-->

Inses dan Malapetaka Keluarga Buah Busuk Sistem Sekuler Kapitalis


Oleh : Isna Anafiah
Aktivis Muslimah

Era 4.0 bagaikan pedang bermata dua yaitu selain menawarkan peluang dan manfaat yang besar, juga dapat memberikan dampak negatif menjadi ancaman yang serius seperti menyebarkan informasi yang merusak moral, konten-konten dan situs fornografi, konten yang menyimpang dan menjijikan, normalisasi zina dan hubungan sedarah inses dan lain-lain. Seharusnya era digital menjadi ruang edukatif dan inpiratif. Namun sayangnya, yang terjadi saat ini era digitalisasi justru menjadi ancaman bagi tatanan keluarga, akal sehat dan generasi. 

Seperti yang terjadi baru-baru ini, Indonesia di gemparkan dengan penemuan grup fantasi sedarah di jagat maya "FB" hal ini menunjukkan betapa parahnya kerusak moral yang terjadi di negeri ini. 

Sebagimana di kutip dari halaman berita bisnisupdate.com, (16/05/2025) Keberadaan grup fantasi sedarah (inses) yang telah meresahkan dan menimbulkan kemarahan publik tersebut langsung di respon oleh kementrian komunikasi dan informatika. Pemerintah pun telah meminta meta untuk menghapus grup yang mempublikasikan konten fornografi inses, yang memiliki anggota ribuan di platfrom media sosial "facebook". Kasus tersebut pun viral, karena isi dari grup pantasi sedarah tersebut sangat menjijikan sebab menjadikan anak-anak sebagai fantasi seksual. 

Persoalan tersebut telah merusak tatanan sebuah keluarga. Hingga jatuh pada tahap terendah, yang harusnya keluarga penuh cinta dan kasih sebagaimana manifestasi gharizah nau' ( naluri kasih sayang) justru berubah menjadi pelampiasan nafsu birahi. Kini keluarga tidak mampu lagi menjadi tempat ternyaman. Sosok ayah yang harusnya menjadi pelindungi, saudara laki-laki yang seharusnya menjadi tempat sandaran, justru berubah menjadi individu yang menjijikkan karena diperbudak oleh seksualitas.

Sistem sekuler kapitalis yang telah menjadikan manfaat sebagai asas dan kebebasan berprilaku telah menjadi penyebab munculnya berbagai pemikiran dan prilaku menyimpang seperti halnya inses. Sebab liberalisme sekuler telah mengikis akidah dan merusak kewarasan manusia, mereka telah dijauhkan dari standar kehidupan yang benar yaitu halal dan haram. Sehingga mereka pun terjatuh pada kebebasan yang kebablasan, yang menyebabkan mereka menyalurkan naluri berkasih sayangnya dengan cara yang salah, tidak lagi menggunakan aturan yang lahir dari agama. Menjadikan mereka lebih liar dari binatang.

Sebab peran agama tidak memiliki pengaruh lagi dalam kehidupan, bahkan hanya dianggap sebatas identitas semata. Era digitalisasi telah memberikan ruang pornografi mudah diakses dengan bebas. Banyak sekali situs dan konten pornografi yang tidak mampu dicekal oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) dan KOMINFO yang berseliweran di berbagai platfrom media sosial.
Sehingga menyebabkan fungsi keluarga hilang, dan rusaknya fungsi keluarga yang dipicu oleh pemikiran sekuler liberal. Sehingga individu yang sudah terpapar pornografi akan memangsa siapa saja termasuk anak kandung, adik kandung kakak kandung atau ibunya sendiri. Sebab pornografi telah menjadi candu, layaknya narkoba. 

Tentu agama manapun tidak ada yang mentolerir perilaku menjijikan tersebut, harusnya hal demikian hanya terjadi pada binatang bukan manusia. Ironisnya ada pelaku yang membuat konten asusila dengan anaknya sendiri selain untuk mendapatkan kepuasaan juga untuk meraup keuntungan berupa materi, pelaku menjual konten tersebut dengan harga Rp 100.000 per 40 konten atau foto. Para pelaku pembuat konten asusila atau pornografi menjamur diberbagai platfram media sosial, mereka tidak peduli dengan dampak buruk yang akan terjadi, yang mereka pikirkan hanya kepuasan seksual dan materi yang bisa didapatkan.

Kasus tersebut tidak mampu di selesaikan hanya dengan sanksi hukum, sosial dan sebagainya. Apa lagi sanksi hukum yang diberikan di negeri ini tidak mampu memberikan efek jera dan pencegahan. Sebab para admin grup inses di media sosial "FB" yang ditangkap oleh kepolisian hanya dijerat pasal berlapis yaitu pasal 45, pasal 27, pasal 52 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 (ITE) yakni terkait informasi dan Transaksi Elektronik serta pasal 6 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Sehingga fenomena kejahatan serupa akan terus terulang. Penyebabnya karena tidak ada sanksi yang tegas dan mampu memberikan efek jera. Sistem sanksi dan solusi yang tawarkan pemerintah yang berasal dari sistem sekuler kapitalis gagal menyelamatkan perempuan, anak dan generasi dari cengkraman kejahatan seksual.

