Membakar Hidup-hidup Teman Sendiri, Ada apa dengan Generasi Saat ini?
Oleh : Ummu Ghazi
Seorang anak 10 tahun di Situbondo, Jawa Timur, diduga menjadi korban penganiayaan berat oleh sesama temannya. Kasus ini tengah diusut oleh penyidik perempuan dan anak Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Situbondo.
(tempo.co, 14-5-2025)
Korban berinisial AQ diduga menjadi sasaran pembakaran oleh empat orang temannya. Akibatnya, AQ mengalami luka bakar serius pada bagian wajah dan tubuhnya. Kasat Reskrim Polres Situbondo, AKP Agung Hartawan, mengatakan telah memanggil empat anak-anak yang diduga menjadi pelaku penganiayaan tersebut.
"Selain diklarifikasi oleh penyidik PPA, empat anak-anak itu juga memperagakan saat melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap korban," katanya, Selasa 13 Mei 2025, seperti dilansir dari Antara.
Sungguh mengerikan. Peristiwa tersebut terjadi pada Senin, 12 Mei 2025, di depan rumah salah satu dari empat anak terduga pelaku. Saat itu, AQ berpamitan ke orang tuanya untuk membeli makanan. Dalam perjalanan, korban dipanggil oleh empat orang temannya. Tidak lama kemudian, salah satu teman korban melemparkan botol berisi spiritus atau etanol sebelum dibakar, sehingga wajah dan bagian tubuh korban terbakar.
Kejadian ini sangat menggemparkan Situbondo. Bagaimana tidak? Bayangkan, pelakunya anak usia 10 tahun dan sudah mempunyai rencana untuk membakar temannya. Anak-anak sekarang sudah tidak bisa melihat mana kawan dan mana lawan, mana candaan dan mana kenyataan. Sudah tidak bisa berpikir secara logika.
Kalau terjadi seperti ini, siapa yang harus disalahkan?
Orang tuanyakah?
Masyarakat?
Apa negara?
Tidak ada seorang ibu yang mendidik anak-anaknya untuk menjadi seorang kriminal. Pasti seorang ibu menginginkan anak-anaknya menjadi baik dan sukses di masa depannya. Lalu mengapa hal ini bisa terjadi?
Hal ini terjadi karena kurangnya benteng akidah dan pengawasan dari keluarga, masyarakat dan juga negara. Di dalam negara kapitalis, perlindungan anak sangat minim. Apalagi anak-anak mudah mengakses media dengan bebas tanpa ada pengontrolan dari negara. Game online merajalela, dan juga gaya hidup ala-ala Korea, pergaulan bebas, serta pendidikan agama pun sudah mulai dikurangi. Beginilah anak-anak kapitalis terlahir tanpa adab dan akhlak yang baik, dan tidak bisa membedakan mana yang halal dan haram.
Generasi adalah harapan umat. Di dalam Islam, Daulah Khilafah sebagai sistem pemerintahan negara sangat memperhatikan pendidikan agama. Untuk mencegah anak melakukan tindak pidana, negara juga mengawasi dan memberi pembinaan dengan akidah Islam dan kurikulum pendidikan yang islami agar anak-anak terlahir menjadi generasi khairu ummah (umat yang terbaik) dan generasi yang bersyakshiyah islamiyyah (berkepribadian islam).
Negara juga memberi arahan atau membina keluarga muslim untuk menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah, agar bisa mendidik anak-anaknya dengan akidah Islam. Negara juga memberi fasilitas terhadap anak-anak, seperti permainan yang mendidik agar anak-anak terarah dengan baik.
Begitulah ketika aturan Islam diterapkan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang pernah dicontohkan oleh Nabi kita, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Maka sangat jelas urgensi penerapan syariat islam dalam bentuk institusi negara (Khilafah), agar anak-anak kita menjadi generasi yang cemerlang dan kuat, berkepribadian islam, yang bisa mengangkat derajat orang tuanya di akhirat.
Wallahu a'lam
Posting Komentar