Ijazah Disandera, Bukti Gagalnya Perlindungan Hak Pekerja
Oleh : Novi Ummu Mafa
Fenomena penahanan ijazah oleh perusahaan kembali menyeruak ke hadapan publik. Inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, di UD Sentosa Hasil menjadi sorotan publik setelah terungkapnya praktik keji berupa penahanan ijazah milik mantan pekerja meskipun yang bersangkutan telah mengundurkan diri. Alih-alih mendapatkan dukungan dalam upaya menegakkan keadilan, Armuji justru dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik. Tetapi setelah berdialog dengan pemilik perusahaan laporan itu akhirnya dicabut. (tempo.co, 18-04-2025).
Kasus serupa pun terdeteksi di berbagai daerah lain, seperti yang terjadi di Gresik Jawa timur. Maraknya persoalan ketenagakerjaan di Kabupaten Gresik, mulai dari pemotongan gaji sepihak, pemberian denda kepada buruh outsourcing yang tidak masuk kerja, hingga penahanan ijazah, telah memantik perhatian anggota Komisi IV DPRD Gresik, Imam Syaifuddin. Menurut beliau deretan masalah tersebut sebagai cerminan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan secara nasional. (kabarbaik.co, 27-04-2025).
Demokrasi Kapitalistik Melanggengkan Kezaliman
Praktik penahanan ijazah buruh adalah buah pahit dari sistem hukum yang dibangun di atas asas kebebasan individu tanpa batas (freedom of contract). Hukum ketenagakerjaan negeri ini tidak secara tegas melarang praktik penahanan ijazah. Ada celah hukum yang sengaja dibiarkan menganga sehingga memberi jalan lapang bagi keserakahan korporasi. Di balik jargon kebebasan berkontrak, sesungguhnya tersembunyi pemaksaan sepihak terhadap para pekerja yang dihimpit kebutuhan hidup terpaksa menandatangani kontrak zalim yang menyandera hak-haknya.
Inilah wajah asli kapitalisme sebuah ideologi buatan manusia yang tidak berorientasi pada keadilan tetapi tunduk pada logika keuntungan material semata. Di bawah kapitalisme hubungan kerja bukanlah hubungan yang setara antara dua pihak yang saling membutuhkan, melainkan hubungan timpang antara si kuat (pemilik modal) dan si lemah (pekerja). Negara yang seharusnya menjadi pelindung hak rakyat malah berubah menjadi penjaga setia kepentingan pemodal. Demokrasi sekuler yang diagung-agungkan sebagai “kedaulatan rakyat” ternyata tak lebih dari topeng murahan bagi kedaulatan kapital.
Menyedihkan, tetapi inilah realita yang harus dihadapi. Sistem sekuler demokratis telah berulang kali gagal menegakkan keadilan, gagal mengayomi yang lemah, dan terus melanggengkan struktur ketidakadilan. Reformasi hukum, pergantian rezim, ataupun revisi regulasi hanya ibarat tambal sulam kain lusuh yang tak pernah benar-benar menyelesaikan masalah dari akarnya.
Islam: Solusi Hakiki bagi Keadilan Ketenagakerjaan
Berbeda dengan sistem kapitalistik yang rusak, Islam datang dengan solusi paripurna yang tidak lahir dari hawa nafsu manusia, melainkan dari wahyu Ilahi. Dalam sistem Islam hubungan kerja diatur dengan akad ijarah, yang mewajibkan adanya kesepakatan jelas dan adil antara pemberi kerja dan pekerja. Setiap bentuk penipuan, paksaan, maupun penahanan hak tanpa izin syar’i diharamkan secara tegas.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah)
Prinsip ini bukan sekadar etika, melainkan hukum mengikat dalam pemerintahan Islam (Khilafah). Negara Khilafah bukan hanya pengatur administrasi, melainkan institusi pelaksana syariat Islam yang memastikan tidak satu pun pihak yang dizalimi. Dalam sistem ini, tidak akan dibiarkan perusahaan mana pun berani menahan ijazah pekerja, karena negara akan bertindak tegas memberantas segala bentuk kezaliman dengan kekuatan hukum yang bersumber langsung dari wahyu Ilahi bukan dari hasil kompromi politik atau tekanan lobi kapitalistik.
Sistem administrasi (idari) dalam Khilafah berprinsip memudahkan rakyat, bukan mempersulit. Setiap kebijakan ditimbang berdasarkan maslahat umat dan kesesuaian dengan hukum syara’, bukan kepentingan pemodal atau elite kekuasaan.
Lebih dari itu, dalam Khilafah pekerjaan bukan sekadar alat eksploitasi ekonomi, tetapi bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia secara layak. Negara memastikan bahwa kebutuhan pokok tiap individu: pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan terpenuhi secara memadai sehingga pekerja tidak lagi menjadi budak upah karena terjepit kebutuhan dasar.
Saatnya Kembali kepada Islam Kaffah
Fenomena penahanan ijazah hanyalah satu contoh kecil dari kerusakan sistemik yang lebih besar. Selama kita terus mempertahankan demokrasi sekuler liberal, selama itu pula kezaliman akan terus beranak pinak. Menuntut keadilan dari sistem buatan manusia ibarat mengharap air bersih dari sumur keruh.
Satu-satunya jalan keluar adalah meninggalkan sistem rusak ini dan kembali kepada sistem yang berasal dari Zat Yang Mahasempurna, yaitu syariat Islam dalam naungan Khilafah. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah keadilan sejati dapat terwujud, hak-hak pekerja dapat terjamin, dan kesewenang-wenangan korporasi kapitalistik dapat diakhiri.
Posting Komentar