Biang semua malapetaka yang menghancurnya fungsi keluarga karena penerapan sistem yang salah yakni sekuler kapitalis. Sistem tersebut telah mendoktrin setiap individu bebas berkeyakinan dan berprilaku. Kebebasan tersebut telah menormaliasi berbagai kasus kejahatan termasuk inses. Selain itu kebijakan yang lahir karena atas dasar HAM tersebut membuat standar benar dan salah perilaku individu bersifat "relatif" sehingga pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi kacau, sebab terlalu bebas menoleransi penyimpangan berperilaku. Terlebih era digital tidak mampu menjadi ruang edukatif dan inspiratif, justru digitalisasi saat ini menjadi ancaman serius bagi perempuan, anak, generasi dan fungsi keluarga. 

Solusi untuk memutus mata rantai konten dan situs yang mengandung pornografi tidak hanya dengan mencekal berbagai platform media sosial. Melainkan harus ada peran negara sebagai pelindung (junnah) yang berjalan sebagaimana mestinya. Pencekalan situs dan konten pornografi serta yang serupa tidak mensolusikan. Justru solusi tersebut hanya tambal sulam, seribu satu konten di blokir, akan muncul ribuan konten dan situs baru yang serupa selama permintaan dan penikmat konten tersebut meningkat, otomatis situs dan konten adegan pornografi dan pornoaksi akan selalu ada. Sebab dipengaruhi oleh pasar dan orientasi profit. Bahkan hingga melakukan pembodohan publik hanya untuk mendukung kepentingan para kapitalis.

Oleh sebab itu, untuk mengembalikan fungsi keluarga, negara dan mencegah berbagai kejahatan di dalam Islam terdapat tiga pilar penting yang harus berjalan yakni:

Pertama, negara sebagai pelaksana kebijakan dan junnah akan memastikan sistem pergaulan sesuai syariat. Baik masyarakat maupun individu serta sistem Islam juga akan memastikan tidak ada situs atau pun konten pornografi, mindset dan aktivitas yang menjadi pemicu pelampiasan syahwat dengan cara yang salah, sehingga tidak akan terjadi perilaku fantasi sedarah (inses). Justru akan tercipta cinta kasih yang murni di dalam keluarga, sebab fungsi gharizah nau' berjalan sesuai syariat. Dan negara juga wajib mendidik masyarakatnya untuk menjadi khariumah. Sehingga terbangun rasa ketakwaan pada Allah SWT. Keimanan masyarakat pun tidak kacau karena mereka hidup di dalam sistem yang benar.

Kedua, peran masyarakat secara umum dapat memberikan andil dalam berbagai hal. Termasuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar, artinya kontrol masyarakat sangat penting untuk menjaga norma-norma dan syariat Allah berjalan sesuai harapan. Sebab kontrol masyarakat dan nahi mungkar yang dilakukan dapat mencegah terjadinya berbagai kejahatan yang dilakukan individu.

Ketiga, peran keluarga secara umum adalah mendidik dan mengajarkan adab serta norma-norma kehidupan. Sehingga setiap individu yang ada dalam sebuah keluarga akan memahami peran dan fungsinya masing-masing. Sebab, jika ada yang berjalan tidak sesuai syariat, maka akan berdampak buruk pada tatanan keluarga tersebut. 

Realitanya saat ini pilar negara, masyarakat dan juga keluarga tidak lagi berjalan sesuai fungsinya. Sehingga untuk mewujudkan tiga pilar tersebut berjalan sesuai fungsinya maka harus ada sistem yang ideal seperti sistem Islam yang mampu memberikan solusi tuntas pada berbagai persoalan manusia. Sistem Islam yang diterapkan dalam level negara mampu mengatur semua aspek kehidupan. Selain itu sistem Islam juga mampu mewujudkan kebahagiaan dunia - akhirat dan mampu membentuk keluarga yang berkepribadian Islam dan bertakwa. 

Sehingga baik individu atau pun masyarakat tidak ada yang berani melakukan kejahatan serta melakukan perilaku menyimpang seperti fantasi sedarah (inses). Sebab hukumnya haram di dalam Islam. Al-Qur’an menyatakan :

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sesusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantui); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa: 23).

Fantasi sedarah (inses) merupakan perbuatan zina dan sebuah kejahatan yang merusak nasab. Untuk itu Islam memberikan sanksi yang berfungsi sebagai pencegahan (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Sehingga femonema inses dan berbagai kejahatan lainnya tidak akan terulang lagi.
 
Itulah makanisme Islam dalam menyelesaikan beragam persoalan termasuk masalah fantasi sedarah (inses). Realita buruk tersebut harusnya menjadi gambaran bahwa fungsi keluarga di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Untuk itu, negeri ini membutuhkan sebuah perubahan yang bersifat revolusioner, agar fungsi negara berjalan sesuai fungsinya sebagaimana mestinya.

Wallahu'alam bisshawab.