DI BALIK MEROKETNYA HARGA KELAPA
Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Ibu Peduli Umat)
Masyarakat, terutama para ibu rumah tangga, dikagetkan dengan melonjaknya harga kelapa sejak bulan Ramadan kemarin. Saya yang penggemar kopi santan ala “Real Food” pun terkena dampaknya, sulit membeli kelapa parut di lapak sayur langganan. Setelah saya tanya pada para pedagang, harga kelapa saat ini mengalami kenaikan lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebelumnya, sehingga mereka berat untuk kulakan. Sebelumnya harga kelapa Rp10.000-an, tetapi sekarang bisa sampai Rp25.000. Bahkan, setelah lebaran harga kelapa makin naik. Ini pertama kalinya harga kelapa melonjak drastis, mengacu pengakuan para pedagang.
Penyebabnya karena pasokan kelapa bulat tersendat. Ketua Harian Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) Rudy Handiwidjaya menyampaikan bahwa kelangkaan ini dikarenakan kondisi kemarau sehingga rendahnya curah hujan. Hal ini berdampak menurunnya produksi kelapa bulat, yang ternyata juga melanda seluruh dunia. Akhirnya negara-negera seperti Cina, Filipina, Thailand dan Malaysia pun ramai-ramai mengimpor kelapa dari Indonesia; sehingga stok dalam negeri menipis (www.kumparan.com, Sabtu 3 Mei 2025) (1). Faktor lain penyebab naiknya harga kelapa juga karena meningkatnya tren mengkonsumsi kelapa sebagai gaya hidup baru. Kuliner rakyat pun ikut terkena dampaknya. Seperti pembuat kue dan jajan pasar, juga pemilik warung makan; para pelaku UMKM.
Meningkatnya ekspor kelapa yang disambut gembira para petani kelapa menunjukkan abainya pemerintah terhadap industri kelapa. Karena selama ini mereka merasakan rendahnya harga kelapa. Tapi di sektor hulu ini, tampak sekali bahwa perdagangan kelapa juga tidak mendapat perhatian pemerintah. Pemerintah gagal menjaga pasokan dan keseimbangan harga pasar. Pemerintah tampaknya lebih fokus ekspor karena tentunya berimplikasi pada pemasukan negara berupa cukai. Sedangkan di sektor hilir, pemerintah justru cenderung tidak peduli dengan kebutuhan kelapa di pasar dalam negeri. Padahal keberadaan kelapa beserta santannya penting bagi sektor kuliner rakyat seperti warung makan berbasis makanan bersantan atau jajan pasar berbahan kelapa; yang otomatis berdampak pada masyarakat luas. Inilah efek hidup dalam sistem sekuler kapitalistik yang menyerahkan ekonomi pada pasar bebas tanpa proteksi negara, sehingga membuat rakyat sengsara.
Berbeda dengan Islam dalam melayani berkaitan pelayanan rakyat untuk pengelolaan komoditas. Ini membutuhkan penerapan Islam kafah, system ekonomi Islam secara khususnya, oleh negara Khilafah sebagai satu-satunya negara yang mampu mengampu Islam kafah. Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah di dalam kitab As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla (Politik Ekonomi Islam) menyatakan bahwa perdagangan adalah jual beli, baik dalam bentuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri, yang semua mengacu jual beli sesuai Syariat.
Untuk perdagangan luar negeri, Khilafah menerapkan aturan ekspor impor sesuai Syariat. Para pedagang yang termasuk warga negara Khilafah, baik itu muslim atau nonmuslim (ahlu adz-dzimmah), berhak melakukan perdagangan luar negeri sebagaimana perdagangan dalam negeri. Mereka berhak melakukan ekspor dan impor atas komoditas yang mereka kehendaki dari negara mana pun. Ekspor dan impor mubah kecuali dalam dua keadaan, yaitu :
Pertama, ekspor dan impor komoditas yang jika dilakukan akan berdampak bahaya (dharar) akan dilarang hanya untuk komoditas tersebut.
Kedua, ekspor dan impor dengan negara yang sedang melangsungkan perang fisik secara riil dengan negara Islam (kafir harbi fi’lan) haram dilakukan.
Sedangkan untuk orang-orang kafir mu’ahid (nonmuslim yang negaranya terikat perjanjian dengan negara Islam), mereka diperlakukan sesuai isi perjanjian yang terjadi dengan mereka, baik terkait komoditas yang mereka ekspor ke negara Khilafah atau impor dari negara Khilafah. Untuk warga dari negara kafir harbi hukman (negara yang secara de facto tidak sedang berperang maupun mengadakan perjanjian damai dengan negara Islam), mereka tidak diperbolehkan masuk ke wilayah Khilafah kecuali dengan izin masuk khusus (visa). Dengan adanya visa, itu juga menjadi izin bagi komoditas perdagangannya untuk masuk ke wilayah Khilafah. Artinya, ia boleh melakukan ekspor ke Khilafah maupun impor dari Khilafah.
Berkaitan dengan peristiwa ekspor kelapa dan kurangnya pasokan di dalam negeri, ini semestinya menjadi patokan. Seharusnya ekspor kelapa tidak dilakukan sampai kebutuhan kelapa di dalam negeri tercukupi. Khilafah tetap harus memberikan jaminan agar perdagangan komoditas kelapa di dalam negeri kondusif dan mampu mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri. Ini tidak lain karena peran penguasa di dalam Islam adalah sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung). Jaminan tersebut hendaknya penguasa berikan, baik di sektor hulu maupun hilir.
Di sektor hulu, yakni perkebunan kelapa, Khilafah akan memberikan jaminan kepada petani kelapa berupa politik pertanian dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Ada dua jalan, yaitu :
Pertama. Adalah intensifikasi pertanian, seperti pemberian benih unggul, edukasi mengenai teknik pertanian terkini, fasilitas riset oleh para ahli, modal bertani/berkebun, juga subsidi alat dan mesin pertanian (alsintan), pupuk, serta obat-obatan.
Kedua adalah ekstensifikasi pertanian, yakni dengan menambah areal luas lahan pertanian/perkebunan. Ekstensifikasi bisa ditempuh dengan merealisasikan konsep menghidupkan tanah mati (ihya’ul mawat), yaitu dengan menghidupkan (ihya’), memagari (tahjir), dan pemberian tanah oleh negara (iqtha’).
Di sektor hilir, Khilafah memberikan jaminan serapan pasar sehingga para petani tidak bingung mencari target pasar bagi komoditas kelapanya. Khilafah akan mengondisikan iklim bisnis yang efektif menyerap komoditas kelapa, seperti pedagang kelapa parut, industri minyak kelapa dan santan instan/kemasan, rumah makan, serta produsen dan pedagang jajanan pasar.
Setelah dalam negeri tercukupi pasokannya, barulah Khilafah mempertimbangkan ekspor kelapa, yang masih dalam koridor Syariat.
Wallahualam bissawab.
Catatan Kaki :
(1) https://kumparan.com/kumparanbisnis/pengusaha-jelaskan-penyebab-harga-kelapa-bulat-tembus-rp-30-ribu-per-butir-24zuv96WAZT
Posting Komentar