-->

Fenomena Inses, Bukti Gagalnya Sistem Hidup Hari Ini


Oleh : Ika Sartika
Member Komunitas Wanita Sholihah

Beberapa waktu lalu, publik dibuat geger dengan kemunculan sebuah grup di Facebook bernama Fantasi Sedarah. Grup tersebut viral setelah percakapannya tersebar luas di platform media X dan Instagram. Dari tangkapan layar, unggahan tersebut berisi percakapan menjijikkan tentang fantasi dan pengalaman seksual menyimpang terhadap keluarga sedarah (inses), bahkan pada balita yang merupakan darah daging mereka sendiri. Mirisnya, grup kontroversial ini sudah memiliki lebih dari tiga puluh ribu anggota. Tentu saja hal ini membuat masyarakat resah.

Menindaklanjuti keberadaan grup tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir sejumlah kontennya. Kasus ini pun berhasil diusut oleh tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Direktorat Siber Polda Metro Jaya. Pihak Bareskrim telah menangkap enam tersangka terkait grup tersebut di tempat yang berbeda. Namun belakangan, diketahui bahwa grup Fantasi Sedarah mengubah namanya menjadi “Suka Duka”. Bukan tidak mungkin masih banyak grup-grup amoral serupa yang masih aktif di media sosial.

Krisis Moral

Sebelum terungkapnya grup Facebook Fantasi Sedarah, masyarakat juga sempat digemparkan oleh sejumlah kasus inses yang menjadi sorotan.

Seperti di Medan, sepasang kakak-adik mengirimkan mayat bayi hasil hubungan inses mereka via ojek online ke sebuah masjid Jami’ di daerah Jalan Ampera, Kota Medan. Pada tahun 2023, di daerah Banyumas, seorang lelaki berinisial R (57 tahun) menjadi tersangka dugaan pembunuhan terhadap tujuh bayi hasil hubungannya dengan putrinya sendiri, yang berlangsung sejak tahun 2012. Selain itu, di Lampung, seorang lelaki berinisial KM (46 tahun) ditangkap karena diduga melakukan tindakan asusila terhadap putrinya sendiri hingga hamil. Pelaku telah melakukan perbuatan bejatnya sebanyak empat kali di rumahnya sejak Oktober 2022. Di Bekasi Barat, polisi juga berhasil mengungkap penemuan mayat bayi perempuan hasil dari hubungan inses.

Kasus-kasus di atas hanyalah segelintir yang tersorot media. Namun, ibarat fenomena gunung es, kasus yang tidak terekspos justru bisa jadi jauh lebih banyak dan parah. Deretan kasus inses di negeri ini menunjukkan bahwa kita sedang mengalami krisis moral yang serius. Ini tentu saja sangat mengerikan, karena berdampak pada hilangnya fungsi keluarga, bahkan menghancurkan setiap bangunannya. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman, justru kini menjadi tempat yang membahayakan. Seseorang yang seharusnya menjadi pelindung, kini malah menjadi ancaman. Dalam pandangan mereka, keluarga telah kehilangan makna, terkikis oleh nafsu dan syahwat liar yang tidak bisa dikendalikan. Seperti hewan yang hidup tanpa aturan—bahkan lebih rendah dan hina dari hewan.

Mengapa Inses Kian Marak?
Sistem kehidupan sekuler saat ini berhasil menjauhkan agama dari kehidupan. Agama yang seharusnya menjadi pedoman hidup justru dijauhkan dan dipinggirkan dari ruang publik serta kebijakan sosial. Agama hanya menjadi urusan individu. Ukuran benar dan salah diserahkan pada akal manusia yang terbatas dan mudah dipengaruhi hawa nafsu. Akibatnya, manfaat dan materialisme dijadikan tolok ukur. Benar dan salah menjadi relatif, mengikuti opini mayoritas atau tren yang berkembang di masyarakat. Akhirnya, lahirlah individu-individu yang miskin iman, sehingga mudah terombang-ambing dan terbawa oleh budaya populer yang kerap menormalisasi penyimpangan, termasuk inses, karena tidak memiliki fondasi keimanan yang kuat.

Media sebagai salah satu saluran penyebaran nilai dan budaya juga memiliki peran besar dalam menumbuhsuburkan berbagai sikap amoral di tengah masyarakat, termasuk inses. Media berbasis sekularisme dan liberalisme melahirkan manusia yang materialistis, permisif, dan hedonis karena menjadikan kebebasan sebagai prinsip utama. Segala hal yang menghibur dan menjual akan diangkat, meskipun mengandung konten menyimpang. Tak sedikit pelaku inses mengaku terinspirasi dari tayangan media atau konten pornografi yang mudah diakses. Maka wajar bila kejahatan inses kian marak.

