-->

BANYAK ASRAMA MAHASISWA MEMPRIHATINKAN, BUKTI MURAMNYA DUNIA PENDIDIKAN


Oleh : Eki Efrilia

"Pendidikan adalah paspor menuju masa depan, karena hari esok adalah milik mereka yang mempersiapkannya hari ini." 
–Malcolm X-

Sungguh berbahagia manusia yang mampu menjalani jenjang pendidikan, apalagi sampai tingkat sarjana, karena -menurut Malcolm X- manusia inilah yang sedang merancang keberhasilan hidupnya di masa depan. 

Sayangnya saat ini banyak siswa maupun mahasiswa yang harus terseok-seok menyelesaikan pendidikannya. Banyak faktor yang membuat hal tersebut terjadi, antara lain adalah permasalahan biaya. Sudah menjadi rahasia umum, biaya pendidikan sangatlah mahal di kantong kebanyakan bangsa Indonesia. Untuk masuk setingkat TK (Taman Kanak-Kanak) saja, orangtua harus merogoh kocek dalam-dalam untuk biaya pendaftaran, buku, baju seragam (yang minimal ada 2 jenis) dan lain sebagainya. Apalagi bagi mereka yang ingin melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi. Meski ada grade-grade biaya yang disesuaikan dengan kemampuan orangtua, sehingga bagi mahasiswa grade terbawah bisa mendapatkan UKT (Uang Kuliah Tunggal) murah bahkan gratis persemesternya, tapi jangan dilupakan mereka tetap harus menyiapkan "biaya lain-lain". Inilah yang kebanyakan dirasa sangat memberatkan bagi mereka, seperti biaya kos (bagi yang domisilinya jauh dari kampus atau malah beda kota), biaya transportasi, pembelian buku, biaya praktikum, konsumsi setiap harinya dan lain-lain. 

Beberapa tahun lalu akhirnya beberapa pemerintah daerah "tergerak hati" untuk membangunkan asrama mahasiswa bagi pemuda-pemudi yang menjadi warganya, di mana mereka sedang menuntut ilmu di wilayah tertentu.

Seperti yang dilakukan pemerintah propinsi Sulawesi Tenggara yang beberapa tahun lalu membangun asrama mahasiswa di beberapa daerah, termasuk di propinsi Sulawesi Selatan. 
Sayangnya, saat di-sidak (inspeksi mendadak) oleh Gubernur Sulawesi Tenggara yang baru dilantik 20 Februari 2025, Andi Sumangerukka, kondisi asrama mahasiswa di Sulawesi Selatan tersebut rusak parah dan sebetulnya sudah tidak layak huni. Kerusakan itu berupa tembok dan lantai yang hancur, plafon banyak yang ambrol, jendela pecah, kamar mandi sangat tidak layak dan lain sebagainya. Dalam kondisi yang rusak parah tersebut masih ada 19 mahasiswa yang 'nekat' tetap tinggal di sana (dapat disaksikan di Instagram pribadi pak Gubernur yang tayang 16 April 2025). 

Sudah pasti 'kenekatan' ini terjadi karena mereka berupaya menghemat budget selama di perantauan, di mana mereka ini sebagian besar berasal dari keluarga berpenghasilan kecil. Mereka ingin mewujudkan mimpi untuk meraih masa depan yang lebih baik setelah menyelesaikan kuliahnya. 

Kondisi asrama mahasiswa di wilayah-wilayah lain ternyata juga "setali tiga uang", sama-sama rusak parah. Seperti asrama mahasiswa Aceh yang ada di kota Malang, di mana saat dikunjungi oleh wakil gubernur Aceh Asrama Putri Pocut Baren mengalami kerusakan dan wagub Aceh tersebut berjanji akan merenovasinya (Badan Penghubung Pemerintah Aceh, 21 April 2025).

