Cara Islam Berantas Tuntas Judi Online
Oleh : Rini Mumtaz Sabrina
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebut saat ini Indonesia sedang menghadapi masalah judi online (judol). Hal ini dilihat dari perputaran dana judi online pada 2025 yang mencapai Rp 1.200 triliun.
"Berdasarkan data, selama tahun 2025, diperkirakan perputaran dana judi online mencapai Rp 1.200 triliun," kata Ivan dalam acara peringatan Gerakan Nasional APU PPT ke-23 dalam situs PPATK, dikutip Kamis (24/4/2025).
Ivan mengatakan jumlah perputaran dana judi online ini pun mengalami kenaikan dari tahun lalu. Dia menjelaskan, pada 2024, perputaran dana judi online sebesar Rp 981 triliun. "Data tahun lalu sebesar Rp 981 triliun," terang Ivan.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (MenKoPolHuKam) Budi Gunawan merinci, terkait pemain judi online di Indonesia berjumlah 8,8 juta yang mayoritas merupakan kalangan menengah kebawah. Ia juga mengatakan ada 97 ribu anggota TNI – POLRI dan 1,9 juta pegawai swasta yang bermain judi online.
“80 ribu pemain judi online merupakan mereka yang usianya dibawah 10 th. Dan angka ini di prediksi akan terus bertambah jika kita tidak melakukan upaya – upaya massif di dalam memberantas judi online ini”, ujarnya.
Penyalahgunaan Kekuasaan
Polda Metro Jaya telah menangkap 16 orang terkait judi online yang melibatkan beberapa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (KemKomDigi) RI. Yang mana mereka menyalah gunakan wewenang sebagai pegawai KemKomDigi yang seharusnya memblokir situs judi online tapi justru meraup untung dari situs judol yang “dipelihara” alias tidak di blokir.
Menurut pengakuan salah satu pekaku, mereka mendapatkan keuntungan senilai Rp. 8,5 juta dari tiap situs judi online yang tidak di blokir. Bila di total dari 1.000 situs, maka dalam sebulan dia mendapat keuntungan hingga Rp. 8,5 miliar. Dari hasil menjaga situs itu, dia bahkan dapat memberi upah sejumlah pegawai sebagai admin dan operator senilai Rp. 5 juta tiap bulannya.
Fakta ini seharusnya membuat public sadar bahwa pemberantasan judi online hanyalah mimpi. Aparatur negara yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok. Apabila dikatakan kejahatan ini hanyalah oknum, mestinya kasus demikian tidak terulang.
Namun nyatanya, pejabat negara yang menyalahgunakan wewenangnya untuk melindungi situs perusak masyarakat kembali terkuak. Artinya, keberadaan judol merupakan masalah sistemik. Jika dikatakan ada masalah di system hukum, memang bisa jadi benar sebab system hukum saat ini terbukti lemah. Yang membuat pemberantasan judi semakin jauh dari harapan.
Namun pangkal masalah sebenarnya adalah penerapan system hidup Sekulerisme – Kapitalisme yang di terapkan hari ini.
Kerusakan Yang Sistemik
Dalam system Kapitalisme, prinsip dasar yang di junjung tinggi adalah kebebasan individu dan kebebasan pasar akibatnya, sector apapun yang mampu menghasilkan keuntungan besar termasuk judi online cenderung di berikan ruang untuk tumbuh dan berkembang. Tanpa memandang dampak moral atau social yang di timbulkan. Judi online yang sejatinya merusak sendi kehidupan masyarakat dan merampas ekonomi rakyat kecil, justru mendapatkan tempat dalam logika Kapitalistik karna di anggap sebagai bagian dari aktivitas ekonomi yang sah, selama menghasilkan keuntungan dan ada permintaan pasar.
Terlebih sistem Sekulerisme – Kapitalisme ini, merupakan paham yang memisahkan agama dari kehidupan yang kemudian menjadikan manusia sanggup, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan, sehingga tidak tertanam di dalam diri masyarakat termasuk para pejabat negara akan konsep harta yang berkah.
Kehidupan yang materialistic akibat ideology Kapitalisme semakin menyuasanakan masyarakat mencari jalan pintas untuk meraup keuntungan. Jadi tidak heran, jika pejabat negara justru menjadi seorang pelaku kejahatan.
Minimnya Kontrol Negara
Minimnya control negara akan aktivitas semacam ini yang meng-atasnamakan “kebebasan pasar” semakin memperparah keadaan. Platform digital semakin memudahkan akses terhadap perjudian, sementara iklan – iklan massif terus mendorong gaya hidup instan dan ketergantungan pada keberuntungan.