Namun sayang, tampaknya negara belum serius menangani masalah pornografi. Pemberantasannya dilakukan setengah hati. Pemblokiran situs-situs tertentu tidak sebanding dengan arus konten cabul yang terus mengalir di berbagai platform digital, termasuk media sosial. Ini terbukti pada tahun 2024, ketika pemerintah mengalah pada ketentuan media sosial X (Twitter) yang mengizinkan konten pornografi diakses dengan kata kunci tertentu. Dalam sistem sekuler, pornografi dianggap sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, bukan sebagai kemaksiatan yang membahayakan moral generasi.

Kemiskinan juga menjadi penyumbang terbesar maraknya inses di masyarakat. Penerapan sistem ekonomi kapitalistik membuat orang tua sibuk mencari nafkah sehingga anak-anak tidak terurus. Lahirlah anak-anak dari keluarga broken home. Kasus inses antara kakak-adik terjadi karena kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua. Ada juga kasus inses akibat pertukaran peran—istri bekerja, suami di rumah bersama anak perempuan—yang dipengaruhi tontonan dan konten pornografi bebas.

Kemiskinan juga membuat masyarakat harus rela tinggal di tempat tidak layak. Rumah kecil tanpa sekat, atau rumah kontrakan petakan, membuat penghuni tidak memiliki ruang untuk privasi. Tidak sedikit yang akhirnya harus tidur bersama, dan dari situlah tumbuh bibit-bibit inses.

Islam Mencegah Kejahatan Inses
Maraknya kejahatan inses hari ini bermuara pada satu hal: jauhnya masyarakat dan negara dari tuntunan syariat. Ketika hukum manusia dijadikan sandaran dan hukum Allah disingkirkan, maka kerusakan akan terus bermunculan. Kejahatan inses hanyalah satu dari berbagai kerusakan yang muncul akibat sistem hidup sekuler. Padahal, Islam bukan hanya agama ritual, melainkan sistem hidup yang lahir dari Pencipta untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Keberadaannya mampu membawa keselamatan dan keberkahan di dunia maupun akhirat. Sebaliknya, berpaling dari aturan-Nya hanya akan mendatangkan kesempitan hidup.

Islam memberikan jaminan melalui penerapan maqashid syari’ah, yaitu memelihara agama (ḥifẓ ad-dīn), jiwa (ḥifẓ an-nafs), akal (ḥifẓ al-‘aql), keturunan (ḥifẓ an-nasl), dan harta (ḥifẓ al-māl). Negara memiliki peran besar dalam melindungi dan menyelamatkan keluarga dari kerusakan.

Islam mengharamkan inses, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nisa ayat 23, yang artinya:

Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu…

Untuk melaksanakan perintah ini, negara wajib menyiapkan langkah-langkah pencegahan, seperti membangun keimanan individu melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dengan keimanan kuat, seseorang akan merasa diawasi Allah dan takut bermaksiat.

Media juga harus dibenahi agar sesuai dengan prinsip syariah, bersih dari konten pornografi. Negara harus membangun sistem keamanan digital yang kuat agar tidak memberi celah sedikit pun bagi penyebaran konten negatif.

Suasana keimanan dalam masyarakat akan mendorong budaya saling menasihati (amar makruf nahi mungkar). Sistem sosial Islam juga menjaga norma dan keutuhan keluarga, seperti kewajiban menutup aurat, meminta izin masuk kamar (QS. An-Nur: 58), serta memisahkan tempat tidur anak sejak usia tujuh tahun (HR Abu Dawud).

Negara juga wajib menyediakan tempat tinggal layak agar setiap keluarga memiliki ruang pribadi sesuai syariat.

Melalui sistem ekonomi Islam, negara menjamin kesejahteraan rakyat. Negara menciptakan lapangan kerja bagi para lelaki dan menyediakan bantuan bagi yang membutuhkan melalui Baitul Mal. Ini memungkinkan orang tua fokus mendidik anak-anak mereka.

Terakhir, negara menerapkan sanksi hukum Islam. Inses termasuk zina, dan pelakunya dikenai had: dirajam jika sudah menikah, atau dicambuk jika belum menikah. Firman Allah dalam QS. An-Nur ayat 2 menyatakan:

Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing seratus kali…

Hukuman dalam Islam tidak hanya sebagai penghapus dosa (jawazir), tetapi juga efek jera (zawajir) agar masyarakat menjauhi perbuatan keji.

Penerapan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) adalah satu-satunya cara untuk mencegah kejahatan inses secara efektif. Selama masih hidup dalam sistem rusak saat ini, peraturan Islam tak akan terlaksana. Oleh karena itu, kembali kepada syariat Islam sebagai sistem kehidupan adalah sebuah kebutuhan. Sistem terbaik dari Sang Pencipta.

Wallahu a‘lam bish-shawab