Juga yang terjadi pada asrama mahasiswa Kalimatan Barat di Surabaya yang terbengkalai hampir 8 tahun (Iniborneo.com, 17 April 2025). 
Asrama mahasiswa Maluku Utara di propinsi Sulawesi Tengah juga bernasib sama, kondisinya memprihatinkan (kieraha.com, 27 April 2025). 

ABAINYA SISTEM PENDIDIKAN KAPITALIS

Hasil penelusuran penulis ke media-media yang memberitakan kondisi asrama mahasiswa di sebagian daerah ini menunjukkan bahwa rata-rata bernasib sama yaitu mengalami kerusakan parah. Negara nampak kurang memberikan perhatian terhadap sistem pendidikan bagi warganya. Padahal sudah seharusnya, negara sebagai pelayan rakyat wajib mengupayakan sarana-prasarana yang menunjang pendidikan generasi pelanjut tongkat estafet pembangunan ini dengan jauh lebih baik. Sayangnya yang terjadi malah sebaliknya, yaitu aterjadi pembiaran bertahun-tahun terhadap kondisi asrama sehingga terjadi kerusakan parah pada salah satu hal penting untuk menunjang kelancaran belajar para mahasiswa ini. 

Sudah seharusnya disiapkan anggaran yang cukup untuk mengatasi permasalahan pendidikan, sehingga dana tersedia apabila dibutuhkan penyelesaian cepat, seperti mengatasi kerusakan asrama mahasiswa tersebut. Apabila setiap saat ada pemantauan, maka kerusakan tidak akan separah itu dan mahasiswa akan tenang belajar dan beraktifitas di tempat tersebut dan harapan kita semua bahwa mutu pendidikan semakin meningkat, sudah pasti akan terwujud. 

Inilah permasalahan yang ditimbulkan sistem kapitalis, di mana sistem ini mengandalkan kepada modal atau keuntungan materi. Saat ini, apabila penguasa negara merasakan bahwa bidang tertentu kurang menguntungkan, maka pemangkasan anggaran untuk bidang tersebut sangat bisa terjadi. Sayangnya, sistem kapitalis inilah yang saat ini menguasai benak sebagian besar penduduk dunia termasuk para pemimpin yang berkuasa sekarang. 

Hal ini nampak dari apa yang disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A di laman Universitas Gadjah Mada tanggal 24 Februari 2025 yang menyayangkan tindakan pemotongan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Pemotongan anggaran tersebut berlaku di Kemendiktisaintek (Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi) yang tadinya mencapai Rp 56,6 triliun kemudian dipotong sebesar Rp 14,3 triliun. Juga di Kemendikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah) yang anggaran awalnya sebesar Rp 33,5 triliun kemudian dipotong sebesar Rp 8 triliun. 
Ini menunjukkan ketidakseriusan penguasa terhadap keberlangsungan pendidikan anak bangsa. 

SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PATUT DITERAPKAN

Nabi Muhammad Saw. telah menekankan bahwa manusia wajib menuntut ilmu, seperti dalam sabdanya yang mashur:
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim" 
(HR Ibnu Majah). 

Beliau juga mensabdakan:
"Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmu" 
(HR Ahmad). 

Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberi perhatian tinggi terhadap sistem pendidikan. Ini juga bisa dibuktikan dengan banyaknya kisah sejarah yang menunjukkan di masa pemerintahan Islam, kemajuan ilmu sangat dijunjung tinggi dan itu berarti seluruh kalangan (terutama Khalifah atau Pemimpin Daulah Islamiyah) wajib mengupayakan kemajuan tersebut. 
Hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah Saw. yang berupaya memerangi buta huruf semaksimal mungkin di tubuh Daulah Islamiyah dengan membebaskan tawanan perang Badar, syaratnya adalah mereka wajib mengajar sepuluh orang anak-anak kaum muslim.