Ditambah lagi celah hukum yang tidak di tutup secara serius menjadikan peluang bagi pelaku judi online semakin luas untuk terus ber-operasi bahkan tumbuh menjadi industry besar. Maka tak heran, perputaran uang dari praktek judi online terus meningkat.
Kapitalisme tidak hanya memberi ruang bagi praktek judi online, tetapi juga menciptakan ketimpangan ekonomi yang mendorong masyarakat untuk mencari jalan pintas. Ketika kebutuhan pokok sulit terpenuhi dan harapan hidup semakin berat, tawaran kekayaan instan melalui judi, menjadi sangat menggoda. Terutama bagi mereka yang terdesak secara ekonomi.
System ini sungguh telah menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, sehingga selama ada potensi provit atau bahkan aktivitas yang merusak pun selama ada keuntungan di dalamnya maka akan mendapatkan ruang. Ironisnya, negara terkesan setengah hati dalam memberantas judi online. Langkah – langkah yang di ambil sering bersifat sementara dan simbolis tanpa menyentuh akar persoalan yaitu penerapan system Kapitalisme itu sendiri.
Dibawah system ini, hukum di buat berdasarkan kepentingan bukan nilai kebenaran. Lebih parah lagi system sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat masyarakat tidak lagi men-standarkan perbuatannya pada halal dan haram tetapi pada asas manfaat. Jadi yang jelas di haramkan dalam islam dianggap wajar selama memberi peluang untung dan di legalkan secara hukum.
Selama system ini tetap di pertahankan, maka judi dan bentuk – bentuk kemaksiatan lainnya akan tetap tumbuh subur. Karena itu, solusi yang sesungguhnya bukan hanya sekedar memblokir situs atau menangkap pelaku, tetapi beralih pada system islam (Khilafah) yang menjadikan syariat sebagai satu – satunya standar dalam mengatur kehidupan.
Cara Khilafah Berantas Perjudian
Dalam Khilafah, pemberantasan judi dilakukan secara menyeluruh dan sistematis, bukan sekedar menghukum pelaku dan bandarnya saja. Hukum islam menetapkan pelaku judi di kenai hukuman Ta’zir, yakni hukuman yang jenis dan kadarnya di tentukan oleh Khalifah sesuai tingkat kejahatan dan dampaknya terhadap masyarakat. Namun penegakan hukum semata tidak cukup tanpa di sertai struktur system yang mendukung penerapan syariah secara menyeluruh.
Khilafah membangun system hukum islam yang utuh, mulai dari penerapan syariah dalam seluruh aspek kehidupan termasuk ekonomi, social dan media, agar tidak ada celah bagi praktek perjudian. Selain itu, negara juga akan membentuk apparat penegak hukum khusus yang memahami syariah islam. Sehingga, penanganan kasus – kasus seperti judi tidak hanya bersifat administrative tetapi berbasis pada ketentuan syar’i.
Lebih jauh, Khilafah tidak hanya focus pada aspek hukum tetapi juga membangun kesadaran masyarakat melalui pembudayaan amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat di dorong untuk saling menasehati dan mencegah kemungkaran, sehingga control social akan terbentuk secara alami.
Media, pendidikan, dan lingkungan public diarahkan agar membentuk pola pikir dan pola sikap islami yang menjadikan judi bukan hanya illegal tapi juga dipandang tercela oleh masyarakat secara umum. Dengan kedekatan yang menyeluruh inilah, praktek – praktek seperti judi mampu di berantas dari akarnya. Bukan hanya di tindak secara hukum tetapi juga di cegah dari peluang munculnya di tengah masyarakat.
System islam tidak hanya menindak kejahatan seperti judi secara hukum tetapi juga menyelesaikan akar penyebabnya seperti, kemiskinan, hedonism yang berasal dari budaya barat. Islam membasmi ini melalui dakwah fikriyyah, pendidikan islam yang membentuk kepribadian bertaqwa, serta control budaya masyarakat berbasis amar ma’ruf nahi munkar.
Negara juga menjamin kebutuhan pokok rakyat dengan menerapkan system ekonomi islam yang adil. Sehingga dorongan untuk berjudi karena desakan hidup bisa di cegah. Allaah SWT berfirman ;
“Dan Kami tidak mengutus Engkau (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (TQS. Al – Anbiya : 107)
Dengan penerapan islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah, kejahatan bisa di cegah dari akarnya, bukan hanya di tindak setelah terjadi.
Wallahu’alambishawab
Posting Komentar