-->

Jaminan Kesehatan Tak Bisa Digunakan, Kemana Rakyat Harus Berharap?


Oleh : Selia Herasusanti, SP

Viral video yang mengisahkan seorang supir yang dibacok oleh seorang pria yang ditolongnya. Kronologi nya, pak supir yang kasihan melihat seorang pria lusuh kelaparan dan kedinginan, memberinya makan dan minum serta mengajaknya istirahat tidur di dalam mobilnya. Namun naas, pria itu malah membacoknya hingga terluka parah. Pak supir sempat menyelamatkan diri ke rumah sakit. Namun sayangnya, rumah sakit tak memberinya pertolongan meski pak supir membawa KIS. Pihak rumah sakit menolaknya dengan alasan KIS tidak bisa digunakan untuk korban kriminalitas. Akhirnya pak supir meninggal dunia di rumah sakit tersebut. 

Kasus serupa bukan baru pertama kali terjadi. Pihak rumah sakit menolak menangani pasien karena kasusnya tak tercover oleh BPJS/KIS. Biasanya pasien menyalahkan pihak rumah sakit, sementara pihak rumah sakit tak bisa berbuat banyak, karena jalannya aktifitas rumah sakit butuh dana. Jika tindakan terhadap pasien tak dijamin biayanya oleh BPJS, merekapun akan mengalami kerugian. 

Beginilah yang terjadi di tengah masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan kesehatan. Satu pihak melempar kesalahan pada pihak lain. Masing-masing tak ingin dirugikan, karena tak ada yang gratis dalam sistem kapitalisme. Akhirnya rakyatlah yang menjadi korban. 

Sistem kapitalisme menjadikan dunia kesehatan sebagai lahan bisnis. Baik itu terkait BPJS, pengadaan obat, bahkan pekerja medis yang harus menempuh pendidikan dengan biaya tinggi. Maka tak heran, jika dalam pelayanan pada masyarakat, faktor utama yang dipertimbangkan adalah untung rugi. Karena memang ini adalah bisnis. 

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, kesehatan adalah salah satu dari kebutuhan pokok yang dijamin negara, selain sandang, pangan, papan, pendidikan dan keamanan. Negara memenuhi hal ini dengan biaya murah bahkan gratis. 

Darimana pembiayaannya? Dalam sistem kapitalisme, negara kesulitan mendanai kebutuhan rakyatnya karena hanya mengandalkan iuran BPJS dan pajak yang asalnya dari rakyat juga. Sementara sumberdaya alam yang dimiliki malah diberikan pengelolaan dan hasilnya pada pihak asing. Hal ini membuat rakyat gigit jari dan dipaksa memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri. 

Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, salah satu sumber pendapatan terbesar berasal dari pengelolaan sumber daya alam yang merupakan milik rakyat. Negara hanya sebagai pengelola, sementara hasilnya dikembalikan kembali pada rakyat untuk membiayai kebutuhan sandang, pangan papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan dengan murah bahkan gratis. 

Bisa dibayangkan, jika hal ini diterapkan, maka setiap pasien yang masuk ke rumah sakit, siapapun dia, apapun sakitnya dan bagaimanapun penyebab sakitnya, akan langsung ditangani oleh para tenaga medis di rumah sakit. Mereka tak akan pusing dengan menanyai pasien hal-hal yang tak perlu, atau pasien pun tak perlu deposit uang jaminan lebih dulu. Pihak rumah sakit fokus pada merawat pasien, karena biaya semuanya sudah ditanggung pemerintah tanpa kecuali. 

Sayangnya, masih banyak rakyat yang menolak sistem Islam. Hal itu terjadi karena tak tersampaikannya informasi lengkap tentang bagaimana indahnya aturan Islam dalam menangani setiap permasalahan rakyat. 

Dalam Islam, negara berperan sebagai pengatur urusan rakyat, melayani rakyat dengan kesadaran sebagai bentuk kewajiban penguasa pada rakyatnya. Hal ini akan berdampak pada pelayanan sepenuh hati, karena apa yang dilakukan bukan hanya berdampak pada kehidupan dunia, tapi akan berlanjut hingga kehidupan di akhirat kelak. Wallahu'alam.