Kecurangan dalam UTBK, Buah Hasil Pendidikan ala Kapitalisme?
Oleh : Mela
5 Mei 2025 / 7 Dzulqoidah 1446
Belum lama ini telah digelar pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2025. Sayangnya, panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan setidaknya ada 14 kecurangan yang dilakukan oleh peserta saat menjalani ujian seleksi tersebut. Pada hari pertama yakni tanggal 23 April 2025 terdapat sembilan kasus, sementara hari kedua tanggal 24 April 2025 sebanyak 5 kasus. Kecurangan dilakukan melalui berbagai cara dan teknologi untuk mencuri soal UTBK. Bahkan, modus baru kecurangan yang dilakukan peserta tahun ini adalah dengan menyelundupkan alat perekam dalam bentuk kamera kecil yang tersembunyi di behel gigi, kuku, ikat pinggang, dan kancing baju. Menurut Ketua Umum SNPMB, Prof. Eduart Wolok, jika dilihat dari total peserta yang hadir pada sesi satu (1) hingga sesi empat (4) yaitu sebesar 196.328, maka temuan kecurangan sebanyak 0,0071 persen kasus. Namun, beliau mengatakan bahwa sekecil apapun kecurangannya, panitia tidak akan mentolerir. (Kompas.com, 25/4/25).
Selaras dengan kasus kecurangan tersebut, hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024 yang dilakukan oleh KPK seolah mengiyakan bahwa moral anak bangsa saat ini tengah berada di ambang kehancuran. Bagaimana tidak, sebanyak 449.865 responden yang terdiri dari 35.850 sekolah dasar dan 1.238 perguruan tinggi, ditemukan 38,4% siswa meminta orang lain untuk mengerjakan tugasnya dan 20,69% siswa memilih untuk menyontek daripada harus belajar. Sementara itu di tingkat pendidikan tinggi, 51,57% mahasiswa mengaku bahwa mereka ikut menyontek atau plagiat saat melihat rekannya melakukan hal demikian, dan 44,59% mahasiswa pun mengaku telah melakukan plagiarisme. (detik.com, 25/4/25)
Kasus seperti ini tentu bukan hal baru di tengah-tengah masyarakat. Tahun-tahun sebelumnya pun panitia pelaksanaan ujian seleksi mahasiswa baru kerap menemukan kecurangan-kecurangan serupa oleh oknum calon mahasiswa baru. Berita mengenai plagiarisme yang dilakukan oleh mahasiswa dalam memenuhi tugas akhirnya pun santer terdengar oleh kita. Namun, apa sebenarnya yang menjadi penyebab maraknya kasus kecurangan dalam ujian seleksi mahasiswa baru ini? Kemudian setelah menjadi mahasiswa, apa jua hal yang menyebabkan integritasnya menurun saat memenuhi tanggung jawab mereka?
Apabila kita menelisik makna dari tujuan pendidikan, maka akan kita dapati bahwa tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ini sejalan dengan tujuan pendidikan dalam Islam, yakni untuk membentuk kepribadian islami (syakhsiyyah al-islamiyyah) dan membekali para peserta didik dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Tujuan belajar pun bukan untuk meraih keuntungan atau sesuatu yang bersifat materiil (seperti nilai), melainkan untuk meraih ridha Allah SWT.
Tentu hal ini bersimpang jauh dari fakta yang kita dapati belakangan. Ketika hasil (nilai) yang dijadikan standar dalam kesuksesan, maka apapun akan ditempuh untuk meraihnya, termasuk mengabaikan halal haramnya sebuah perbuatan. Inilah gambaran rusaknya sistem pendidikan ala kapitalisme yang mengedepankan hasil daripada prosesnya. Begitu pula jika kemajuan teknologi tidak dibarengi oleh kepribadian islami dari peserta didik serta sistem saat ini yang menghalalkan segala cara, maka akan berpeluang besar untuk disalahgunakan demi tujuan materi semata, atau bahkan dapat merusak mental dan akhlak siswa. Berbeda ketika seorang pelajar yang berkepribadian islami, maka ia akan memanfaatkan teknologi sesuai dengan tuntunan agama, entah ia jadikan sebagai sarana untuk mempermudah kehidupan, atau pun ia jadikan tempat untuk berdakwah dan meninggikan kalimat Allah.
Wallahu’alam bi showab.
Posting Komentar