RAKYAT DISURUH PINTAR, TAPI SULIT AKSES BELAJAR
Oleh : Khairunnisa
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan atau sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Ini setara dengan lulusan kelas 9 atau sekolah menengah pertama (SMP).
Temuan ini menjadi cerminan bahwa Pendidikan Indonesia masih didominasi oleh capaian jenjang menengah pertama, dan banyak penduduk belum melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa meskipun terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2023 (9,13 tahun), capaian ini baru sedikit melampaui target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang ditetapkan sebesar 9,18 tahun. (2/5/2025).
Sementara, rata-rata yang paling rendah ada di Provinsi Papua Pegunungan yang hanya mencapai 5,1 tahun atau jenjang SD saja tidak lulus. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyoroti tingginya angka lulusan SD dan SMP. Jika dijumlah, angka ini melebihi total penduduk yang memegang ijazah SMA.
Terjadinya disparitas lama bersekolah masyarakat di Tanah Air harus segera diatasi sebagai bagian upaya untuk memberikan layanan pendidikan yang merata bagi setiap warga Negara, " kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 6 Maret 2025. upaya memberikan layanan pendidikan yang merata di Tanah Air harus dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain melalui pemberian kemudahan untuk mengakses layanan pendidikan dengan pemberian beasiswa, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, hingga sistem pembelajaran yang adaptif sesuai dengan kondisi lingkungan di daerah terkait.
Untuk menghadirkan sejumlah faktor yang mempermudah akses pendidikan bagi masyarakat itu, anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) mengatakan butuh komitmen kuat dari para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, serta masyarakat untuk mewujudkannya.Kemudahan akses pendidikan bagi masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) membutuhkan dukungan infrastruktur telekomunikasi dalam bentuk jaringan internet yang memadai. Masalah disparitas lama bersekolah yang terjadi bisa segera diatasi, sehingga upaya untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berdaya saing di masa datang dapat diwujudkan.
Dari permasalahan ini sejatinya kita dapati bahwasanya semua ingin melahirkan generasi bangsa yang pintar bahkan cerdas. Namun, bagaimana jika akses dibatasi dan harga yang sangat mahal untuk mengenyam bangku pendidikan. padahal kita mengetahui bahwa Pendidikan tidak hanya memotori ilmu dan pengetahuan, melainkan juga sebagai pembentuk karakter seorang individu agar dapat menjadi pribadi yang bijaksana, dan sadar akan kemampuan potensi yang terdapat dalam dirinya.
Dan dari fenomena ini kita dapat melihat beberapa faktor terjadinya ketimpangan pendidikan, yaitu: Pertama, keterbatasan akses dan infrastruktur pendidikan memadai. Kedua: kondisi geografis antara pulau satu dengan pulau lainnya memiliki jarak tempuh yang lama, sering kali akses jalan yang ditempuh hanya dapat menggunakan jalur laut untuk sampai ke sekolah. Ketiga: hambatan sosial dan budaya seperti konstruksi sosial yang menganggap pendidikan bukan menjadi hal yang penting dan sebagainya. Keempat : keterbatasan guru. Kondisi ini, sering kali menjadikan tiga Mata Pelajaran (Mapel) yang berbeda diampu oleh guru yang sama dikarenakan jumlah guru dalam lingkungan sekolah tersebut tidak mencukupi. Kelima : guru dengan kualitas rendah. Fenomena guru yang pilah-pilih tempat mengajar acapkali dilakukan. Mayoritas guru kebanyakan mengajar di daerah perkotaan sementara sangat sedikit guru dengan sukarela mengajar di daerah terpencil.
Dan dari sini kita dapati bahwa solusi yang ditawarkan nyatanya tidak sama sekali ada yang dapat diberikan kepada masyarakat secara utuh seolah semua solusi itu hanya sebagai saran yang bisa diambil ataupun tidak maka kita fahami bahwa memang negara tidak mempermudah akses untuk setiap anak dapat mengenyam bangku pendidikan dengan mudah. Penuntutan menjadi anak bangsa yang pintar bahkan cerdas seolah hanya diperuntukkan untuk yang kaya bukan untuk yang miskin.
Nyatanya, pemuda adalah penentu kualitas Negara maka jelas saja Negara kita dipandang rendah sebab kualitas pemuda yang tidak terjaga dengan baik bahkan tidak mendapatkan pendidikan dengan baik dikarena permasalahan ekonomi yang begitu sulit dan rumit. Banyak yang memutuskan putus sekolah dan bekerja. Dari sini menunjukkan sekolah bukan hal yang diprioritaskan sebab Negara tidak memberikan dukungan.
Ini akibat sistem Kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas, sehingga akses bergantung pada kemampuan ekonomi. Dengan angka kemiskinan yang tinggi makin sulit rakyat dalam mengakses sarana Pendidikan bahkan Pendidikan dasar. Negara memang sudah memberikan berbagai program yang diharapkan bisa menjadi solusi, seperti KIP, ‘sekolah gratis’, berbagai bantuan yang lain, namun realitanya belum semua rakyat dapat mengakses layanan Pendidikan, apalagi program tersebut hanya untuk kalangan tertentu dan jumlahnya pun terbatas. Belum lagi keberadaan layanan pendidikan yang belum tersedia secara merata di semua wilayah, khususnya daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Sistem kapitalis ini memang membuat pelik segala permasalahan bahkan solusi yang diberikan hanya sebagai pemanis dan penenang bagi masyarakat agar tetap tenang hidup didalam sistem yang nyatanya telah merusak segala lini kehidupan ini.
Sistem kapitalisme inilah yang menciptakan swastanisasi sehingga biaya mahal, ketimpangan akses, dan kurikulum pasar menjadikan pendidikan alat mencetak tenaga kerja murah, bukan hak dasar rakyat. Efisiensi anggaran makin memperburuk kondisi.
Ketika kita tidak hidup sesuai dengan tempat kita layaknya ikan yang tidak hidup tanpa air, kita hidup didalam sistem yang tidak sesuai fitrah, tidak memuaskan akal, dan tidak memberikan ketenangan. bahkan kita kehilangan gambaran kehidupan. Disinilah pentingnya kita fahami bahwa kita tidak bisa berdiam diri didalam sistem rusak ini dan kita harus bangkit untuk menuju sistem yang Allah ridhoi yakni Dalam Khilafah, pendidikan adalah hak setiap warga, miskin ataupun kaya. Negara wajib menyediakannya secara gratis dan merata untuk membentuk manusia berilmu dan bertakwa dan berketrampilan tinggi. Khilafah memiliki sumber dana yang mumpuni untuk mewujudkannya. Dana pendidikan diambil dari Baitul Maal, khususnya pos fai', kharaj, dan kepemilikan umum. Negara mengelola langsung pendidikan tanpa campur tangan swasta
Wallahu a'lam bishowab
Posting Komentar