Gelombang Urbanisasi Dampak Kurangnya Pemerataan Pembangunan
Oleh : Dewi Ummu Azkia
Fenomena banjirnya kaum urban pasca lebaran tidak bisa dipungkiri, terutama terjadi di wilayah industrialisasi. Merespon kondisi demikian, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi, Rudy Heryansyah, menekankan pentingnya peran RT-RW sebagai garda terdepan dalam menjaga stabilitas dan ketertiban lingkungan. Rudy mengakui bahwa Kota Bekasi memiliki daya tarik sebagai tujuan urbanisasi. Namun, ia berharap para pendatang yang datang memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Peran RT-RW, kelurahan dan instansi terkait sangat penting untuk memastikan proses pendataan berjalan optimal, demi terciptanya lingkungan yang tertib, aman, dan sejahtera bagi seluruh warga.
Gelombang PHK di berbagai sektor dari awal tahun 2025 menambah jumlah penggangguran di berbagai daerah. para korban PHK ini harus bertahan hidup dengan mencari pekerjaan. Pasca lebaran menjadi momen yang sangat mereka harapkan untuk mencari peluang pekerjaan atau peluang baru di kota terutama kota berbasis kawasan industri seperti Bekasi, Cikarang dan sekitarnya yang terkenal dengan kota industri dan metropolitan sehingga menjadi magnet dan tumpuan harapan pekerja dari udik ke kota.
Kesenjangan tajam pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota merupakan salahsatu pemicu kaum urban membanjiri kota-kota industri.
Sebenarnya perpindahan penduduk dari satu daerah ke tempat lain adalah sebuah kewajaran yang berdampak positif, diantaranya adalah menambah kekuatan persaudaraan antar suku, saling mengenal secara luas sesama warganegara, menempuh pendidikan yang lebih tinggi di kota besar dan sebagainya.
Akan tetapi yang terjadi di negeri ini hampir semua fakta urbanisasi hanya bermotif ekonomi, karena ada perbedaan yang menonjol antara perekonomian di kota dengan desa. Industrialisasi dan pembangunan terpusat di kota besar sehingga urbanisasi untuk mengais rizki tidak dapat dielakkan.
Harapan dan angan-angan kaum urban datang ke kota karena "di kota gampang nyari duit" dan "di kota butuh banyak tenaga kerja".
Peluang bisnis juga terbuka lebar, karena konsumen dengan daya beli tinggi ada di perkotaan.
Memang benar di satu sisi menguntungkan bagi perkotaan, seperti meningkatnya pajak daerah. Akan tetapi efek negatif yang serius juga dihadapi pemerintah kota urban, seperti kemiskinan bertambah, masalah kesehatan karena hunian yang kurang sehat, tata kota yang kurang tertata, kerusakan lingkungan karena limbah dan sampah, kriminalitas, prostitusi, perselingkuhan dan individualisme, juga hilangnya humanisme dalam bermasyarakat.
Harapan para urban mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota perantauan sepertinya masih jauh panggang dari api, terlihat dari fenomena keseharian mereka yang masih banyak menghuni kontrakan-kontrakan sempit yang jauh dari kelayakan rumah sehat. Selain itu, pada faktanya di perkotaan harga sewa rumah layak sangat mahal, tidak berbanding lurus dengan gaji yang mereka terima ataupun pendapatan dari bisnis mereka.
Semua ini dikarenakan pembangunan dan industrialisasi ala kapitalisme dilaksanakan bukan merupakan pelayanan penguasa kepada rakyat.
Jika penguasa melayani rakyat dengan tulus maka ia akan memperhatikan kebutuhan tiap daerah, untuk kemudian dipenuhi sesuai dengan potensi daerah, sehingga warga terserap potensinya alias tidak menganggur.
Dengan adanya pemerataan pembangunan antara desa dan kota akan menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat baik di desa maupun di kota dengan potensi masing-masing.
Industrialisasi ala kapitalisme juga merubah pemikiran manusia untuk berorientasi pada materi dan standar kebahagiaan berdasar terpenuhinya materi, sehingga tak heran sifat serakah dan pola hidup konsumtif menjadi dominan di masyarakat.
Kapitalisme menjadi biang dari kerusakan pemikiran dan kerusakan pelayanan kepada rakyat.
Sangat berbeda dengan pandangan hidup dalam Islam, dimana sistem kehidupan semuanya diatur dengan syariah Islam.
Dalam hal masalah meningkatkan standar perekonomian, sistem Islam sudah terbukti dalam sejarah. Saat itu, setiap kota atau daerah semuanya difungsikan. Setiap wilayah akan digali potensinya sehingga memiliki ciri khas dan dapat maju bersama.
Hal tersebut tentu saja sebagai upaya negara Islam untuk mengurangi urbanisasi, juga untuk menghindari adanya gap di kota, pinggiran atau pelosok wilayah. Semua ini didilaksanakan oleh penguasa dalam rangka tanggungjawab mereka meriayah semua warganegaranya dengan paradigma yang khas bahwa pembangunan adalah untuk pelayanan terpenuhinya kebutuhan rakyat bukan sekedar keuntungan materi.
Disebutkan dalam Sejarah Mesir dan Baghdad pada masa Khilafah Islamiyah, kedua kota tersebut unik dengan potensinya, seperti adanya sungai Nil di Mesir yang menjadikan Mesir sebagai wilayah sumber makanan. Sarana-prasarana yang dibangun disana melibatkan kemampuan warga, sehingga warga enggan meninggalkan Kairo atau Mesir karena sarana sudah lengkap, baik pendidikan, perumahan, tata kota dan juga keamanan dengan penuntasan masalah hukum secara adil. Padahal ibukota negara Islam saat itu adalah Bagdad yang juga memiliki peradaban yang tinggi. Mesir juga memiliki potensi pengairan yang bagus seperti sungai Eufrat dan Tigris yang menunjang kesejahteraan rakyat.
Fakta tersebut hanyalah salah satu contoh kesejahteraan masyarakat dalam sistem kehidupan yang diatur dengan syariah Islam.
Tentu saja kita semua sebagai kaum muslimin sangat rindu dengan tegaknya kembali sistem tersebut dan akan senantiasa memperjuangkan sistem ini akan tegak kembali sehingga ridlo dan barokah dari Allah akan turun ke bumi.
Posting Komentar