Kapitalisme Meniscayakan Rumah Tak Layak Huni
Oleh : Mika Purwanti S.E
Sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia menurut kementrian perumahan dan Kawasan permukiman menyatakan tidak layak huni akibat kemiskinan ekstrem. Pemerintah menargetkan pembangunan tiga juta rumah untuk menyelesaikan permasalahan itu, salah satu program yang diselenggarakan adalah program bedah rumah secara gotong royong antara pemerintah dengan pihak swasta serta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). (Beritasatu.com, 25/04/2025)
Wamensos Agus Jabo Priyono menegaskan pentingnya sinergi lintas kementrian dalam upaya mengentaskan kamiskinan ekstrem ini. Ia juga menyatakan salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem bisa diupayakan melalui program perumahan tepat sasaran. (detiknews.com, 25/04/2025)
Sejak beberapa tahun terahir Kemensos juga memiliki program Rumah Layak Huni yang basisnya adalah rehabilitasi, namun dari segi kuota masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat saat ini yang disebutkan masih banyak tinggal di rumah tidak layak huni. (KumparanNews.com, 25/04/2025)
Berbicara soal garis kemiskinan, berdasarkan data yang di hitung oleh BPS pada September 2024 garis kemiskinan nasional perkapita tercatat Rp 595.242 per bulan dan dengan rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia terdiri dari 4,71 anggota rumah tangga, sehingga secara rata garis kemiskinan per rumah tangga adalah sebesar Rp 2.803.590 per bulan. Walaupun menurut BPS garis kemiskinan ini tentunya di setiap provinsi memiliki garis kemiskinan yang berbeda-beda, contohnya garis kemiskinan rumah tangga di DKI Jakarta sebesar Rp4.238.886/bulan, NTT sebesar Rp3.102.215/bulan. Faktanya, masih banyak individu rakyat yang gajinya masih di bawah garis kemiskinan tersebut.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut hasil riset Center of Ekonomic and Law Studies (Celios) pada 2024 menyatakan adanya pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Sejak tahun 2020 hingga 2023, kekayaan tiga orang terkaya di Indonesia meningkat lebih dari 174%, sedangkan upah pekerja di Indonesia pada periode yang sama hanya tumbuh 15%. Hal ini semakin terlihat ketika sejumlah pengusaha besar Tanah Air pada akhir Januari 2025 masih menguasai berbagai sektor bisnis yang ada di Indonesia seperti tambang, perbankan, hingga ritel dan media. Jika ditelusuri profil para pengusaha tersebut adalah para taipan Sembilan Naga. Mereka meraup banyak keuntungan dan berhasil menduduki peringkat tertinggi dalam daftar orang terkaya di Indonesia, bahkan disebutkan apabila 50 orang terkaya di Indonesia digabungkan jumlahnya bisa membayar seluruh gaji pekerja di negeri ini selama satu tahun, nilai perbandingan kekayaan 50 orang terkaya tersebut setara dengan kekayaan 50 juta masyarakat pada umumnya. (muslimahnews.net, 01/05/2025)
Selain dari kekayaan yang dimiliki oleh para korporat besar, mereka juga mendapatkan berbagai keuntungan yang tidak didapatkan bagi masyarakat kalangan kelas bawah seperti keuntungan dari kebijakan, investasi dan keuntungan lainnya. Sehingga mereka lebih memiliki peluang besar dan mampu untuk memperkaya diri jutaan kali lebih banyak dibandingkan masyarakat kelas bawah yang justru semakin miskin, padahal mereka hidup di negeri yang sama dengan para oligarki tersebut. Sedangkan kemiskinan ekstrem memiliki dampak pada masyarakat kecil, realitas memperlihatkan mereka tidak memiliki rumah layak huni
Ketimpangan ekonomi finansial akibat diterapkannya sistem kapitalisme ini menciptakan kesenjangan yang nyata, gurita korporasi yang begitu kuat dan justru memperoleh karpet merah di berbagai sektor bisnis termasuk bisnis properti. Bisnis properti juga menjadi sasaran empuk para korporat salah satu contohnya adalah pembangunan IKN dan PIK 2. Yang terbaru soal program tiga juta rumah dari pemerintah juga melibatkan mereka. Namun di lain sisi justru bermunculan kasus penggusuran kawasan pemukiman padat masyarakat miskin, kemudian sering kali penggusuran tersebut justru untuk dialihfungsikan menjadi lahan bagi bisnis properti korporasi milik oligarki.
Legitnya bisnis properti dalam sistem kapitalisme berhasil menggeser fungsi rumah yang merupakan kebutuhan primer seorang individu menjadi sebuah komoditas komersil. Keberpihakan yang amat disayangkan, penguasa saat ini lebih memilih para korporat dibandingkan memperjuangkan nasib rakyat supaya bisa memiliki hunian yang layak. Rakyat yang seharusnya mendapatkan haknya untuk diayomi. Kebutuhan primer terkhusus tempat tinggal seharusnya terjamin dan menjadi prioritas penguasa, namun sayang hal ini justru dikesampingkan.
Dalam islam penguasa bertanggung jawab penuh terhadap rakyat yang di urusnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.,
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang di urusnya.” (HR Muslim dan Ahmad)
Didalam sistem islam, kesejahteraan masyarakat adalah prioritas utama terutama dalam hal sandang, pangan, dan papan. Warga negara yang hidup dalam wilayah negara bersistem islam (Khilafah) akan di jamin hak kesejahteraannya secara individu per individu. Problem ekonomi menurut kacamata islam bukanlah kelangkaan, tapi distribusi yang kurang merata akibat dari adanya kesenjangan. Kepemilikan rumah layak huni bagi individu bukanlah sesuatu yang mustahil baik itu melalui usaha individu sendiri ataupun berupa pemberian negara, karena menurut pandangan sistem ekonomi islam harta kekayaan dipilah menjadi tiga, yaitu: kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Tidak seperti saat ini yang justru makin menimbulkan kesenjangan karena individu diberikan kebebasan dalam kepemilikan.
Selain itu, seorang khalifah tidak akan membiarkan seorangpun leluasa merampas dan menggusur tanah milik warga hanya karena dorongan dari kekuatan uang dan undang-undang neoliberal sebagaimana dalam kapitalisme. Dalam Islam jika ada pemilik lahan yang menelantarkan tanahnya selama tiga tahun berturut-turut, maka akan di ambil oleh negara dan diberikan kepada orang yang mampu memanfaatkannya.
مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ
"Siapa saja yang menghidupkan tanahmati, maka tanah tersebut adalah miliknya" (HR Imam Bukhari, dari Umar bin Khattab).
Regulasi Islam dan kebijakan Khalifah juga akan lebih memudahkan seseorang untuk memiliki rumah, salah satunya aturan terkait tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, maka negara berhak memberikannya kepada orang lain, termasuk untuk pendirian rumah dan bahan-bahan pembuatan rumah juga mudah didapatkan sebab sebagian besar merupakan kepemilikan umum.
Wallahu'alam bi ash-shawab
Posting Komentar