Juga di masa Kekhilafahan Abbasiyyah, yang mencatat hal sangat fantastis pada penggajian seorang guru. Guru digaji sama dengan muazin yaitu 1.000 dinar/tahun (sekitar 83,3 dinar/bulan). Apabila dikurs-kan maka nilai 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas (harga emas saat ini sekitar Rp1,5 juta/gram, maka gaji guru pada masa itu sekitar Rp 6,375 miliar/tahun atau Rp 531 juta/bulan).

Kemudian, di masa kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid ada aturan untuk menghargai kitab-kitab karya para ulama dengan menimbang berat kitab itu dengan emas, dalam artian beliau memberikan imbalan atau hadiah emas seberat kitab yang dihasilkan. 

Kisah-kisah sejarah yang lain tentang penghargaan Islam kepada dunia pendidikan masih banyak lagi dan ini adalah fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri karena Islam pernah mengalami kejayaan dengan menjadi pemimpin pada kancah perpolitikan dunia selama 13 abad (bandingkan dengan "Polisi Dunia" saat ini yang sudah mulai nampak kebangkrutannya, padahal belum sampai 1 abad ia memimpin dunia). 

Tidak terbantahkan juga apabila kita menilik bahwa Khilafah Islamiyah memberi perhatian terhadap lahirnya kaum cendekiawan yang diakui dunia sampai saat ini, seperti Ibnu Sina (pakar kedokteran), al-Khawarizmi (pakar matematika), Al-Idrisi (pakar geografi), Az-Zarqali (pakar astronomi), Ibnu al-Haitsam (pakar fisika), Jabir Ibnu Hayyan (pakar kimia) dan lain-lain. 

Para pemikir Baratpun banyak yang mengakui tentang majunya peradaban di bawah kepemimpinan Islam, seperti yang diungkapkan Tim Wallace-Murphy (WM) yang menerbitkan buku berjudul What Islam Did for Us: Understanding Islam’s Contribution to Western Civilization (London: Watkins Publishing, 2006), yang memaparkan fakta tentang transfer ilmu pengetahuan dari Dunia Islam (Khilafah) ke Dunia Barat pada Abad Pertengahan.

Montgomery Watt, seorang cendekiawan Barat pernah menyatakan, ”Cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi “dinamo”-nya, Barat bukanlah apa-apa.”

Di masa keemasan Islam, dimana ditandai dengan tingginya peradaban di Cordoba (Saat ini bernama Spanyol), banyak orang dari segala penjuru yang berbeda bangsa, warna kulit dan agama datang berbondong-bondong ke wilayah tersebut untuk menuntut ilmu. Masyarakat Cordoba saat itu menerima dengan tangan terbuka kehadiran para pendatang tersebut. Mereka memberi tumpangan menginap untuk para penuntut ilmu ini dengan cuma-cuma, bahkan menjamunya dengan baik. Tentu saja hal ini berbanding terbalik dengan para penuntut ilmu di era sekarang yang harus siap merogoh 'kocek' dalam-dalam untuk sekedar merasakan kenyamanan dalam proses mereka menuntut ilmu, apabila 'kocek cekak' maka jangan berharap dapat sarana prasarana belajar yang nyaman, seperti kasus asrama mahasiswa yang memprihatinkan di atas. 

Seluruh paparan di atas menunjukkan bahwa untuk mengubah kemuraman dunia pendidikan saat ini dan segala keterpurukan yang terjadi adalah dengan kembali menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi. Kita harus menyadari bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi saat ini karena umat Islam abai terhadap hukum agamanya sendiri dan memakai hukum-hukum buatan manusia sebagai rujukan, padahal manusia itu sifatnya hanya terbatas. 

Kaum muslimin juga wajib menjalankan agamanya secara keseluruhan agar mencapai kebangkitan hakiki (bukan kebangkitan semu), di mana ia wajib mengupayakan Islam menjadi way of life (jalan kehidupan) dari hal pribadi seperti ibadah mahdhoh sampai ke perkara-perkara yang menyangkut keumatan seperti keamanan, pendidikan, perpolitikan dan lain-lain. 

Wallahu'alam bishshowwab