GENERASI RUSAK DALAM PENERAPAN SISTEM PENDIDIKAN KAPITALISME
Oleh : A. Salsabila Sauma
Dua hari pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) tahun 2025, tim Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan total 14 kasus kecurangan. Pada hari pertama berjumlah 9 dan hari kedua 5 kasus kecurangan. (kompas)
Ketua umum penanggung jawab SNPMB, Prof. Eduart Wolok mengatakan, kecurangan yang dilakukan para peserta UTBK sangat bervariatif. “Mereka mengambil soal dengan bermacam cara dan sarana teknologi, baik dengan perantara hardware atau software. Contohnya pakai HP recording desktop dan lainnya, maupun cara konvensional”. Ia juga menambahkan bahwa ada peserta yang juga melakukan remote desktop yang dikerjakan oleh pihak lain di luar lokasi ujian.(kompas)
Prof. Eduart Wolok mengatakan saat ini terus mendalami kasus-kasus kecurangan yang ada apakah melibatkan pihak eksternal ataupun internal. Kasus kecurangan yang terstruktur dan disengaja akan dibawa ke rnah pidana.
LUMRAHNYA PERILAKU MENYONTEK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis laporan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. Dalam survei ini, KPK menelusuri tingkat kejujuran akademik siswa di sekolah dan mahasis di kampus. Deputi Bidan Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Dadan Wardana, menyatakan, “Dalam kejujuran akademik, kasus menyontek masih ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus. Dengan kata lain, menyontek masih terjadi pada mayoritas sekolah maupun kampus.” (detikedu)
Dalam hal ini, kita bisa melihat bahwa perilaku menyontek masih menjadi kegiatan alamiah yang dilakukan oleh pelajar Indonesia. Mayoritas pelajar dan mahasiswa merasa tidak mampu atas tugas yang diberikan oleh guru ataupun dosen sehingga harus menyontek tugas. Selain itu, tugas yang dikumpulkan oleh para pelajar dan mahasiswa ini lebih banyak diselesaikan karena bantuan orang lain. Istilah ini dikenal dengan joki tugas. Di kalangan siswa, joki tugas menncapai 38,4% dan angka lebih besar di dapat pada tingkat mahasiswa, yaitu 51,7% mempekerjakan joki untuk tugas mereka.
Miris sekali melihat fenomena seperti ini dalam pendidikan Indonesia. Semua sudah tahu bahwa menyontek itu tinfakan salah namun orang-orang lebih merasa bersalah kalau tidak menyontek. Pemikiran merosot yang seharusnya tidak terjadi dikalangan akademisi
AKIBAT SISTEM PENDIDIKAN YANG KACAU
Sebenernya tujuan seperti apa yang ingin dicapai oleh sistem pendidikan Indonesia sekarang. Sebab dilihat dari sisi manapun, tidak terlihat keberhasilan dalam pelaksanaannya. Semua aspek mengalami kemunduran, khususnya pada perilaku para pelajarnya. Pendidikan yang seharusnya bisa memberi batasan moral pada pengembannya malah berakhir sebagai sumber kecacatan masyarakat.
Para pendidik dinilai kurang berhasil mencetak generasi terbaiknya karena sistem pendidikan yang dijalani memberikan arahan yang buruk dalam pelaksanannya. Ukuran keberhasilan yang hanya berlandasan hasil atau materi membuat para pengemban pendidikan abai terhadap perkara halal dan haram. Apapun teknisnya akan dilakukan asal hasil yang di dapat sesuai target yang telah ditentukan sistem.
Hal itulah yang membuat moral para pelajar tidak berkembang dan pemikiran yang dimilikinya malah terus merosot, bukan berkembang dan maju.
APABILA MENERAPKAN SISTEM PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Tugas seorang pemimpin adalah mengurusi rakyatnya. Dalam sistem khilafah, pendidikan bukan diajarkan untuk mengejar materi atau status melainkan mengajarkan ketaqwaan dan kecintaan kepada kebenaran serta kepatuhan pada hukum syari’at. Khalifah bertanggung jawab menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Kurikulum yang diajarkan berbasis tauhid dan membiasakan amal ma’ruf nahi munkar sehingga setiap pelajar akan mendapatkan pola pikir dan tindakan yang jujur.
Dengan kurikulum Islam, pola pikir dan tindakan yang dilakukan akan selalu berbasis hukum syara, halal dan haram. Para pelajar tidak akan berbuat kecurangan karena hal tersebut sudah dicegah sedini mungkin selama pengajaran pendidikan. Hasil yang dicapai juga jelas: menambah ketakwaan. Hal tersebut menyebabkan para pelajar benar-benar menghargai proses pengajaran sehingga teknis-teknis haram akan terabaikan.
Selain itu hukuman tegas dan adil juga diterapkan bagi siapa saja yang melanggar. Hukuman yang benar akan menghasilkan efek jera dan ampun. Jadi para pelaku kecurangan ini langsung paham akibat dari perbuatan buruknya itu. Efek jera inilah yang nanti akan membuat orang lain akan takut bila ingin melakukan kecurangan yang sama. Untuk itulah hukum syari’at ipelukan dalam kurikulum pendidikan.
Wallahu’alam bi showab
Posting Komentar