Krisis Gaza, dan Ketakutan Barat akan Tegaknya Khilafah
Oleh : Ida Nurchayati
Koalisi Global menggelar konferensi mendukung Al Quds dan Palestina. Konferensi mengambil tema “Kemenangan Gaza adalah Tanggung Jawab Umat” digelar di Istanbul, Turki, pada Sabtu 26 April 2025. Konferensi ini merupakan bagian dari konferensi tahunan “Pelopor” ke-14, diikuti oleh puluhan tokoh nasional, media, budaya, sosial, serikat pekerja, intelektual, dan pemuda, serta lembaga aktif dari sekitar 60 negara di seluruh dunia. (nasional.sindonews.com, 28/4/2025).
Meningkatnya dukungan global terhadap Palestina, menyebabkan Pemerintah Inggris tengah melakukan konsultasi dengan Prancis dan Arab Saudi mengenai opsi pengakuan terhadap Negara Palestina pada bulan Juni 2025 (www.viva.co.id, 1/5/2025). Dukungan global terhadap nasib Gaza momen mengingatkan umat agar kembali bersatu dalam satu kepemimpinan politik, membentuk kekuatan global yang mampu menyaingi dominasi Barat.
Mengapa harus Khilafah?
Negara Israel lahir atas gagasan Theodor Herzl yang mengalami penindasan Yahudi di Eropa Timur (Peristiwa Dreyfus 1894). Ide Herzl ditindak lanjuti dengan Konggres Zionis Pertama (1897) di Basel, Swiss, menjadi pilar penting sejarah berdirinya Israel. Herzl percaya bahwa antisemitisme tidak bisa diselesaikan kecuali dengan menciptakan negara Yahudi. Konferensi Brussels (1903) Inggris mempersiapkan lokasi alternatif untuk negara Yahudi selain Palestina, berakhir dengan kegagalan, Zionis yahudi tetap memilih Palestina sebagai tanah air nasional. Herzl ingin menyatukan gerakan zionis sebagai politik dan keagamaan yang sudah mengakui Bukit Zion sebagai tempat sucinya.
Untuk mewujudkan impiannya, Herzl menemui Sultan Abdul Hamid II untuk meminta wilayah Palestina bagi berdirinya Negara Israel. Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah permintaan Herzl. Dengan alasan Palestina adalah tanah kharajiyah, tanah milik kaum muslim hingga hari kiamat. Uang Suap sebesar 150 juta poundsterling serta tawaran menarik lainnya, tidak menggoyahkan sikap Sultan Abdul Hamid II. Herzl menuliskan dalam buku hariannya, "Tidak ada harapan bagi kaum Yahudi di Palestina dan mereka tidak akan mampu memasuki tanah yang dijanjikan selama Sultan Hamid II masih berkuasa."
Berbagai upaya ditempuh Herzl untuk meruntuhkan kekhilafahan Ustmani. Diantaranya dengan menyusupkan Kemal Attaturk, seorang agen zionis yang pura-pura masuk Islam, serta bekerjasama dengan Inggris untuk menyeret Utsmani dalam Perang Dunia pertama.
Perang Dunia pertama belum usai, namun pada tahun 1916 terjadi Perjanjian Sykes Pycot yang membagi wilayah Utsmani sebagai harta rampasan perang. Pada tahun 1917 terjadi Deklarasi Balfour, agar mendapatkan dukungan Yahudi pada Perang Dunia Pertama, Inggris menjanjikan pendirian rumah nasional Yahudi di Palestina yang dikuasai Ottoman.
Akhirnya Zionis Yahudi berhasil meruntuhkan Utsmani pada 3 Maret 1924. Sejak itulah terjadi migrasi besar-besaran orang yahudi dari seluruh dunia ke wilayah Palestina dengan dukungan Inggris, hingga mereka berhasil mendirikan Negara Israel pada 14 Mei 1948.
Inilah awal mula Palestina terjajah, dan awal mula derita rakyat Palestina dibawah pendudukan zionis hingga sekarang, karena hilangnya perisai atau junnah umat yakni institusi khilafah. Kondisi Gaza dibawah pendudukan Israel sangat memprihatinkan, meski berbagai solusi ditawarkan, dari bantuan kemanusiaan hingga lebih dari 30 resolusi PBB tidak membawa perubahan. Gaza dalam keadaan krisis, karena zionis laknatullah hanya mengenal bahasa kekerasan.
Seruan global untuk melaksanakan jihad sangat tepat. Namun jihad hanya bisa dilakukan ketika umat bersatu dibawah komando seorang khalifah. Maka satu-satunya cara mengakhiri krisis Gaza adalah dengan mengembalikan kekhilafahan, sebagaimana yang dilakukan Sultan Abdul Hamid II, melindungi setiap jengkal tanah kaum muslim dari tangan penjajah.
