusan gambar dan video bermuatan pornografi. Para tersangka kemudian terancam dikenakan hukuman pidana penjara selama 15 tahun atau denda sebesar enam miliar rupiah. (metrotvnews.com, 21/5/25).
Fenomena ini tentu menarik perhatian publik dengan sangat besar karena perilaku inses yang menyimpang baik secara agama maupun norma masyarakat. Seolah bertolak belakang dengan sebutan Indonesia sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Sama sekali tidak mencerminkan perilaku seorang muslim bahkan manusia. Perbuatan keji seperti ini juga menunjukkan banyaknya pengabaian terhadap aturan yang berlaku, terutama aturan agama. Padahal, tanpa aturan agama, hawa nafsu dan akal manusia yang akan berkuasa dalam diri seseorang. Liberalisasi juga turut memengaruhi perilaku manusia tatkala kebebasan yang justru dijadikan sebagai Tuhan. Sementara induk dari liberalisme, yakni sistem kapitalisme terus bercokol di tengah-tengah masyarakat dunia.
Hukuman pidana penjara 15 tahun penjara pun dinilai oleh publik tak cukup untuk menjera para tersangka. Korban yang jelas akan mengalami trauma seumur hidup tak sebanding dengan belasan tahun pelakunya mendekap di balik sel tahanan. Belum lagi efek dari unggahan-unggahan dalam grup terkutuk itu maupun komentar-komentarnya yang melecehkan dan merendahkan banyak pihak. Rasanya, hukuman mati sekalipun tak cukup untuk membayar kebiadaban para pelaku kejahatan tersebut.
Sementara itu, Islam memandang perilaku inses (hubungan sedarah) sebagai sebuah bentuk keharaman atau sesuatu dilarang oleh Allah dan wajib dijauhi. Islam memiliki sejumlah mekanisme preventif untuk mencegahnya, seperti meningkatkan keimanan dan ketakwaan dalam skala individu. Kemudian, adanya suasana saling mengingatkan di tengah-tengah masyarakat apabila ada yang mulai melakukan perbuatan menyimpang. Serta, hadirnya negara dalam mendidik generasi, mengontrol tayangan-tayangan yang beredar, dan mengatur kehidupan sosial masyarakat berikut batasan-batasannya. Jika ditemukan perilaku semacam itu, maka negara tak segan-segan mengambil tindakan kuratif berupa jatuhnya sanksi seberat-seberatnya sesuai dengan aturan Allah SWT, agar memberikan efek jera terhadap pelaku. Masyarakat yang ikut menyaksikan hukuman tersebut akan berpikir 1.000 kali sebelum berniat melakukan perbuatan yang sama. Sayangnya, negara yang memberlakukan aturan seperti itu hanyalah negara yang menerapkan syariat Islam, yakni Khilafah yang notabene tak kita miliki saat ini. Oleh karena itu, saatnya bagi kita untuk segera beralih dari kehidupan dengan sistem buatan manusia (kapitalisme) menuju kehidupan dengan hukum buatan Sang Pencipta. Wallahu’alam bi showab.
Posting Komentar