Tegaknya Khilafah, Momok bagi Zionis dan Barat
Penderitaan rakyat Gaza yang sudah diluar batas kemanusiaan, memunculkan dukungan global bagi Gaza. Jihad dan khilafah mulai digaungkan, dua hal yang sangat menakutkan bagi zionis dan kafir barat pendukungnya. Barat melakukan berbagai upaya untuk membendung tegaknya kembali khilafah, di antaranya melalui riset dan proyek penelitian yang menghabiskan banyak dana. Salah satunya dilakukan oleh Rand Corporation, sebuah lembaga think tank Amerika Serikat untuk menghadang kebangkitan khilafah yang kedua ( https://alwaie.net/?p=437).
Netanyahu belum lama mengeluarkan pernyataan, "Kami bertekad untuk membebaskan para tawanan dan kami tidak akan membiarkan berdirinya Khilafah Islam (Kekhalifahan) mana pun, baik di utara maupun di selatan, atau di tempat lain mana pun. Jika para ekstremis mengalahkan kami, dunia Barat akan menjadi target mereka berikutnya.”
Tegaknya kembali khilafah merupakan mimpi buruk bagi zionis. Ini bukan pertama kalinya Netanyahu menyebut Khilafah sebagai ancaman yang ingin ia cegah. Ini kedua kalinya dalam pekan ini, dan ketiga kalinya selama perang di Gaza. Mereka menyadari krisis Gaza membuka kesadaran umat urgensi khilafah. Tegaknya kembali khilafah merupakan lonceng kematian bagi peradaban kapitalis, dan fajar bagi tegaknya khilafah kembali, sehingga upaya barat menghalangi kembalinya khilafah menjadi sia-sia.
Meneladani Dakwah Rasulullah
Kembalinya khilafah yang berada diatas manhaj kenabian adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah, hal yang pasti terjadi meski barat selalu berupaya merintangi. Namun manusia wajib mengupayakan kausalitasnya, agar khilafah tegak kembali. Manusia wajib mengikhtiarkan dengan berdakwah membentuk kesadaran umat, bahwa khilafah adalah kewajiban dari Allah sekaligus qadhisiyah masyiriyah, hal yang urgen dibutuhkan umat saat ini.
Kesadaran umat akan terwujud dengan dakwah berjamaah, meneladani metode dakwah Rasulullah. Selain sebagai teladan dalam semua aspek kehidupan, beliau terbukti berhasil merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam dengan dakwahnya.
Sudah seharusnya para pengemban dakwah semakin giat mencerdaskan umat dengan pemikiran Islam sehingga terbentuk opini dan kesadaran umum ditengah umat.
Karakter dakwah Rasulullah adalah dakwah pemikiran, yakni dengan merubah pemikiran diluar Islam menjadi pemikiran Islam. Dakwah Rasulullah bersifat politis karena problematika yang dihadapi umat berkaitan dengan persoalan politik. Makna politik dalam Islam adalah riayah suunil ummah, berkaitan dengan pengurusan urusan umat. Rasulullah berdakwah selama periode Makkah murni pemikiran tanpa kekerasan (La madiyah). Tanpa kekerasan bukan berarti anti jihad. Ketika umat Islam diserang dan dijajah seperti wilayah Gaza, maka wajib mengerahkan jihad untuk melawan kezaliman zionis laknatullah.
Selain itu, dakwah Rasulullah bersifat asasiyan atau mendasar, artinya perubahan yang akan dilakukan sifatnya mendasar dan menyeluruh bukan tambal sulam. Dakwah dilakukan secara universal atau mendunia, artinya setiap wilayah layak dijadikan medan dakwah Islam ideologis. Dakwah semacam ini butuh waktu, kesabaran dan keistikamahan.
Rasulullah membagi dakwahnya dalam tiga tahapan, yakni pembinaan dan pengkaderan, tahap interaksi dengan masyarakat dan tahapan penerapan hukum Islam dalam bingkai negara.
Maka dakwah mengembalikan kehidupan Islam yakni dengan tegaknya khilafah akan berhasil ketika meneladani dakwah Rasulullah. Dakwah mengembalikan kehidupan Islam dengan menegakkan institusi kekhilafahan yang dipimpin oleh seorang khalifah yang akan mengomando jihad mengusir zionis laknatullah dari bumi Palestina. Institusi perisai bagi kehormatan, darah dan nyawa umat muslim sedunia serta melindungi setiap jengkal tanah kaum muslim.
Wallahu a'lam
Posting Komentar